1. Pria Misterius

26.4K 2.8K 131
                                    


Sore itu langit keliatannya mendung di sertai angin kencang,tak lama kemudian hujan mulai turun sebentar lagi. Sementara itu, Acha masih saja duduk di bangku taman yang kini mulai sepi. Sesekali ia mengecek arloji di tangannya berharap yang di tunggu sedari tadi akan segera tiba.


"Cuma mendung kok. Belum tentu juga turun hujankan," ucap Acha pada dirinya berusaha tetap tenang.

"Dia lupa apa sengaja ya? Nggak bisa apa lihat kondisi cuaca sekarang lagi sering hujan." gumam Acha, matanya berputar ke seluruh penjuru taman. Hanya ada dua orang remaja perempuan yang duduk di atas ayunan. Tampaknya mereka masih duduk di bangku SMP.

"Telpon nggak ya? Nanti di kira gue nggak sabaran lagi. Tapi ini udah kelewat lama." Acha membatin.

Tak lama setelah itu hujan benar-benar turun dengan derasnya. Acha berlari ke salah satu pohon di taman itu. Pohon itu cukup rimbun daunnya.

"Guntur, gue udah lama nunggu nih. Nggak kasihan ya lihat gue udah basah kuyup kayak gini," gerutu Acha kesal. Ia lalu mengambil handphone di dalam tasnya dan menelepon Guntur.

"Maaf, nomor yang anda tuju sedang tidak aktif atau berada di luar jangkauan, cobalah beberapa saat lagi," ucap operator telepon dari seberang sana.

"Orang yang di tunggu nggak akan datang." Seorang pria berpakaian layaknya Dokter di rumah sakit tiba-tiba sudah berada di samping Acha.

"Mas ini siapa ya?" tanya Acha tampak heran. Seingatnya sedari tadi taman ini sudah sepi, penjaga danau di depannya pun sudah terlebih dahulu pulang sebelum hujan. Bukankah seorang dokter harusnya berada di rumah sakit untuk mengobati pasiennya? Ini malah di bawah pohon di pinggir danau hujan-hujanan pula.

"Kamu bisa lihat saya?" tanya Pria itu bersemangat. Ia membesarkan pandangannya.

Acha merasa mungkin Pria ini seorang Dokter dari rumah sakit jiwa yang sedang mencari pasien yang kabur. Entahlah kemungkinan sekecil apapun bisa saja terjadi di dunia ini.

"Semua yang punya mata juga bisa lihat, Mas," ujar Acha santai.

"Aku butuh bantuan kamu." Pria itu memohon pada Acha.

"Untuk apa minta bantuan saya?" tanpa menunggu jawaban pria itu, Acha segera bergegas pergi mencari taksi sambil berlari di bawah hujan.

Sesampainya di dalam taksi, ternyata pria itu sudah lebih dulu ada di dalam taksi yang di tumpangi Acha tersebut. Bagaimana mungkin itu terjadi, seingat Acha tadi Pria itu berada di belakangnya.

"Mas ngapain ngikutin saya? Saya ini mau pulang. Jangan macam-macam ya sama saya." ancam Acha menatap pria itu tajam, yang di tatap hanya santai saja sambil melipat kedua tangan di dada.

"Mbak lagi bicara sama siapa?" tanya supir taksi itu heran.

"Sama mas ini ...,"

"Nggak ada siapa-siapa mbak di dalam taksi ini selain mbak sama saya." supir taksi itu berusaha meyakinkan Acha.

Acha tampak heran, pria tadi benar-benar tak ada di sebelahnya duduk. Tapi kenapa bisa Hilang begitu saja.

"Dia manusia kan... Gue nggak mau berurusan sama makhluk lain selain manusia." ucap Acha dalam hati, ia teringat akan permohonan pria itu.

Taksi terus melaju melewati jalanan sore yang masih di guyur hujan deras, kendaraan yang melintas semakin lama semakin sepi. Sesekali Acha melihat ke luar jendela, berpikir keras. Selain tugas kuliah yang menumpuk untuk di kerjakan, beban perasaan juga ia tanggung. Sudah lama ia memendam perasaan dengan sahabatnya, Guntur Gumilang. Mereka sudah kenal sejak duduk di bangku kelas dua SMA. Hari ini mereka janji bertemu di taman, tapi lagi-lagi Guntur tak bisa menepati janjinya. Mungkin Acha yang terlalu berharap, tapi sikap dan perhatian Guntur selalu membuat Acha yakin jika sahabatnya itu juga punya perasaan yang sama terhadapnya. Tapi tak bisa di pungkiri bahwa Guntur adalah salah satu cowok populer di kampus, bisa saja ia kini sedang pergi dengan salah satu dari penggemarnya itu.

"Sudah sampai, Mbak," ujar Supir itu mengejutkan Acha dari lamunannya. Setelah membayar ongkos taksi Acha segera berlari ke rumahnya.

"Jadi rumah lo di sini." Pria itu muncul lagi, kini ia sudah berada di depan pintu rumah Acha. Belum sempat Acha mengeluarkan sepatah katapun pria itu langsung memberi isyarat dengan jari telunjuknya. Isyarat agar Acha tak berkata apapun tentang pria itu. Acha menurut saja. Sekarang Acha tahu Pria yang di depannya itu bukanlah manusia.

"Mama... Acha pulang,Ma. Bukain pintu." Acha mengetuk pintu beberapa kali. Tak lama kemudian Mamanya datang membukakan pintu.

"Kamu dari mana aja sih sayang?" tanya Mama Acha khawatir.

"Taman yang di dekat danau, Ma, " ujar Acha lalu bergegas ke kamarnya.

"Bi Inah..." panggil Mama Acha pada pembantunya yang sedang berada di dapur. Tak lama kemudian pembantunya datang.

"Buatin teh hangat untuk Acha ya, Bi" pinta Mama Acha pada Bi Inah.

"Iya, Nyonya." Bi Inah segera bergegas ke kembali ke dapur.

Setelah mandi dan merapikan kamarnya, Acha kembali hendak menelpon Guntur tapi ia urungkan niat itu. Tiba-tiba Pria tadi muncul lagi dan ia duduk di sofa yang ada di kamar Acha.

"Lo punya banyak boneka ya. Oh iya tadi gue udah keliling rumah ...,"

"Jangan ganggu gue! " seru Acha lalu berjalan mendekati Pria itu.

"Kok gue jadi takut ya." Pria itu berusaha menjahui Acha.

"Seharusnya gue yang takut, Mas itu bukan manusia kan. Tolong kembali ke alamnya. Dan jangan ikuti gue terus," ucap Acha sambil terus berusaha menahan rasa takutnya berhadapan dengan Pria itu. Meski begitu tak bisa di pungkiri, masih tampak sisa-sisa ketampanan pria itu semasa hidupnya. Meski kini wajah tampan itu tampak pucat dan dingin.

"Karena gue nggak bisa pulang makanya gue minta lu bantuin gue, itu aja kok. Kalau lu mau gue bantu balik, sebisa mungkin gue bantu." jelas Pria itu.

"Bantu apa? Udah deh gue mau tidur, jangan bikin gue takut gitu. Sana pergi... Pergi..." pinta Acha terus mendesak Pria itu. Akhirnya Pria itu menghilang dari kamar Acha.

"Bantuin sesama manusia aja susah apalagi bantuin hantu, bantu apa? Nemenin dia di alamnya? Idih ogah." Acha bergidik ngeri.

"Sekarang dia malah ngomong pakai lo-gue segala. Masa muda dokter ini kurang seru kayaknya." Acha membatin.

"Gue bakal ngikutin lu terus." Pria itu muncul di hadapan Acha dengan tatapan tajam, tampak mengancam. Sesaat kemudian dia menghilang.

"Kayaknya gue perlu tidur deh. Kali aja pas bangun ternyata semua ini cuma mimpi." Acha menutup kedua telinganya dengan tangan, Ia segera merebahkan tubuhnya ke kasurnya dan mengambil selimut, berusaha agar ia cepat tertidur malam ini. Ingin sekali ini hanya mimpi.

 Ingin sekali ini hanya mimpi

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
Mencari JasadTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang