15. Alvin Adeknya Dokter Alan

10K 1.6K 36
                                    

Hari ini Acha memutuskan untuk masuk kuliah karena ia sudah banyak ketinggalan materi kuliahnya. Ia mengendari motor matic berwarna biru.

Setelah sampai di kampusnya, Acha segera mencari tempat parkir yang masih kosong dan memarkirkan motornya di sana.

"Cha." tegur seseorang sambil menepuk pundak kanan Acha pelan. Gadis itu menoleh ke belakang. Itu Rasti, teman seangkatannya tapi beda kelas.

"Iya, Ras."

"Gue ada perlu nih sama lo, bisa minta waktu lo bentar nggak?"

Acha kemudian mengecek arloji di tangan kirimnya, mata kuliahnya hari ini ada setengah jam lagi.

"Iya, bisa. Ada apa ya?"

"Sekalian sambil jalan ke kelas yuk."

Mereka pun berjalan meninggalkan parkiran.

"Gue mau nanya, lo sama Guntur itu pacaran?"

Acha kebingungan harus jawab apa, selama lima tahun kenal dengan Guntur mereka memang tidak pernah pacaran. Tapi Acha sudah lama memendam perasaan kepada sahabatnya itu. Entahlah dengan Guntur. Tapi kalau dia katakan Guntur pacarnya rasanya belum resmi.

"Kok diem sih? Berarti bener kalian pacaran?" tampak raut kecewa di wajah Rasti.

"Nggak, kok. Kami nggak pacaran, lagian Guntur bukan tipe gue."

"Benaran kalian nggak pacaran?" tanya Rasti antusias.

"Iya, kenapa sih?"

"Jadi, gue suka sama Guntur! Plis bantuin gue dong, Cha. Gue itu suka banget sama temen lo itu."

"Imbalan buat gue apa?"

Belum sempat Rasti menjawab pertanyaan Acha, seseorang tiba-tiba mengejutkan mereka dari belakang. Orang itu adalah Guntur.

"Hey!"

"Tumben lu sama Acha?" pertanyaan itu di tujukan Guntur pada Rasti.

"Ada bisnis, Tur." jawab Rasti gelagapan.

Dalam hati acha berharap sekali agar tadi Guntur tidak mendengar percakapannya dengan Rasti.

"Cha, nanti pulang dari kampus lo ikut gue ya."

"Nggak bisa, gue ada urusan mendadak."

"Ini tentang teman Bima."

"Bima? Cie... Ciee jadi pacar Acha namanya Bima?" goda Rasti.

"Lo belum tahu sih kalau Bima itu abangnya Guntur yang gangguan jiwa." gerutu Acha dalam hati.

"Acha emang cocok sama Bima." celetuk roh Dokter Riyan yang tetiba muncul.

"Eh hantu, lo suka banget dah nongol tiba-tiba." Acha menaruh kedua tangannya di pinggang dan berbicara dengan sosok Riyan yang hanya dia yang lihat.

"Lo ngomong sama siapa sih, Cha?" tanya Rasti bingung.

"Sama... Eh gue harus ke kelas. Gue duluan ya." Acha segera pergi meninggalkan Guntur dan Rasti. Bakal repot urusannya kalau dia harus menjelaskan keberadaan Riyan.

"Cha, gue suka sama lo. Kenapa lo malah menjodohin gue sama cewek lain sih." gumam Guntur dalam hati.

"Lo udah sarapan belum, Tur?" tanya Rasti memecah keheningan di antara mereka berdua.

"Kenapa? Lo belum sarapan?" tanya Guntur balik.

"Belum." rengek Rasti manja.

"Yaudah kita cari makan dulu, lagian dosen gue lagi gak masuk hari ini."

"Kalau lo mau yaudah ayo! "

Mereka berdua pun pergi menuju kantin.

Sementara itu Acha memilih pergi mencari teman-temannya dan tentunya di ikuti Dokter Riyan.

"Cha," ujar Dokter Riyan.

"Apaan? "

"Sedih ya?"

"Nggak, gue cuma..., " ucapan Acha terhenti seketika sosok perempuan yang membawa pisau itu melayang di samping salah seorang mahasiswa yang tak di kenal Acha. Perempuan itu hanya menunduk sambil mengikuti cowok itu. Buru-buru Acha mendekati mahasiswa itu tapi beberapa langkah sebelum ia sampai sosok perempuan menoleh ke belakang ke arah Acha. Mukanya datar. Sesaat kemudian pandangan Acha mulai buram dan akhirnya ia jatuh pingsan.

****

Acha sadarkan diri, kini ia ada di salah satu mushola kampus. Ada beberapa orang yang berada di sekitarnya, merekalah tampaknya yang menunggui Acha sadarkan diri.

"Cha..." salah seorang dari mereka di kenali Acha dan ia adalah Tia. Tia menyodorkan air mineral kepada Acha dan Acha pun segera meminumnya.

"Lo kenapa tiba-tiba pingsan?" tanya Tia penasaran.

"Cowok itu! " Acha teringat cowok yang di ikuti sosok Rahayu itu.

"Cowok itu? Maksudnya cowok yang ada di depan lo pas lo pingsan?"

"Iya, mana dia, Ti?"

"Itu di luar mushola, dia juga nggak tahu kenapa lo tiba-tiba pingsan setelah melihat dia."

"Lihat dia? Gue lihat sosok di samping dia."

"Dia berjalan sendiri lho pas lo di belakang dia."

"Terserah deh, gue mau ketemu dia." Acha menutup botol minumnya dan berapikan barang-barangnya. Cowok itu masih ada di luar mushola kampus.

"Permisi... "

Cowok itu menoleh.

"Eh lo udah sadar. Lo nggak kenapa-napa kan? Lo sakit? Kenapa tadi pingsan lihat gue?"

Acha tidak langsung menjawab, ia terus memperhatikan cowok itu dari ujung kaki sampai ujung kepala.

Cowok itu mirip...

"Adiknya Alan" ujar roh dokter Riyan.

"Adiknya Dokter Alan?" terka Acha.

"Lo kok tahu nama abang gue?" cowok itu tampak terkejut.

"Kenalin gue Acha." Acha menyodorkan tangannya pada Alvin. Alvin malah tambah terkejut dan tampak sedikit ketakutan.

"Maaf, gue harus ke kelas." Cowok itu tidak balas menjabat tangan Acha, ia bergegas pergi saja. Acha tak mau di permainkan misteri ini terus, ia memilih mengejar Alvin karena ia merasa Alvin tahu sesuatu.

"Gue mohon bantuin gue. Lo itukan saudaranya Dokter Alan. Gue capek di gangguin terus kayak gini."

Cowok itu menghentikan jalannya. Ia melihat Acha, beberapa saat kemudian Acha di bawanya menuju perpustakaan kampus.

****

"Kenapa di sini?" tanya Acha bingung.

"Apa yang lo pengen tanyakan sama gue?" tanya cowok itu tegas.

"Apa lo tahu dimana jasadnya Dokter Riyan?

"Gue nggak tahu. Dokter Riyan siapa?teman abang gue kah? Tapi gue tahu satu hal yang mungkin bisa jadi petunjuk buat lo. Teman abang gue namanya Mirna dia orang yang sempat..., "

"Dimana rumah Mirna?" potong Acha cepat.

"Gue jelasin dulu satu persatu nih."

"Oke."

"Abang gue pernah bilang kalau..., " Alvin memegang kepalanya menahan rasa sakit.

"Kalau apa?"

"Abang gue punya teman bernama Mirna, dia perempuan yang menurut Abang gue menyembunyikan mayat teman Abang gue yang sampai kini belum di ketahui pasti."

"Apa? "

"Tapi gue nggak tahu rumah Mirna itu dan gue cuma pernah ketemu dia sekali. Gue ketemu dia empat hari sebelum kematian abang gue. Gue nggak mau kasih tahu lo tapi gue curiga dia yang jadi penyebab kematian abang gue." Alvin mengecilkan suaranya di ujung kalimat.
.
.
.
.
.
.
.
.

Jangan lupa Vote !

Mencari JasadTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang