Papa Acha terbaring lemah di tempat tidur. Tangan sebelah kirinya di perban karena mengalami luka-luka akibat pecahan kaca mobil. Setelah mengetahui dari Mama ternyata Papa berusaha menghindari seorang perempuan yang sedang menyebrang. Akibatnya Papa menabrak pohon yang ada di pinggir jalan.
"Terus perempuan yang hampir Papa tabrak itu gimana, Pa?" tanya Acha penasaran.
"Papa nggak tahu, menurut warga yang melihat kejadian katanya Papa sendiri yang sengaja menabrak pohon. Tapi Papa lihat jelas kok ada perempuan yang nyebrang dan dia bawa pisau."
"Pisau?" Acha terkejut sekali mendengarnya. Apakah perempuan yang di maksud Papa itu adalah Rahayu?
"Tapi kan ini masih siang, Pa," ujar Acha.
"Tempat yang om lewati itu emang angker katanya, Om." Alvin ikut bicara.
"Kok kamu tahu?" tanya Papa pada Alvin.
"Teman saya pernah malam-malam kecelakaan di sana, katanya ada penampakan. Tapi kalau siang saya nggak tahu, Om."
"Wah Om harus hati-hati ya kalau lewat sana lagi," ujar Papa pada dirinya sendiri.
"Oh iya, Cha, Papa seperti pernah lihat dia, Cha. Dia perempuan yang sering melempar kerikil di depan rumah lama kita."
Acha tidak mengerti permainan apa yang sekarang sedang di jalaninnya. Perempuan itu sebenarnya ingin meminta tolong kepadanya atau ingin melukai keluarganya saja. Kemanapun keluarganya pergi pasti berakhir dengan di hantui oleh Rahayu.
"Papa istirahat aja dulu ya. Oh iya, Ma, aku permisi bentar ya." Acha jadi ingin ke rumah orangtua Rahayu yang ada di belakang rumaj sakit ini.
"Lho kamu mau kemana?"
"Bentar aja, Ma."
"Yaudah tapi cepat balik sini ya."
"Iya, Ma. Acha keluar sebentar, Pa." Acha kemudian menyalami tangan kedua orangtuanya dan diikuti oleh Alvin juga.
"Cha, tunggu." Alvin segera menyusul Acha yang tampak buru-buru.
****
Acha sudah mencari sekeliling rumah sakit tapi ia tidak melihat ayahnya Rahayu, Pak Kusno. Ia kemudian memutuskan untuk segera ke rumah mereka saja.
Ini adalah kali kedua Acha ke rumah Pak Kusno.
"Assalamualaikum...." Acha mengetuk pintu rumah itu beberapa kali.
"Ini rumah siapa, Cha?" tanya Alvin yang kebingungan.
"Rumahnya Rahayu."
"Bukannya dia udah meninggal?" Alvin ingat kalau nama Rahayu adalah nama yang ada dalam cerita Bima saat di rumah sakit tadi.
"Terus lo kira dia nggak punya keluarga? Ini rumah kedua orangtuanya lah."
"Santai aja ngomongnya, Cha." lama-lama Alvin kesal juga dengan tingkah perempuan di hadapannya ini.
"Waalaikumsalam...." istri Pak Kusno membukakan pintu.
"Kamu lagi! Ada apa kamu ke sini?" tanya perempuan paruh baya itu tak suka.
"Boleh saya bicara sebentar, Bu?" tanya Acha berusaha sesopan mungkin.
"Sudahlah, ayo masuk." tampak sekali ibu itu terpaksa menerima kehadiran Acha dan Alvin.
Mereka akhirnya masuk dan duduk di ruang tamu yang sederhana itu. Sementara si ibu pergi ke dapur untuk mengambilkan minum.
"Kenapa sih lo mau ngelakuin semua ini?" Alvin akhirnya mengeluarkan pertanyaan terbesar di kepalanya mengenai Acha.
"Gue juga nggak mau, Vin tapi karena keluarga gue juga ikut di ganggu makanya gue harus cepat menyelesaikan masalah ini."
"Tapi kok lo di bawa-bawa padahal lo nggak kenal mereka sebelumnya." mereka yang di maksud Alvin adalah Bima.
"Mungkin karena gue temanan sama Guntur, dia kan adiknya Bima. Lo pernah dengar nggak kalau seseorang yang membalas dendam itu nggak harus sama musuhnya langsung, bisa juga lewat saudara musuhnya." jelas Acha, ia jadi ingat cerita orang-orang tentang ilmu hitam, jika sasarannya kuat maka ia harus membalasnya lewat saudara atau anaknya lawan yang lemah.
Bu Kusno datang sambil membawa dua gelas teh manis panas, ia kemudian duduk di depan kedua anak muda itu.
"Bapak mana, Bu?" tanya Acha yang sedari tadi tidak melihat Pak Kusno.
"Suami saya sudah meninggal empat hari yang lalu."
"Innalillahi wa innailahi roji'un.... " ujar Acha dan Alvin bersamaan.
"Bapak sakit, Bu?" tanya Acha lagi.
"Semua ini karena kamu! "
"Kenapa dengan saya, Bu?" Acha semakin heran dengan sikap ibu ini, kenapa wanita ini sejak awal sangat benci dengannya.
"Semenjak kamu datang tiga minggu lalu untuk menanyakan Rahayu, suami saya sering teringat Rahayu lagi. Dia sering melihat anak kami itu di dalam rumah. Penyakit jantungnya kemudian semakin parah hingga ia harus meninggal dunia."
Acha dan Alvin diam saja, mereka bingung harus berkata apa.
"Maafkan saya, Bu." Acha tertunduk.
"Bu, bolehkah kami mengetahui sedikit tentang Mbak Rahayu." Alvin memberanikan diri bertanya.
"Sebenarnya saya tidak mau membuka kisah masalalu ini lagi tapi saya sudah semakin tua. Saya juga takut jika hanya saya yang membawa kisah ini sendiri." Bu Kusno mulai menceritakan tentang anak satu-satunya, Rahayu.
"Dulu anak saya adalah seorang petugas administrasi di rumah sakit di depan ini. Dari sekian banyak dokter yang bekerja di sana ternyata ada seorang dokter yang di cintai anak saya." Bu Kusno mulai menangis.
"Kalau ibu tidak bisa melanjutkan cerita ya sudah tidak apa-apa, Bu," Acha mencoba memaklumi.
"Dokter itu bernama Bima, dia ternyata bukan dokter bedah biasa. Dia seorang psikopat. Dia membunuh anak saya yang saat itu meminta di nikahi. Saya tidak tahu apa yang terjadi pada Dokter itu setelahnya tapi yang saya tahu anak saya tidak akan pernah tenang di alam sana sebelum Dokter Bima juga ikut bersamanya. Hanya satu yang di inginkan Ayu, dia ingin Bima. Hutang nyawa harus di bayar nyawa." Bu Kusno menghentikan ceritanya.
"Sebaiknya kalian ikut saya." ajak Bu Kusno sembari berjalan menuju halaman belakang rumahnya. Alvin dan Acha mengikuti.
Bu Kusno lalu membawa mereka ke sebuah makan yang terletak tidak jauh dari rumah mereka.Lokasinya memang terpencil dan di sekililingnya banyak tanaman liar tumbuh.
"Ini lahan kosong milik keluarga yang memang tidak pernah terpakai, kami sengaja menguburkan Ayu di sini agar bisa terus melihatnya." Bu Kusno terus menatapi makan anaknya itu.
"Acha," ujar seorang perempuan lirih. Acha menoleh ke samping kirinya. Rahayu!
Perempuan itu tidak seperti sebelumnya, kali ini ia menampakkan wajahnya.
Acha diam saja.
"Pergilah ke rumah Mirna untuk membalaskan dendamku, setelah itu semua kekacauan ini akan berakhir," ujar Ayu sesaat sebelum ia menghilang lagi. Acha bisa melihat bahwa wanita itu dulu sangatlah cantik.
"Cha, kok bengong sih?" Alvin menepuk pundak Acha.
"Eh iya, Vin." Acha cengengesan.
"Saya mengerti sekarang, Bu. Kalau begitu kami pamit dulu ya, Bu." Acha menyalami tangan Bu Kusno.
"Bukannya kamu masih ingin penjelasan dari saya?" tanya Bu Kusno bingung.
"Tidak apa-apa, Bu. Sekarang saya tahu apa yang harus saya lakukan."
Acha dan Alvin pun pamit meninggalkan Bu Kusno yang masih terus berada di makam anaknya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Mencari Jasad
HorrorAcha Putriasya, seorang mahasiswi yang selalu berusaha merebut hati Guntur sahabatnya. Semula hidupnya baik-baik saja sebelum sebuah kecelakaan mengakibatkan ia mulai bisa mendengar dan melihat makhluk supranatural. Hingga akhirnya dia harus berurus...