Chapter 29

172 46 6
                                    

Illa dan Alex berjalan menuju dapur dan memutuskan berbicara di sana, mengambil jarak yang cukup agar tidak mengganggu Haken dan Isla. Selama perjalanan singkat itu, Alex berusaha menenangkan diri, tidak membiarkan emosi menguasai diri dan pikiran. Walau perasaan muak menggelegak dalam benaknya ketika menyadari Haken dan seluruh keegoisannya bukan hanya mimpi. Pemuda itu benar-benar mempertaruhkan sukunya demi seorang wanita.

Ketika Illa memberi kode agar merapat ke dekat tempat cuci piring, Alex yang sudah mengambil napas dalam beberapa kali, berhasil mendapatkan ketenangannya.

"Jadi, bagaimana menurutmu?" tanya Illa membuka pembicaraan.

Alex menatap ke arah pamannya, menuntut. "Aku rasa Paman yang harus menjelaskan apa yang terjadi. Mengapa tiba-tiba ada makhluk dari dimensi lain muncul dan kini sedang tidur di ruang tamuku. Aku kira semua ini hanya mimpi! Bagian dari bawah sadarku atau rasa bersalah, atau teori psikologis lainnya yang bisa membawaku mendapat terapi obat."

Illa tersenyum mendengar Alex mengeluarkan rasa frustrasinya. Setelah selesai, Illa terdiam sejenak. Dia menyusun kata-kata dalam benaknya. "Sihir dimensi, adalah sihir yang rumit." Dia akhirnya mulai berbicara, pandangannya menerawang, tampak sedang berusaha mengumpulkan informasi. "Sepanjang Airlann hidup, orang yang menguasainya tidak lebih dari jumlah jari di kedua tanganmu. Dua di antaranya berada di ruangan ini." Illa menunjuk Alex dan dirinya.

"Ini adalah anugerah yang diberikan Takdir hanya pada sedikit orang. Bahkan Airlann sendiri mendapatkannya setelah mengambil esensi sihirnya dari orang lain, orang yang mendapat berkah ini. Aku mendapat sihir ini dari Airlann. Aku dan Airlann bersumpah tidak akan mengajarkannya pada orang lain, karena sifat dari sihir ini yang berbahaya. Bila disalahgunakan, bisa mengubah keseimbangan dunia. Bukan hanya dunia ini, tapi juga dunia-dunia lain yang berada di luar kendali Takdir."

"Tapi kalian mengajarkannya padaku," sahut Alex.

Illa mengangguk. "Ya, tapi hanya sebagian. Bagian yang kau butuhkan untuk membangun pelindung dimensi supaya efek sihir tidak sampai mempengaruhi kondisi lingkungan. Kau akan membutuhkannya jika terjadi pertempuran sihir di tengah kota non magus, atau bila ada penyihir yang mau mencoba kekuatan sihirnya. Airlann biasa menggunakannya untuk itu. Kau tidak memiliki kemampuan untuk berpindah dimensi." Pria itu tersenyum.

Alex memandangi kedua tangannya, menyadari betapa besar kekuatan yang dia pegang, bahkan tanpa menguasai sihir dimensi secara utuh.

"Kau akan membutuhkan sihir itu untuk menjaga komunitas sihir. Lain cerita kalau nanti Takdir memutuskan untuk memberikan orang lain kekuatan itu. Dia pasti memiliki rencana jika itu terjadi," lanjut Illa mengambil air dingin dari kulkas dan meminumnya. "Intinya, banyak hal yang masih misterius tentang sihir ini. Namun, menurut dugaanku dan Airlann, alasan mengapa kau mengalami mimpi itu adalah karena kau orang yang mempunyai sihir dimensi dan paling dekat dengan sisa sihir dimensi lainnya."

"Sisa sihir dimensi?"

Illa mengangguk. "Ini masih dugaan, karena memang terlalu sedikit pengetahuan yang kita ketahui tentang sihir dimensi, terutama penggunaannya untuk melintas. Haken dan Isla kemari karena sisa sihir dimensi yang tertinggal ketika salah satu pelintas dimensi melakukan perjalanan."

"Siapa?" tanya Alex heran.

"Airlann."

Mata Alex terbelalak kaget. "Lady Bedelzve?"

"Ya. Sejak pertama kali kau mendapat mimpi dan kuceritakan padanya. Dia sudah dapat menduga apa yang terjadi, tapi memutuskan untuk melihat lebih lanjut karena seperti yang sudah kubilang, banyak hal yang masih belum diketahui tentang penggunaan sihir ini. Airlann pernah berkunjung ke dunia Haken dan Isla. Beratus-ratus tahun yang lalu, bahkan sebelum bertemu denganku. Dia melakukannya karena ingin mencoba sihir dimensi dan dia tidak bangga dengan itu."

[END] Dunia KeduaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang