Chapter 25

153 39 1
                                    

Belum pernah Haken mereasa waktu berjalan selambat ini. Bahkan ketika dia dihukum tidak boleh keluar rumah, karena merubuhkan totem di depan pondok pertemuan saat masih berumur sepuluh tahun. Dia berusaha beristirahat, tapi matanya tidak ingin terpejam. Mungkin karena dia sudah tidur seharian kemarin, mungkin juga karena gelisah.

Matahari bergerak naik ke atas kepala. Sengatan cahaya dan suhu udara yang naik membuat Haken merasa gerah. Makanan yang dibawakan oleh Isla sudah habis sementara keringat membasahi tubuh. Luka-lukanya tak lagi terasa sakit. Sepertinya obat dari Isla berkhasiat, lebih dari mantra-mantra dan air suci Shaman.

Haken terus berusaha istirahat, tapi tidak membawa hasil. Dia melihat bagaimana surya menggeser posisinya dari tengah langit ke arah barat. Rasa gelisah Haken meningkat seiring waktu. Belum ada tanda-tanda kedatangan Isla. Dia bertanya-tanya apakah gadis itu berhasil mendapatkan obatnya atau malah gagal dan tertangkap.

Satu-satunya hal yang patut disyukuri adalah Haken mendapatkan kekuatannya kembali setelah hampir dua hari penuh memulihkan tubuh. Dia menggerakkan tubuhnya ke arah sungai. Rasa sakit di bahu dan lengannya terasa tumpul. Haken tidak kesulitan untuk mengabaikannya hanya dengan kekuatan tekad. Sesekali dia meringis, tapi tidak sampai berhenti. Isla berkata dia harus mandi untuk membersihkan ramuan obat yang menempel di tubuhnya. Pemuda itu menurut. Rasa gerah membuat Haken makin ingin merasakan sejuknya air yang mengalir dan berkilau ditimpa sinar matahari yang melemah.

Memandangi aliran jernih itu membuat Haken merindukan Isla. Mata biru yang dalam dan lembut yang membuat Haken tersesat di dalamnya, gemerincing manik-manik yang saling beradu ketika gadis itu bergerak, desir gaunnya, suaranya, segalanya. Haken menghela napas dalam. Dia terdengar putus asa ingin bertemu Isla. Desakan dadanya nyaris tak tertahankan. Hanya dengan membasuh wajahnya dengan air, Haken baru mendapatkan kembali akal sehatnya. Bisakah seseorang memberikan dampak sedemikian besar pada orang lain?

Haken tidak tahu. Baru kali ini dia merasakannya.

Terdengar kecipak air ketika pemuda itu menenggelamkan setengah tubuhnya yang hanya memakai cawat. Sisa pakaiannya dia letakkan di bebatuan di pinggir sungai. Perlahan dia membasuh punggung dan tangannya, yang di luar dugaan tidak terasa perih. Obat yang menutupi lukanya langsung meluruh, menyisakan luka yang mulai mengering. Lapisan berwarna coklat menutupi lukanya. Hanya jika Haken menggerakkan tangannya berlebihan rasa sakit kembali datang.

Luar biasa. Pemuda itu kagum dengan kemampuan Isla menyembuhkan dirinya. Jika kemampuan ini bisa dibawa ke sukunya, tidak terbayang betapa besar kegunaan yang bisa dirasakan suku Haka. Jika Isla setuju menjadi istrinya ....

Haken menenggelamkan wajahnya ke air untuk membuat dirinya tersadar dari imajinasi yang mulai meliar di kepalanya. Pikirannya terlalu jauh. Masih banyak yang harus dia selesaikan. Masih ada Kohen yang harus dia sembuhkan.

Melihat lukanya lagi, Haken merasa setelah ini dia bisa kembali ke desanya atau kemungkinan terburuk, ke desa Isla untuk mengambil obat.

Bagus.

Ketika matahari berada di seperempat langit, Haken keluar dari sungai dan mengeringkan tubuh. Masih belum ada tanda-tanda kedatangan Isla. Waktu terus berjalan membesarkan kegelisahan Haken. Langit senja yang berwarna merah memberi tahu bahwa waktu Isla makin sedikit. Haken berpikiran untuk menyusul Isla, tapi ke mana? Dia tidak tahu lokasi desa Isla. 

Pemuda itu berjalan mondar-mandir di sekitar pohon tempat dia bersandar seharian. Dia mengambil buah-buahan yang menggantung tak jauh dari sana, berusaha memulihkan tenaga lebih lagi jika dia membutuhkannya untuk menolong Isla. Hutan Ta'ae memang berlimpah dengan makanan, sebagai berkah dewa kepada suku Haka, bahkan ketika Haken sedang jauh dari desanya sekali pun, anugerah itu tetap menyertainya.

[END] Dunia KeduaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang