Kini Acha dan Guntur tiba di depan sebuah rumah yang cukup mewah, berdasarkan keterangan pihak rumah sakit rumah ini adalah rumah pasien bernama Riyan Darmawan yang Acha cari.
Tampak ada sebuah kolam ikan kecil yang sudah lama tak di gunakan karena airnya sudah mengering dan tak ada ikan di dalamnya. Meski rumah ini mewah tapi tampak sedikit kurang terawat. Meski begitu masih terlihat bahwa rumah itu masih di huni, pintu depan rumah terbuka dan nampak beberapa pasang sendal dan sepatu berjajar di rak sepatu di samping pintu.
Tokk... Tokk...
"Assalamualaikum.... Permisi...."
"Assalamualaikum... "
"Waalaikumsalam... " seorang bapak-bapak berumur sekitar lima puluh tahunan datang dan menyambut kehadiran Acha dan Guntur.
"Mau cari siapa ya, Nak?"
"Ini benar rumahnya Dokter Riyan... Eh maksud saya Riyan Darmawan, Pak."
"Mas Riyan itu memang anak yang punya rumah ini, Nak. Tapi karena beliau sempat hilang dan di nyatakan meninggal keluarganya tak pernah lagi tinggal di rumah ini. Kemarin Bapak dapat telpon dari Ibu yang punya rumah kalau Mas Riyan sudah kembali, tapi mereka tetap tidak tinggal di sini, Nak."
"Terus mereka kemana, Pak?" tanya Guntur.
"Kedua orang tuanya memutuskan untuk membawa mas Riyan untuk melanjutkan pengobatan ke Singapura. Setelah mengalami koma bertahun-tahun dan kini sadar tubuh mas riyan mengalami kelumpuhan. Tapi dokter bilang masih ada kesempatan untuk sembuh sehingga keluarganya memutuskan untuk membawa mas Riyan berobat ke singapura. Bapak sendiri bekerja sebagai penjaga rumah ini saja, Nak."
"Kalau begitu terimakasih ya, Pak."
"Iya, Nak."
Tubuh Acha terasa lemas, tanpa sadar air matanya mengalir begitu saja. Semua perjuangannya untuk dokter Riyan terasa sia-sia karena perpisahannya terasa sangat menyakitkan. Tanpa ada kata manis apalagi senyum perpisahan.
"Duduk dulu, Cha." Guntur menuntun Acha untuk duduk di sebuah kursi yang ada di teras rumah tersebut. Bapak pemilik rumah tadi sudah masuk kembali ke dalam rumah.
"Guntur." suara Acha terdengar serak akibat menangis.
"Iya, Acha. Udah dong nangisnya. Lagian dokter Riyan kan.... "
"Gue suka sama dokter Riyan, Tur. Gue senang ternyata dia masih hidup. Tapi kenapa gue nggak bisa ketemu walau sebentar dengan dia dalam wujud manusianya." tangis Acha semakin menjadi-jadi.
"Dokter Riyan pasti balik ke Indonesia kalau dia udah sembuh."
"Kalau.... "
"Kenapa sih Lo segitunya? Memangnya dokter Riyan yang selama ini Lo kenal sebagai roh gentayangan itu bilang dia suka sama Lo? Lo yakin dia masih ingat sama Lo setelah dia kembali ke tubuhnya?"
"Lo marah, Tur?"
"Nggak." jawab Guntur, ia sebenarnya sangat cemburu melihat sahabatnya itu lebih menyukai lelaki lain. Terlebih lelaki yang Acha sukai hanya sosok roh yang menyadari keberadaan tubuhnya. Tidak ada jaminan pasti jika dokter bernama Riyan Darmawan itu akan mengingat Acha setelah kembali ke dalam tubuh manusianya.
"Antarin gue pulang sekarang, Tur." pinta Acha, meski ia kesal karena Guntur yang malah terkesan marah-marah pada dirinya yang sedang sedih tapi Acha bukanlah gadis yang mau kabur pulang sendiri. Ia tetap meminta Guntur untuk mengantarnya pulang.
"Cha."
"Kita pulang sekarang, Guntur!"
"Iya, Acha iya."
Guntur menurut saja pada permintaan Acha. Ia lebih memilih mengalah daripada keributan antara mereka semakin lama dan Acha membenci dirinya.
Hari ini Guntur memilih membawa mobil, lebih tepatnya mobil barunya. Guntur yang selama ini menolak membawa mobil karena lebih menyukai motor akhirnya mau juga menggunakan mobil setelah melihat Alvin yang sering gonta-ganti mobil ketika pergi bersama Acha.
Jarak rumah dokter Riyan dan rumah Acha yang baru lumayan jauh, bisa di katakan ujung ke ujung. Perjalanan dengan mobil menghabiskan waktu tiga puluh menit. Sepanjang perjalanan hanya hening yang terasa memenuhi mobil Guntur.
Acha tak mengajak Guntu bicara dan terus menangis sementara Guntur tak berani mengajak Acha berbicara. Hingga tanpa Guntur sadari sahabatnya itu tertidur.
"Yah... Hujan... " keluh Guntur, masih ada sisa perjalanan sepuluh menit lagi ke rumah Acha dan kini hujan turun sangat deras.
"Bisa-bisanya setelah marah dan nangis lo malah tidur ya, Cha." Guntur tertawa kecil.
Mobil Pajero sport berwarna putih itu akhirnya tiba di depan rumah Acha, lebih tepatnya Rumah baru Acha setelah pindah dari rumah lama Bima dulu.
Guntur membunyikan klakson mobilnya beberapa kali dengan tujuan agar Acha bangun dari tidurnya. Benar saja, sahabat sekaligus perempuan yang Guntur sukai itu bangun.
"Berisik, Guntur Gumilang!"
"Makanya bangun, ini kita udah sampai nyonya Acha."
"Nyonya... nyonyi... nyonya... Nyebelin banget sih. Payung mana payung!" pinta Acha sedikit manja.
Guntur terdiam untuk beberapa saat, ia merasa ada yang aneh dengan sahabatnya itu. Sikap Acha kembali seperti dulu, saat Acha belum bisa melihat makhluk halus apalagi dokter Riyan.
"Lo nggak marah lagi sama gue?" tanya Guntur memastikan.
"Apa? Gue? Gue masih marahlah sama lo."
"Tapi barusan... "
"Ehh... kok gue berasa jadi orang bingung gini ya?"
"Sejak kapak lo sering kayak gini, Cha?"
"Ingatan gue, Tur! Ingatan gue tentang.... " Acha berpikir keras, ia tahu hendak menyebut nama seseorang tapi sulit sekali mengingat nama orang tersebut.
"Dokter Riyan." sambung Guntur.
"Iya, Dokter Riyan. Gue kenapa ya, Tur?" tanya Acha terlihat panik dengan ingatannya sendiri.
"Mungkin itu efek dari mulai hilangnya penglihatan lo sama makhluk gaib, lo kan bisa lihat makhluk gaib karena lo incaran mbak Rahayu untuk membalas dendamnya pada mas Bima dan Mirna."
"Iya pasti karena itu. Gimana dong, Tur. Plis bantu gue tetap ingat sama dokter Riyan dan semua kenangan selama ini."
"Gue harus apa, Cha? Gue juga nggak tahu apa-apa tentang ingatan lo."
•••••
Dokter Riyan Darmawan yang dulu baru berada di tahun pertama resmi menjadi dokter spesialis jantung itu kini harus berada di salah satu rumah sakit di Singapura. Untuk pemulihan setelah sadar dari komanya.
Sebelum koma panjang lima tahun lalu, tepatnya sebelum dokter Riyan di tusuk dengan pisau oleh temannya, Mirna. Ia sempat beberapa di lempari dengan benda-benda keras di dalam rumah oleh Bima seperti vas bunga keramik salah satunya. Salah satu puing pecahan itu masuk kepala dan tertancam cukup dalam. Hal itu menyebabkan kerusakan pada bagian otak, sehingga dokter Riyan mengalami koma.
Koma panjang selama lima tahun itu telah membuat dokter Riyan mengalami kelumpuhan ringan dan gangguan pada ingatannya. Hal terakhir yang di ingatnya hanyalah ketika ia datang ke rumah sakit Mulia untuk bekerja sebagai dokter baru. Ia tak mengingat bagaimana kejadian yang menyebabkan dirinya terluka hingga mengalami koma.
KAMU SEDANG MEMBACA
Mencari Jasad
HorrorAcha Putriasya, seorang mahasiswi yang selalu berusaha merebut hati Guntur sahabatnya. Semula hidupnya baik-baik saja sebelum sebuah kecelakaan mengakibatkan ia mulai bisa mendengar dan melihat makhluk supranatural. Hingga akhirnya dia harus berurus...