19. Bima Menyesal

9.4K 1.4K 44
                                    

"Mbak Ayu nggak ke sini, Yan." dalih Bima.

Tapi melihat cara bicara Bima yang grogi membuat kedua dokter baru itu tak percaya.

Tiba-tiba terdengar pintu kamar atas di buka.

"Itu di atas siapa, Mas?" tanya Mirna penasaran.

"Mungkin Pak Kardi." tepat saat itu Pak Kardi datang dari pintu belakang sambil membawa cangkul.

"Sepertinya ada yang Mas Bima sembunyikan?" tanya Mirna penuh selidik.

"Mas Bima, bapak sudah bereskan halaman belakang. Apa boleh bapak pulang cepat hari ini? Anak bapak sedang sakit."

"Iya gapapa, Pak." setelah mendapat izin Pak Kardi segera keluar rumah.

"Bima! " terdengar teriakan Rahayu dari tangga paling atas, dengan menahan rasa sakitnya perempuan itu berusaha menuruni anak tangga.

"Mbak Ayu?" buru-buru Riyan menghampiri Rahayu yang pundaknya bersimbah darah.

"Mir, tolong bantuin aku." bisik Bima pada Mirna. Perempuan yang mencintai Bima itu siap membantu Bima dengan harapan Bima akan menjadi miliknya.

"Tapi Mas Bima janji ya bakal sama aku." balasnya selagi Riyan membantu Rahayu.

"Iya, Mir."

Mirna segera mengambil pisau yang tadi di simpan Bima di belakang bajunya. Saat itu Riyan dan Rahayu tidak melihatnya.

"Riyan!! " teriakan Ayu tidak menghalangi tindakan Mirna. Ia segera mendekati Riyan dan menusuk perut Riyan dengan pisau. Baju kedokterannya itu mulai di basahi darah.

"Apa yang kamu lakukan, Mir?" Riyan menahan sakit di perutnya.

"Kalian berdua biadab!" teriak Ayu tepat setelahnya sebuah balok kayu di pukulkan keras ke tubuh Ayu oleh Bima. Perempuan itu jatuh pingsan.

Sementara Riyan mencoba bangkit dan melayangkan pukulan pada Bima.

"Mas itu dokter, penyelamat untuk orang-orang bukan malah jadi pembunuh seperti ini, Mas. Kamu juga, Mir. Kamu mau bantu dia dan membunuh saya? Iya?"

Riyan segera melakukan perlawanan, di ambilnya pas bunga yang ada di dekatnya dan di lemparkannya pada Bima.

"Kamu jangan main-main dengan saya, Riyan."

"CUKUP MAS!" Acha tak sanggup lagi mendengar kisah masalalu Bima.

"Bukannya lo pengen tahu ya, Cha." Alvin tampak bingung dengan sikap Acha.

"Kita pulang aja, Vin." rengek Acha.

"Kenapa sih, Lo?"

"Kamu harus tahu kisah ini, Cha. Saya sudah tidak sanggup lagi menyimpan cerita ini sendiri sebelum saya pergi."

"Aku belum siap mendengar bagian Riyan. Biarlah saat ini Mas Bima tidak usah lanjutkan ceritanya."

"Kami harus pulang, Mas,"

Acha segera meninggalkan Bima dan berlari keluar rumah sakit jiwa itu.

Alvin yang masih berada di dekat Bima segera memanggil petugas bahwa ia sudah selesai bicara dengan Bima. Bima pun kembali bertingkah seperti orang gila yang tidak suka di tarik petugas.

Alvin lalu menyusul Acha ke parkiran.

"Cha, lo apa-apaan sih? Kita jauh-jauh kesini untuk mengetahui jasad riyan yang lo carikan? Bima udah sembuh dan udah cerita tapi kenapa lo malah nggak mau dengar kisahnya sampai habis?"

"Vin, sejak awal Bima mulai membuka kisah masalalunya gue udah nggak lihat rohnya Dokter Riyan lagi di sekitar gue.... " Acha mulai menangis.

"Kita cerita di dalam mobil aja ya." Alvin segera membawa Acha masuk ke dalam mobilnya. Acha mengikut saja.

"Sekarang lo kasih tahu alasan jelasnya kenapa lo nggak mau lanjutin dengar kisah Bima?" tanya Alvin.

"Sebulan yang lalu saat gue mulai di ikuti sama roh gentayangan itu, dia bilang belum bisa pulang kalau jasadnya belum ketemu. Tapi seiring berjalannya waktu gue malah jatuh cinta sama dia, Vin."

"Lo jatuh cinta sama roh gentayangan?" Alvin tak percaya dengan apa yang di dengarnya. Mana mungkin manusia bisa jatuh cinta dengan makhluk lain seperti itu.

"Gue nggak tahu namanya apa tapi yang jelas gue belum siap kalau gue nggak ngelihat Dokter Riyan lagi."

Alvin segera mengambil tissue yang ada di mobil dan memberikannya pada Acha.

Tiba-tiba handphone Acha bergetar, sebuah panggilan masuk dari Mama.

"Mama nelpon, bentar ya, Vin,"

"Halo, Ma."

"Cha, Papa kamu kecelakaan dan sekarang sudah ada di rumah sakit. Kamu segera ke sini ya sekarang."

"Kok Papa bisa kecelakaan, Ma?"

"Nanti Mama jelasin, kamu cepat ke sini sekarang."

"Iya, Ma." telepon lalu berakhir.

"Kenapa, Cha?" tanya Alvin.

"Papa gue masuk rumah sakit, antarin gue ya." pinta Acha sambil mengelap sisa air matanya dengan tissue.

"Iya, Cha."

Mobil Alvin segera keluar dari rumah sakit jiwa, entah kenapa cowok itu merasa sangat kasihan dengan Acha. Di saat dia membantu mencarikan jasad orang lain justru ia juga mendapat masalah demi masalah. Mungkin memang sebaiknya jasad Riyan cepat di temukan agar semuanya bisa kembali normal.

Mencari JasadTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang