Chapter 31

178 45 5
                                    

Alex mengenal suara itu. Mengabaikan Haken yang kehilangan resolusinya, dia setengah berlari membuka pintu di mana seorang pemuda berusia pertengahan dua puluh yang terengah berada. Dia memakai kemeja putih yang sama kusut dengan rambut cokelat pendeknya. Mata biru gelapnya memancarkan kelelahan dengan kantong mata yang tampak jelas.

"Gerald!" sahut Alex menarik rekan kerjanya itu masuk ke dalam apartemen yang aman, setidaknya untuk saat ini.

Alex dapat melihat sekitar selusin orang mengejarnya, menaiki tangga ke lantai dua. Dalam hati, Alex mengumpat sebelum menutup pintu.

"Apa yang terjadi?" tanyanya, seraya melangkah mundur dengan tatapan tak lepas dari papan kayu yang membatasi mereka dengan penyerang. Tak lama kemudian Alex dapat merasakan mantra jebakannya aktif, memberikan mereka sedikit waktu.

"Keluarga Fuoco dan Schuteβ bergerak begitu mendapat kabar Lady Bedelzve menghilang dari sisi Tuan Willoughby. Selama ini mereka mengikutimu dan tahu kalau Tuan Aeila juga telah pergi--"

"Kau juga menguntitku?" Alex melemparkan kecurigaannya. Dia memandang tidak percaya ke arah Gerald.

Pemuda itu memperbaiki letak kacamatanya dengan canggung. "Atas perintah Tuan Willoughby dan ayahku. Kau tahu sendiri aku tidak berdaya di hadapan mereka, tapi aku tidak berani bergerak karena Tuan Aeila melarang. Dia hanya memberi tahuku untuk berjaga dan hanya bergerak bila kau dalam keadaan hidup dan mati."

Alex menggelengkan kepala, memahami kesulitan yang dialami Gerald. Dia sudah menduga pengaruh Illa sangat besar, baik untuk melindunginya maupun untuk menjaga kedamaian yang ada. Dia hanya tidak menyangka, tanpa keberadaan pria itu, keadaan berubah menjadi buruk secepat membalikkan telapak tangan. Baru satu jam sejak pamannya pergi dan penyerangan terbuka sudah terjadi dengan kekuatan penuh. Alex tidak yakin kalau yang menyergap mereka hanya dua belas orang seperti yang dia hitung sekilas. Gerald pasti sudah melumpuhkan beberapa di antara mereka. Lebih dari selusin orang diperintahkan menyergapnya begitu dia kehilangan perlindungan.

Ini lebih kacau dari perhitungannya semula.

Jebakannya masih terus beraksi, tapi Alex dapat merasakan kekuatannya melemah. Tidak lama lagi sisa penyerang mereka akan menerobos pintu.  Alex mengerang, bagaimana bisa dia menjelaskan ini pada penghuni apartemen. Belum lagi jika dia harus mengganti kerusakan yang terjadi.

"Mundur," perintahnya pada Gerald. Pemuda berkacamata itu langsung menurut dan melangkah menjauh dari pintu, di balik punggung Alex. Sebuah senyum tersungging di wajahnya seakan bisa membaca apa yang akan terjadi.

"Alex, kau ingat, kita berulang kali dalam posisi seperti ini," ucapnya, sebelum mengubah tekanan udara, membentuk bilah-bilah tajam yang siap membelah siapa pun yang menerobos pintu.

Alex ikut tersenyum tipis. Berbagai memori terlintas dalam benaknya, penyergapan di kastel Velbedt, ketika mereka menangkap seorang penyihir yang bereksperimen dengan batu abadi, atau saat mereka meringkus kelompok penyihir liar yang menolak menyembunyikan diri dari non magus. Sering kali keadaan memaksa mereka berdua terpisah dari grup lain dan menghadapi bahaya hanya berdua. Kehidupannya sebelum bekerja dua shift dan melukis, yang tampak begitu jauh di masa lalu, tapi kembali melekat dengan perasaan familiar. Alex sadar, selama ini dia tidak benar-benar lepas dari dirinya yang dulu.

"Yeah, senang bisa bekerja sama denganmu lagi, Partner."

"Semoga beberapa bulan ini tidak membuatmu berkarat."

"Harusnya aku yang berkata demikian." Alex menyunggingkan senyum miring. "Haken, Isla, tetap di belakangku. Di dunia ini kalian tidak memiliki kekuatan apa-apa. Jangan bertindak bodoh."

Haken mengangguk sambil memposisikan Isla di baliknya. Mata pemuda itu mengamati sekeliling sebelum dia mematahkan salah satu kaki kursi makan dan menggunakannya sebagai senjata.

[END] Dunia KeduaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang