Chapter 8

459 88 21
                                    

Alih-alih senang, Alex melihat Illa dengan tatapan kesal, sebelum membuang muka.

"Itu bukan sikap ketika bertemu dengan orang tua," tegur Illa seraya berjalan mendekati Alex. Dia melihat ke arah 'hasil karya' anak didiknya. "Menggunakan sihir waktu dan dimensi. Tidak buruk, tapi akan berbahaya bila kau bertemu dengan lawan yang lebih kuat dan kau tidak bisa set up sihirmu dengan baik."

"Seperti Paman?" dengkus Alex.

"Seperti aku," balas Illa sambil melengkungkan bibirnya ke bawah.

"Jujur aku belum bisa membayangkan strategi apa yang akan kupakai bila melawan Paman. Dalam setiap sparring, aku selalu kalah mengenaskan." Alex berdiri dan berjalan mendekati Illa. "Aku tidak ingin menimbulkan kerusakan yang lebih parah dari yang sudah mereka lakukan."

Illa mengangguk-angguk. "Penggunaan sihir elemen memang tidak terlalu efektif di tengah kota." Dia menepuk-nepuk tangannya dan paving yang rusak kembali terpasang sempurna. "Aku akan membawa mereka ke Dewan dan melaporkan masalah ini. Sepertinya pertemuan minggu depan akan seru."

"Mengapa Paman baru datang sekarang?" tanya Alex tidak terima.

"Supaya kau tidak manja," balas Illa sambil menyentuh si cepak yang membeku. Seketika tubuhnya kembali bergerak, pedang yang terayun menghantam tanah. Kebebasannya tidak berlangsung lama karena sedetik kemudian seluruh tubuhnya terikat tali berpendar berwarna putih. Dia mengumpat dalam bahasa Jerman dan Illa menambahkan bonus lakban sihir untuk membungkamnya.

"Kau harus belajar bertanggung jawab atas segala keputusanmu," lanjut Illa, melakukan hal yang sama pada penyerang satunya. "Aku sudah memperingatkanmu. Mereka datang untuk menyingkirkanmu sekali untuk selamanya. Tanpa dirimu, Dewan untuk pertama kalinya dalam lima ratus tahun harus memilih ketua dan banyak klan yang menginginkannya."

"Jika aku menunjukkan ketidaktertarikanku, mereka akan menyerah, 'kan?"

"Aku tidak yakin. Mereka tidak akan merasa aman sampai kau mati."

Alex mendesah tajam. "Mengapa aku tidak bisa hidup tenang?"

Illa tersenyum tipis. "Ada beberapa hal yang akan tetap melekat pada diri kita tanpa kita bisa memilih. Nama keluargamu adalah identitas yang kau bawa sampai mati."

"Aku tidak pernah meminta dilahirkan di keluarga Willoughby dan menjadi penerusnya." Alex kembali teringat pertengkarannya dengan Sienna tadi pagi. Dia benar-benar merasa muak dengan segala omong kosong ini.

"Kita tidak bisa memilih siapa yang melahirkan kita. Yang bisa kita lakukan adalah menerimanya. Jika kau memang ingin hidup seperti yang kau mau, perjuangkan itu. Kau akan selalu dikejar karena hak lahirmu."

Alex menatap Illa dengan tatapan tidak terima tapi pamannya itu membalasnya dengan santai.

"Kau pikir aku akan membiarkanmu bebas berkeliaran jika tidak yakin dengan kemampuanmu?" Pria itu tersenyum penuh percaya diri hingga Alex tidak bisa menahan dirinya untuk ikut menaikkan ujung bibir.

Hanya saja itu tidak berarti masalah keluarganya selesai. Klan Willoughby tetap menghadapi isu pemberontakan dari Dewan, jika Alex tidak kembali dan mengamankannya.

"Apa Paman dan Lady Bedelzve tidak bisa melakukan sesuatu?" balas Alex berusaha negoisasi. "Bukankah selama ini kalian yang menjaga Dewan tetap tunduk pada Pakta?"

Illa tidak menjawab. Dia memandang Alex dengan tatapan kasih yang sudah Alex lihat ribuan kali dalam hidupnya. Bahkan ayahnya pun tidak bisa memberikan tatapan setulus itu. Pandangan yang selalu bisa membuat hati Alex meleleh. Pamannya itu kemudian mengalihkan tatapannya pada kedua penyerang.

[END] Dunia KeduaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang