Chapter 12

467 75 6
                                    

Mereka terdiam cukup lama sambil berpegangan pada kayu yang menyatukan mereka, hanyut pada pikiran masing-masing. Haken terus memutar otak, mencari cara agar dia bisa menyelamatkan sukunya dari wabah tanpa membahayakan Isla. Sementara itu, Isla sendiri bergumul dengan hatinya, apakah dia berani mengambil resiko untuk menolong Haken atau tidak. Gadis itu terdiam lama dan mengingat segala hal yang selama ini terjadi. Dia hanya seorang penduduk biasa. Hidupnya datar, kesehariannya hanya untuk bekerja, mengurus kebun obat. Kedua orang tuanya hilang di laut ketika dia berumur sepuluh tahun dan setelah itu, seorang tetua menjadikannya pengurus kebun obat. Dia sering melarikan diri ke hutan untuk mencari ketenangan, menikmati sunyi dan melepaskan topeng senyumnya. Sesekali dia berbicara ke arah danau seakan-akan air dapat menyampaikan ceritanya kepada kedua orang tua yang hilang. Sendirian, membosankan.

Hidupnya berubah ketika bertemu Haken. Setiap harinya dia memiliki alasan untuk bangun dan melewati waktu, untuk bertemu dengan pemuda itu di tempat rahasia. Isla tersenyum kecil, dia sudah mengambil keputusan.

"Haken ...."

"Jangan berkata lebih dari itu," potong pemuda itu seakan sudah mengetahui apa yang akan dikatakan Isla. "Aku tidak akan membiarkanmu dihukum oleh para tetua suku Shui." Dia menatap ke dalam mata Isla, teguh dan tak terbantahkan. Pemuda itu beringsut dan mengarahkan tubuhnya ke Isla, menekankan maksudnya. "Kita akan menemukan cara sebelum lusa, cara yang tidak akan membahayakanmu."

Isla terdiam. Pandangannya jatuh ke kayu yang digenggamnya.

"Ingat, kita akan ke Dunia Kedua setelah semua ini selesai." Seulas senyum muncul di wajah Haken, sebuah harapan. "Kita hanya perlu menemukan pintu ke dunia itu dan kita akan terbebas dari kutukan dua suku ini." Mata Haken melembut. "Kita akan bersama, selamanya."

Isla menyunggingkan senyum yang membuat wajahnya berbinar dan semakin cantik. Haken terkesiap dan dadanya kembali dipenuhi rasa hangat. Determinasi hidupnya kembali. Dia harus segera menyelesaikan masalah ini dan menemukan cara ke Dunia Kedua, untuk bersama dengan Isla.

Sebuah ide muncul di kepalanya. Ide gila tapi layak dicoba.

"Isla, bagaimana bila aku bertemu dengan tetua suku Shui."

Isla menahan napas. Ekspresinya membeku dalam keterkejutan.

"Aku bisa meminta mereka untuk memberikan tanaman obat itu," lanjut Haken sambil terus merenung. "Kau hanya perlu memberikan petunjuk kecil ke mana aku harus pergi menuju desamu. Dengan demikian, semuanya akan tampak seperti aku yang menemukan jalan ke sana, kau tidak akan dicurigai."

Gadis itu mengembuskan napasnya perlahan, tampak tidak yakin. "Aku ... tidak tahu. Kau ingat legenda tentang dunia ini?"

"Bahwa Api dan Air tidak boleh bersatu?" Haken tersenyum geli. "Itu hanya legenda lama, diturunkan dari generasi ke generasi. Aku bahkan tidak tahu kalau legenda itu benar-benar nyata sampai aku bertemu denganmu. Selama ini aku kira hanya suku Haka yang mendiami tempat ini."

Isla tersenyum lemah. "Di suku Shui, legenda itu dipegang teguh. Para Tetua selalu mengajarkan kami untuk berhati-hati dan tidak melangkah di hutan Ta'ae terlalu jauh. Mereka takut bila kami bertemu dengan kalian. Akan ada bencana besar yang terjadi bila itu terjadi."

"Itu hanya tahayul, buktinya, kita bertemu dan tidak ada bencana alam atau semacamnya."

"Di suku Shui, bencana tersebut melibatkan hukuman dewa." Isla menghela napas, mengalihkan pandangannya ke arah danau yang beriak pelan.

"Dewa yang datang dari Dunia Kedua?" tanya Haken. Dia pernah mendengar itu tapi sekali lagi, tidak benar-benar mengingatnya. Bagaimana pun, dia lebih suka berburu daripada mendengarkan dongeng.

[END] Dunia KeduaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang