Acha akhirnya sampai di rumahnya bersama Guntur, ia masih terus memikirkan kejadian di ruang bedah lama tadi. Siapa perempuan menyeramkan yang mendekati Acha itu? Terlalu dini jika Acha harus menyimpulkan bahwa roh itu ingin meminta tolong pada Acha. Bisa saja kebalikannya. Tidak ada yang tidak mungkin.
Meski tak bisa mengetahui dengan jelas wajah perempuan itu tapi Acha merasa pernah melihatnya di suatu tempat. Acha juga telah menceritakan semuanya kepada Guntur. Guntur mati-matian menyuruh Acha untuk berhenti mencari mayat Dokter itu.
"Bahaya, Cha. Lo bisa aja berurusan sama orang yang punya dendam lama. Sebagai orang yang peduli sama ...,"
"Dendam lama?" perkataan Guntur barusan menimbulkan rasa penasaran besar bagi Acha, seolah Guntur mengetahui semuanya.
"Air hangatnya udah siap, sana kamu mandi lagi sayang," Mama Acha datang dan menyodorkan handuk berwarna merah muda itu pada Acha.
"Iya... Ma!" Acha bangkit dari duduknya.
"Dia bisa aja muncul lagi,Cha." Guntur lalu mengambil segelas jeruk dingin yang sedari tadi telah di hidangkan Bi Inah untuknya.
"Ini kan rumah gue bukan ruang bedah," ujar Acha dengan santainya pada Guntur. Ia segera pergi ke kamar mandi.
Sesampainya di kamar mandi, Acha menggantungkan handuknya pada pengait di balik pintu. Acha mulai menggelung rambutnya lalu mengambil sabun pencuci wajah.
Baru saja Acha bersiap hendak melepaskan pakaiannya tapi ia batalkan karena ada yang aneh dengan cermin di depannya.
Pandangan Acha tiba-tiba beralih ke cermin berukuran sedang di depannya. Acha melihat bayangan dirinya sendiri dengan posisi menunduk, padahal saat itu Acha sedang menatap bayangannya. Seharusnya pantulan dirinya harus sama seperti dirinya yang menatap cermin bukan malah menunduk. Sosok di dalam cermin itu menaikkan kepalanya, wajahnya tampak penuh luka dan tampak seperti sudah membusuk. Dia adalah perempuan yang di rumah sakit tadi, perempuan itu menggengam erat sebuah pisau.
"Mamaaaaa! " Acha berteriak sekencang mungkin.
"Hihihihi...." Perempuan itu tertawa cekikikan. Ia terus mendekati Acha.
****
"Acha ngapain sih teriak-teriak di atas, Mama belum budeg loh."
Mama Acha sedang memilih buah di lemari es semantara itu Bi Inah sedang keluar rumah membeli garam.
"Mama tolong Acha...!" teriak Acha dari kamarnya yang berada di lantai dua.
"Kenapa Acha tuh, Tante?" tanya Guntur cemas.
"Kita lihat yuk... " Mama Acha dan Guntur segera naik ke lantai atas.
Betapa terkejutnya Mama Acha melihat Acha terbaring pingsan di kamar mandi dengan sebuah pisau berlumur darah di sampingnya.
"Acha, kamu kenapa sayang..." Mama Acha berusaha membangunkan Acha.
"Bantuin angkat Achanya ke tempat tidur, Tur." pinta Mama Acha. Guntur segera menggendong Acha dan membaringkannya di tempat tidur.
****
"Kamu harus mati! "
"Mati, Mati, Mati! "
Perempuan itu berdiri di halaman rumah, ia terus menatap ke rumah besar di depannya.
Seorang pria menyibakkan kain gorden putih itu. Sosok yang di lihatnya itu mendekat dengan cepat sudah ada di balik kaca. Orang itu berusaha lari sebisa yang ia mampu.
"Mati... Mati... Hahaha..." perempuan itu tertawa lengking.
Sesaat kemudian bel rumahnya berdering. Perempuan tadi hilang seketika. Pria itu segera menuju pintu. Seorang perempuan cantik berdiri dengan senyum manisnya.
"Mirna... Tolong aku... Rahayu datang ke rumah ini dan dia hendak membunuhku. " Pria itu tampak ketakutakan. Tapi perempuan bernama Mirna itu malah semakin melebarkan senyumnya.
"Aaaa! " Acha terbangun dari pingsannya. Mimpi itu seolah begitu nyata.
"Tenang sayang, ini Mama ada di depan kamu." Mama Acha mengelus rambut anaknya, berusaha agar Acha lebih tenang.
"Lo lihat apa,Cha?" tanya Guntur, ia masih belum bisa pulang kalau Acha masih terus seperti ini.
"Siapa Mirna dan Rahayu?" Acha bertanya lirih pada dirinya sendiri, tapi Mamanya dan Guntur masih bisa mendengarnya.
"Rahayu?" Guntur malah balik bertanya tapi pertanyaan tidak di tujukan pada siapapun di ruangan itu. Ia berusaha mengingat-ngingat.
"Lo kenal?" Acha menarik tangan Guntur yang duduk di samping tempat tidurnya.
"Nggak... Gue nggak kenal... Mirip aja sama nama ibu-ibu penjual lontong dekat rumah gue."
"Bukannya penjual lontong dengan rumah lo itu namanya Nani, Bu Nani satu-satunya penjual lontong sayur dekat rumah, Lo," ujar Acha.
"Oh iya ... Gue kira Rahayu ... Bu Nani ya." Guntur lalu mengecek jam di tangan kirinya.
"Gue harus pulang,Cha. Udah malam banget nih." Guntur lalu menyalami tangan Mama Acha.
"Guntur pulang dulu ya, Tante. Besok harus kuliah."
"Makasih ya udah bantuin nyariin Acha tadi," ujar Mama Acha.
"Sok rajin, Lo. Biasanya juga gue yang kayak gitu. Heloo ... Apa sekarang dunia berbalik?" ledek Acha. Guntur hanya tersenyum lalu segera pergi dari Kamar Acha.
"Iih kok gue di kacangin! Kacang mahal, woy! "teriak Acha pada Guntur. Tapi Guntur tak mendengarnya.
"Sekarang kamu tidur aja ya."
"Tapi Mama temenin aku ya, aku takut." Acha melirik ke kamar mandi di kamarnya.
"Udah besar masih tidur sama Mama." Mama Acha mengambil selimut hendak menyelimuti Acha tapi Acha segera menahannya.
"Aku nggak mau mati, Ma." rengek Acha.
Mama berdiri hendak memeriksa kamar mandi, Pisau yang tadi di lihatnya saat Acha pingsan masih ada di tempatnya.
"Ngapain kamu ke kamar mandi bawa-bawa pisau, Cha. Terus kenapa ini pisaunya berlumuran darah?" tanya Mama Acha penasaran.
"Buang pisaunya Maaa! " Acha menjerit ketakutan, pisau perempuan itu ada di kamarnya.
"Bi Inah! Bibi! " panggil Mama Acha.
Bi Inah pun datang ke kamar Acha. "Ada apa Nyonya? "
"Tolong buang pisau ini jauh-jauh" perintah Mama Acha.
"Kenapa Pisaunya berlumur darah, Nyonya? " Bi Inah bergidik ngeri.
"Pisau ini tiba-tiba udah ada di kamar ini pas Acha pingsan, udah deh Bibi buang aja jauh-jauh."
"Iya, Nyah" Bi Inah segera pergi membawa pisau berlumur darah itu.
Bi Inah pergi ke luar rumah, ia berniat membuang Pisau itu ke tempat sampah di ujung jalan rumah Acha. Disana ada tempat sampah besar, biasanya minggu ada mobil sampah yang membawa sampah itu. Bi Inah hendak membuang pisau itu tapi seperti ada tangan lain di atas tanganya yang memegang pisau. Sesaat kemudian tangan Bi Inah yang menggenggam pisau itu berbalik arah menuju Bi Inah.
"Kenapa ya pisaunya?" Bi Inah bertanya pada dirinya sendiri.
Dengan cepat pisau itu seolah tidak di pegang oleh Bi Inah dan segera menusuk perutnya. Perempuan itu terjatuh bersimbah darah. Pisau itu lalu menghilang.
KAMU SEDANG MEMBACA
Mencari Jasad
HorrorAcha Putriasya, seorang mahasiswi yang selalu berusaha merebut hati Guntur sahabatnya. Semula hidupnya baik-baik saja sebelum sebuah kecelakaan mengakibatkan ia mulai bisa mendengar dan melihat makhluk supranatural. Hingga akhirnya dia harus berurus...