11. Ada Satu Dokter Lagi

10.3K 1.6K 53
                                    

Hari ini Acha sudah bertekat untuk datang kembali ke Rumah Sakit Mulia. Ia yakin semua yang di alaminya saat ini di sebabkan karena keinginannya untuk membantu roh Dokter Riyan. Acha pergi sendiri ke rumah sakit.

Rumah Sakit Mulia kini ada di depannya. Lorong-lorong panjang dan banyak kamar di sisi kiri dan kanan jadi pemandangan para penjenguk. Sesekali akan terlihat para suster dan Dokter yang keluar ruangan sambil mendorong tempat tidur berisi pasien. Dari luka ringan sampai luka yang bikin kita bergidik ngeri melihatnya. Suara teriakan, tangis duka dan tangis bayi meramaikan suasana rumah sakit. Belum lagi bau obat-obatan yang menyeruak.

Untuk kedua kalinya ia mendatangi ruang bedah lama, tempat di mana Acha pernah terkurung dan bertemu sosok perempuan yang hingga kini terus mengikutinya.

Acha berdiri sambil menatap ruangan itu dari luar. Masih sama seperti saat terakhir kali Acha ke sini.

"Apa yang kamu lihat di sana?" seorang pria paruh baya tiba-tiba muncul di belakang Acha. Sontak Acha terkejut. Acha memperhatikan pria itu terus. Di bajunya tertulis namanya Kusno.

"Maaf, Pak. Saya sedang mencari tahu tentang Dokter Riyan yang dulu pernah bekerja di rumah sakit ini. Apakah bapak kenal?"

Tanpa berpikir lama Pak Kusno segera menjawab pertanyaan Acha.

"Saya tahu tentang Dokter itu, Neng. Tapi beliau menghilang lima tahun lalu dan telah di nyatakan meninggal meski keberadaannya belum di ketahui. Mungkin Dokter Bima tahu." jelas Pak Kusno yang malah semakin menimbulkan tanda tanya bagi Acha.

"Dokter Bima?" Acha membatin.

"Dokter Bima itu temannya Dokter Riyan, Pak?"

"Iya. Dulu mereka berteman baik bertiga. Ada Dokter Alan, Dokter Riyan dan Dokter Bima. Usia mereka tak terpaut terlalu jauh. Tapi Dokter Alan sudah meninggal dan Dokter Riyan yang telah hilang lima tahun lalu." jelas Pak Kusno.

"Dokter Bima?" itulah nama yang belum di jelaskan Pak Kusno.

"Setelah Dokter Riyan hilang, Dokter Bima harus masuk ke dalam penjara karena sebuah kasus besar. Ketiga Dokter ini punya masalah besar lima tahun lalu." Pak Kusno kembali menyapu lantai di dekatnya.

"Bapak harus melanjutkan kerja, Nak." Pak Kusno melangkah beberapa langkah meninggalkan Acha.

"Pak, kalau boleh saya tahu. Bapak kenal perempuan bernama Rahayu?"

Pak Kusno menghentikan langkahnya. Ia menoleh ke belakang dan menatap Acha lama.

"Jangan sebut nama perempuan itu kalau kamu masih ingin hidup."

"Bapak kenal?"

"Kamu tidak perlu mencari tahu tentang dia, Nak. Sudahlah lebih baik kamu pulang saja." Pak Kusno segera berjalan meninggalkan Acha. Acha yang semakin penasaran menyusul Pak Kusno.

"Saya terus di ikuti perempuan itu, Pak."

"Apa?" Pak Kusno benar-benar terkejut.

"Ceritanya panjang, Pak. Saya mohon pak bantulah saya. Keluarga saya terus di ganggu oleh dia..., " ucapan Acha terhenti, sosok perempuan itu muncul lagi. Tepat di belakang Pak Kusno. Acha seketika jatuh pingsan.

****

"Seharusnya gue nggak pernah punya saudara kayak, Lo!" bentak Guntur pada seorang pria berusia sekitar tiga puluh tahunan. Pria itu hanya terus memandangi taman rumah sakit jiwa itu.

"Udah empat tahun sampai hari ini dan lo belum juga sembuh-sembuh. Sekarang akibat perbuatan lo itu gue yang harus menanggungnya." Guntur mengguncang tubuh pria itu beberapa kali.

"Hahahaha... " pria itu malah tertawa sambil menunjuk-nunjuk pohon besar yang berada beberapa meter dari duduknya.

"Siapa yang lo tunjuk? Perempuan itu lagi? Jawab!"

"Aku jahat? Jahat ya?" Pria itu bertanya pada dirinya sendiri lalu ia menangis.

"Dasar gila!" Guntur segera beranjak dari duduknya dan pergi dari rumah sakit jiwa itu.

Pikiran Guntur semakin kacau. Kini masalah keluarganya tak hanya ia yang merasakan tapi juga keluarga Acha. Keluarga gadis yang di cintainya. Meski selama ini Acha hanya menganggap Guntur sebagai sahabat tapi Guntur tetap mencintai Acha dan sampai hari ini masih begitu.

Sudah empat tahun ia merahasiakan semua masalah ini. Menguburnya jauh-jauh. Berharap keluarganya bisa hidup tenang. Tapi semuanya gagal. Tidak bisa lewat Guntur maka akan datang lewat orang-orang yang di cintai Guntur.

****

"Aduh... " Acha mengusap kepalanya. Ia akhirnya sadarkan diri. Kini ia berapa di sebuah kamar yang pintunya terbuka. Acha bangkit dari pembaringan dan keluar dari kamar itu. Seorang perempuan paruh baya sedang duduk sambil menjahit pakaiannya di depan pintu rumah itu.

"Permisi, Bu."

"Eh kamu sudah sadar. Tadi bapak yang bawa kamu ke sini. Ibu ini istrinya Pak Kusno." Ibu itu memberikan senyumnya.

Acha melihat sekeliling rumah itu. Rumah itu berada di belakang Rumah Sakit Mulia.

"Nak, sebaiknya kamu berhenti mencari tahu tentang Rahayu," ujar Ibu itu sambil terus menjahit pakaian di tangannya.

"Tapi kenapa, Bu?"

"Biarkan dia tenang di alamnya."

"Dia tidak tenang, Bu. Dia terus menghampiri keluarga saya."

"Apa ada anggota keluarga kamu yang meninggal setelah di ganggu Rahayu?"

Acha benar-benar terkejut dengan ucapan ibu itu. Ia ingat Bi Inah, pembantunya yang telah meninggal.

"Kalau keluarga tidak, tapi pembantu saya yang mengalaminya. Ia tewas saat di suruh Mama saya membuang pisau yang tiba-tiba ada di kamar saya."

"Sebaiknya kamu harus segera mencari Dokter Bima, " ujar ibu itu datar.

"Tapi saya tidak tahu tentang dia."

"Temui adikknya, nama adiknya Guntur."

"Guntur?"

"Iya, Dokter Bima hanya punya satu saudara laki-laki bernama Guntur. Dulu Dokter Bima tinggal tidak jauh dari sini. Dia tinggal di.... " Ibu itu menyebutkan alamat lama Dokter Bima.

"Sekarang saya tinggal di situ, Bu." wajah Acha kini berubah, ia benar-benar ketakutan.

"Kamu temui saja Dokter Bima!" Ibu paruh baya itu beranjak dari duduknya sambil menangis ia segera masuk ke kamarnya.

Kini Acha semakin tak kuat menghadapi masalah ini.

Mencari JasadTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang