10. Album Foto Lama

10.8K 1.5K 54
                                    

Acha dan keluarganya akhirnya sampai di rumah baru itu. Rumah itu berukuran lebih besar di bandingkan rumah lama mereka. Banyak pula pepohonan yang tumbuh rimbun di sekitarnya. Sekilas rumah ini sama seperti rumah biasa pada umumnya.

Papa keluar dari mobil dan mengambil barang bawaan. Acha dan keluarganya tak perlu membawa perabot-perabotan lain karena rumah ini telah di beli papa beserta isi-isinya dan satu hal penting yang jadi alasan kedua orangtuanya membeli rumah ini karena harganya lumayan murah.

Berbeda dengan kedua orangtuanya yang senang tiba di rumah ini, Acha justru ketakutan.

Baru saja ia keluar dari mobil, sosok perempuan tadi sudah muncul di depan pintu rumah. Kali ini ia tidak memegang pisau. Makhluk itu tentunya hanya dapat di lihat oleh Acha. Acha berusaha menenangkan diri. Ia mencoba melihat sekeliling rumahnya. Di depan rumahnya ada beberapa rumah yang juga lumayan besar.

Entah mengapa rumah baru ini seperti sudah pernah di lihat oleh Acha sebelumnya. Ia mencoba mengingat-ngingat. Sementara itu Dokter Riyan sudah hilang. Ia sibuk berkeliling rumah.

Saat Acha berada di dalam rumah, tanpa sengaja setelah ia masuk ia menoleh ke belakang. Pintu rumah!

"Kamar kamu di atas ya, Cha." Mama dan Papa berjalan di depan Acha.

"Iyaaa, Ma." sahut Acha. Ia sibuk memperhatikan belakang pintu itu.

"Nggak mungkin! Gue pasti salah!"

Acha segera mencari jendela terdekat dan membukanya. Halaman penuh bunga melati ada di depannya.

Mimpi itu kini jadi nyata. Acha ada di rumah Pria yang di kejar-kejar sosok perempuan bernama Rahayu. Mimpi yang datang padanya ketika Acha di datangi perempuan pembawa pisau dulu.

Tiba-tiba handphonenya berdering, sebuah panggilan masuk. Acha segera mengambil handphonenya yang ada di dalam tas sandangnya. Ia segera mengangkat telepon itu.

"Cha, lo pindah rumah ya?"

"Iya, Tur. Mampir ke sini dong, ada yang mau gue kasih tahu." pinta Acha.

"Kirim alamatnya ya."

"Oke."

Setelah panggilan berakhir, Acha segera mengirimkan pesan berisi alamat rumah barunya pada Guntur.

"Gue merasa kayak pernah ke sini deh." tiba-tiba Dokter Riyan sudah muncul di samping Acha.

"Gue juga tapi lewat mimpi."

"Jadi kapan lo ke rumah sakit lagi?"

"Ngapain?"

"Nyari tahu keberadaan jasad gue dong."

"Yaelah, Dok. Masalah gue aja belum selesai. Lagian Rumah Sakit Mulia dekat dari sini. Jalan kaki juga bisa. Yang penting sabar."

"Lu tepatin janji lo ya bantuin gue. Sekarang masih gue pantau nih." Dokter Riyan memasang wajah seriusnya. Bukannya kelihatan tegas malah semakin seram kelihatannya.

"Muka tolong kondisikan." ledek Acha, ia segera beranjak pergi dengan cueknya ke lantai dua. Di sanalah kamar barunya.

"Gue malah di tinggal." keluh Dokter Riyan. Ia segera menghilang dan muncul di hadapan Acha. Saat itu Acha baru saja membuka pintu kamarnya. Ia yang telah terbiasa dengan kemunculan mendadak Dokter Riyan tak lagi terkejut. Acha mulai memeriksa setiap benda-benda yang ada di kamar itu. Semuanya masih milik penghuni lamanya.

Acha kemudian beranjak menuju jendela, ia membuka gorden putih itu pelan. Mata Acha berkeliling melihat pemandangan indah di luar kamarnya. Ia kembali lagi memeriksa deretan buku-buku yang tersusun rapi di sebuah rak buku. Tanpa sengaja sebuah album foto terjatuh. Baru saja Acha hendak meraih buku itu tiba-tiba sebuah suara motor terdengar di depan rumahnya.

Buru-buru aja menuju jendela kamarnya. Tampak Guntur baru saja sampai di depan rumah Acha. Tapi ada yang aneh dengan Guntur. Ia seperti ketakutan melihat rumah baru Acha. Sesekali cowok itu menoleh ke belakang. Kalau-kalau ada yang mengikutinya. Acha ingin memanggilnya tapi ia urungkan niat itu karena tiba-tiba Acha melihat sosok laki-laki yang mirip Dokter Alan di belakang Guntur. Acha terkesiap kaget. Ia segera menutup mulutnya agar tidak berteriak dan segera menutup gorden putih jendelanya itu.

"Kenapa?" tanya Dokter Riyan.

"Dokter lihat nggak tadi siapa yang di belakang Guntur?"

"Gue lagi di sini lihatin album ini. Gue nggak lihat ke jendela, Cha."

"Album?" sebuah buku Album yang tadi tak jadi di ambil Acha terletak begitu saja di lantai. Dokter Riyan terus memandangi buku album itu. Tangannya tak bisa menyentuh benda itu. Acha segera mengambilnya dan membuka halaman pertama. Dokter Riyan berdiri di samping Acha ikut melihat.

"Ini mirip sama... " Acha merasa pernah melihat sosok anak kecil di foto hitam putih itu. Tampak satu keluarga kecil berfoto. Terdiri dari ayah, ibu dan dua anak laki-laki mereka. Seorangnya tampak berusia sekitar sepuluh tahun dan adiknya sekitar lima tahunan.

"Guntur," ujar Dokter Riyan sedikit berbisik.

"Jangan ngomong kayak gitu napa. Kalau manusia aja nih di saat kayak gini udah serem apalagi lo hantu yang berbisik ke telinga gue. Rasanya kayak apa gitu." Acha bergidik ngeri.

"Gue sengaja nakut-nakutin lo."

"Achaaa... " panggil Mama dari lantai bawah.

"Iya, Ma." Acha segera menutup album foto itu dan menyimpannya di laci meja riasnya. Acha segera menemui Mamanya.

"Cha." sapa Guntur, ia berdiri di samping Mama Acha.

"Mama mau beresin rumah, kalian bantu ya."

"Iya, Ma."

"Oke, Tan."

Acha dan Guntur segera merapikan rumah itu. Diam-diam Acha memperhatikan Guntur. Sepertinya ada sesuatu yang di sembunyikan sahabatnya itu.

"Gue mau nanya, Tur." Acha memulai pembicaraannya.

"Lo emang anak tunggal ya? "

"Iya dong." jawab Guntur cepat.

"Kenapa memangnya, Cha?"

"Nggak apa-apa." Acha merasa Guntur benar-benar berbohong. Hal yang paling di sesali Acha sekarang ialah mengapa dulu ia tak melihat album foto keluarga Guntur.

Mencari JasadTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang