Chapter 17

198 49 9
                                    

Alex membuka mata. Diam sambil kesadarannya terkumpul perlahan. Terdengar suara-suara penghuni apartemen lainnya. Cek-cok di lantai bawah, dengung pembersih debu dari sebelah kiri, pintu tertutup, langkah kaki. Mata Alex menatap langit-langit kelabu dengan bercak kuning bekas rembesan air. Dia mengambil napas, baru pada saat itu dia sadar bahwa dirinya bukan berada di desa suku Haka melainkan berada di apartemen kecilnya. Mengembuskan napas panjang, Alex perlahan bangkit sambil menutup wajah dengan tangannya.

Apa yang dialami oleh Haken terasa begitu nyata. Alex dapat merasakan dirinya berada di tengah perdebatan panas atau bisa merasakan keputusasaan Haken, juga rasa cintanya pada Isla.

Bodoh.

Alex menggelengkan kepalanya. Haken jelas-jelas terlalu banyak menggunakan perasaannya dalam memimpin. Keberadaan Isla sangat mempengaruhinya mengambil keputusan. Alex tidak heran bila Haken akan mengorbankan sukunya demi Isla, sebuah hal tabu dalam sebuah kepemimpinan. Alex paham benar apa maksudnya memimpin, itu berarti meletakkan kepentingan seorang pemimpin di bawah tanggung jawabnya. Sama seperti yang dia lakukan bertahun-tahun sebelumnya, ketika dia masih menjadi penerus keluarga Willoughby. Sama seperti yang ayahnya lakukan dengan mengorbankan waktu-waktu pribadi dengan kedua anaknya.

Pemuda itu mendengkus kasar sambil berdiri. Sejak kecil hanya ada dirinya dan Sienna, sang kakak. Mereka berdua saling mengisi ruang kosong yang ditinggalkan oleh Nathanael, ayah mereka, dan ibu mereka yang meninggal ketika Alex masih kecil.

Dada Alex terasa sesak. Benar, karena itulah dia harus melihat Sienna menderita. Ketika dia harus mengambil keputusan untuk mengutamakan kepentingan orang lain, Sienna lah yang menanggung akibatnya. Alex menggenggam kedua tangannya erat. Emosi perlahan-lahan naik menghimpitnya. Napasnya menderu sementara alisnya berkerut tajam. Dia menghantam kasur untuk menyalurkan amarah. Kemarahan itu untuk ayahnya yang tidak pernah ada bagi mereka, tapi yang terutama pada dirinya yang tidak mampu melindungi sang kakak.

"Sial!" serunya tertahan, sambil berusaha mengendalikan diri.

Emosinya masih menggelegak menuntut penyaluran, tapi Alex tahu dia harus bisa bertindak lebih bijak. Dia segera berjalan menuju tumpukan baju yang tergeletak di sudut ruangan dan mengambil baju kaos serta celana jeans bersih. Beberapa menit kemudian, pemuda itu sudah berada di bawah pancuran air, membiarkan air dingin mengguyur kepalanya, menenangkan diri.

Ketika keluar dari kamar mandi, sambil mengeringkan rambut, Alex sudah mendapatkan kembali kejernihan pikirannya. Apa yang terjadi pada Haken bukanlah tanggung jawabnya, itu adalah tanggung jawab Haken. Dia memandang sekeliling apartemen satu ruangan. Tidak ada tanda-tanda pelindungnya dirusak atau berusaha ditembus. Illa sepertinya berhasil mengurus klan Schuteβ dengan diam-diam sehingga tidak ada orang yang berusaha mencekiknya ketika tidur. Namun, pertanyaannya adalah, sampai kapan?

Illa beberapa kali memberikan kesan bahwa dirinya dan Lady Bedelzve tidak akan lama lagi menemani keluarga Willoughby. Entah kapan pria itu akan benar-benar pergi. Tatapan Alex meredup. Dia tidak tahu apa yang harus dia lakukan tanpa orang yang telah membimbingnya itu. Bahkan jika dia memutuskan untuk tidak ikut campur dengan urusan keluarga, Alex tahu, dia akan merasa kehilangan tempat untuk mendapatkan nasehat dan pertimbangan.

Pemuda itu mengambil napas dalam sambil kembali melihat sekelilingnya. Dia harus belajar mandiri dan membereskan kekacauannya. Benar. Jika dia sudah ditemukan oleh penyerangnya, tempat ini sudah tidak aman. Dia mempertimbangkan untuk mempercepat rencananya melarikan diri ke Asia.

Jam dinding yang berdetak menampilkan waktu. Sudah jam satu siang. Dia harus bergerak cepat. 

Dalam waktu setengah jam, Alex sudah menelepon agen penyalur lukisannya yang sesuai janji kemarin, akan datang dalam lima belas menit. Dia juga sudah menghubungi Illa yang berakhir di kotak suara, meninggalkan pesan bahwa dia kembali mendapatkan mimpi dan memberikan gambaran singkat apa yang dia lihat. Sebuah surat pengunduran diri sudah diselipkan di tas punggung, hari ini akan menjadi hari terakhirnya bekerja. Lalu, sambil menunggu agennya datang, Alex membereskan baju dan barang-barangnya, memasukkannya ke dalam koper berukuran sedang. Tidak banyak benda yang dia perlu bawa, karena memang dia tidak berencana tinggal terlalu lama di sana.

[END] Dunia KeduaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang