21. Kedatangan Rahayu

9.5K 1.5K 65
                                    

Acha dan Alvin kemudian balik lagi ke dalam rumah sakit.

"Lo tahu apa, Cha?" tanya Alvin pada Acha saat mereka sudah duduk di bangku taman rumah sakit. Acha memang ingin berbicara dengan Alvin dulu sebelum masuk kembali ke ruangan Papanya di rawat.

"Gue nggak tahu, Vin. Tapi gue merasa sekarang gue dalam masalah besar. Orang yang masih tersisa dalam kisah itu ada Bima dan Mirna. Menurut kisah Bima dan hasil pemikiran gue, Mereka berdua sedang di incar oleh Rahayu dan gue yakin yang bunuh dokter alan itu adalah Mirna."

"Jadi gimana kedepannya?" tanya Alvin.

"Besok gue harus ke rumah Mbak Mirna."

"Apa? Lo gila? Gue aja seram lihat dia. Dia itu kayaknya sama dengan Bima. Sama-sama orang yang diam-diam seorang pembunuh."

"Justru itu gue yakin semua dugaan gue sekarang mulai menemukan titik terang."

"Tapi tetap aja gue nggak setuju lo kerumah dia, lo lupa kalau dia ngaku rumah itu bukan rumah dia?" Alvin teringat saat ia dan Acha sampai di depan rumah Mirna.

"Dia pasti nyembunyiin sesuatu di rumah itu makanya dia nggak mau kita ke dalam rumahnya."

"Tapi besok gue ada acara sama teman-teman gue, Cha. Gue nggak bisa nemanin lo besok, gimana dong?"

"Yaudah besoknya lagi."

"Oke, pokoknya lo nggak boleh ke sana sendiri. Lo harus bareng gue."

Alvin sendiri merasa Acha memang akan dalam bahaya jika ia berani ke rumah Mirna sendiri.

****

Papa akhirnya sudah bisa di bawa pulang setelah luka-lukanya di obati semua dan kini mereka baru pulang dari rumah sakit.

"Ma, Acha langsung istirahat ke kamar ya. Acha capek banget nih, Ma."

"Iya, Cha," ujar Mama yang sedang duduk bersama Papa di ruang keluarga.

Acha segera menuju kamar tamu yang kini ia gunakan menjadi kamarnya. Walau bagaimanapun Acha tidak mau memakai kamar atas karena itu adalah kamar Bima dulu dan di sana akan selamanya menjadi tempat Rahayu. Acha sendiri sudah membujuk kedua orangtuanya agar segera pindah dari rumah ini. Mama juga setuju karena ia juga tak nyaman di rumah ini.

Acha merebahkan tubuhnya di kasur. Kini banyak sekali pertanyaan demi pertanyaan melintas di kepalanya. Apakah ia akan berpisah dengan roh dokter Riyan saat jasad dokter itu telah di temukan? Apa semuanya akan berakhir lebih buruk dari itu? Acha terus memikirkan semuanya.

"Acha," tiba-tiba roh dokter Riyan muncul.

"Dokter." Acha menoleh ke samping, roh dokter Riyan sedang duduk di sampingnya. Acha kemudian bangkit dari posisi tidurannya.

"Kemana aja tadi, Dok. Kenapa tiba-tiba menghilang?"

"Gue mungkin bentar lagi nggak bisa ngelihat lo, Cha."

"Dokter nggak boleh pergi, Acha kan kesepian nanti."

"Kok cengeng gitu sekarang, Cha? Lupa ya dengan apa yang pernah gue bilang saat pertama kita ketemu?"

"Acha ingat kok semuanya tapi.... " Acha tidak berani melanjutkan ucapannya.

"Gue akan pergi setelah jasad gue di kuburkan dengan layak."

"Tapi.... " Acha masih bingung harus berkata apa. Ia tidak mungkin bilang kalau dia suka dengan roh gentayangan itu.

"Saat misteri kematian gue mulai terkuak satu persatu akan menyebabkan lo susah melihat gue,"

Acha diam saja, ia tahu tahu harus berkata apa.

"Hantu nggak tidur?"

"Bisa diam nggak?" tanya roh dokter itu balik.

"Oke, Acha tidur nih." Acha kemudian merebahkan tubuhnya ke kasur dan mengambil selimut untuk tidur. Sebelum ia memejamkan mata di lihatnya sekali lagi roh dokter Riyan yang sedang duduk di meja belajar, dokter itu menatapnya balik.

****

Bima terbangun dari tidurnya, di lihatnya jam di dinding kamar rumah sakit itu sudah pukul sebelas lewat empat puluh menit malam.

"Bima," ujar seorang perempuan lirih, Bima mengenali suara perempuan itu.

"Ayu?" di lihatnya sekiling ruangan tidak ada siapa-siapa.

Tiba-tiba terdengar sesuatu terjatuh di halaman rumah sakit, buru-buru Bima menuju jendela. Taman rumah sakit ada di bawah.

"Apa yang jatuh ya?" Bima membatin.

"Kamu jahat, Bim," lagi-lagi suara itu terdengar jelas oleh Bima. Ia merasa suara itu datang dari luar kamarnya.

Bima kemudian mencoba keluar dari kamarnya. Tiba-tiba seorang perempuan yang mirip dengan Mirna berdiri tidak jauh dari Bima.

"Mirna? Bukannya tadi itu suara Ayu?" tanya Bima dalam hati.

"Gimana kabar kamu, Mas?" tanya perempuan yang mirip Mirna itu. Anehnya pakaiannya serba putih.

"Kok kamu ada di sini, Mir? Sudah malam mana bisa masuk ke rumah sakit jiwa ini."

"Bisa, Mas. Tadi aku minta tolong sama petugasnya katanya boleh ketemu sebentar." entah mengapa suaranya sekarang sama persis seperti Mirna yang di kenal oleh Bima.

"Mana petugasnya?" Bima mencoba melihat ke kiri dan ke kanan. Di lihatnya ruangan itu sepi sekali, hanya dia dan Mirna.

"Aku tahu kalau mas sudah sembuh. Ada yang ingin ku katakan padamu, Mas."

"Tapi nanti mereka dengar, Mir."

"Makanya Mas ikut aku." Mirna kemudian membalikkan tubuhnya dan berjalan menuju tangga yang ke lantai tiga.

Tanpa curiga lagi Bima terus mengikuti Mirna.

Hingga sampailah mereka di atap rumah sakit. Di bagian ujung ada beberapa tangki air.

"Bima," Mirna berjalan menuju pinggir atap rumah sakit.

"Mir, kamu jangan berdiri di situ." Bima mencoba mendekati Mirna untuk mencegahnya.

"KENAPA MEMANG KALAU AKU BERDIRI DI SINI BIMA?" suara Mirna berubah. Suara itu.... Suara Rahayu.

Wajah Mirna kini berubah menjadi Wajah Rahayu dengan senyumnya yang menakutkan.

"AYU?" Bima sangat terkejut dengan apa yang di lihatnya.

"Kamu kaget? Iya ini aku Ayu. Perempuan yang kau kenal lima tahun lalu." Rahayu semakin mendekat ke arah Bima. Tepat di belakang Bima terlihat ujung atap itu. Semakin ia mundur kesempatan terjatuhnya semakin besar.

"Maafkan aku, Yu. Aku menyesali semua perbuatanku dulu." Bima memohon kepada Ayu.

"Bagaimana caraku memaafkanmu, Bim?" Rahayu semakin dekat, di tangannya ada sebuah pisau.

"Pisau itu?" Bima memperhatikan pisau di tangan Rahayu.

"Ini pisau yang kau gunakan saat mencoba membunuhku." Rahayu semakin melebarkan senyumnya.

"Aku mohon, Yu. Aku akan melakukan apa saja agar kau memaafkanku."

"Terlambat untuk minta maaf, Bim."

Kini Bima hanya butuh dua langkah mundur lagi untuk terjatuh dari ketinggian gedung tiga lantai itu.

"Lalu apa yang harus ku lakukan, Yu?"

"IKUTLAH BERSAMAKU, BIM," selesai berujar begitu Rahayu segera menusuk perut Bima dengan pisau, pria itu mengerang kesakitan dan di saat bersamaan tubuhnya jatuh ke belakang. Jatuh dari ketinggian tiga lantai dan tewas seketika.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.

Jadi sesuatu yang jatuh di lihat Bima saat bangun tidur tadi apa ya?

Jangan lupa untuk terus VOTE dan KOMEN ya!

Mencari JasadTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang