Guntur membuktikan keseriusannya dengan membawa Acha bertemu dengan abangnya, Dokter Bima. Mereka datang ke sebuah rumah sakit jiwa. Saat itu sedang jam makan siang.
Saat mereka datang ke rumah sakit jiwa itu, tampak ramai para pasien berkeliling. Ada yang sibuk dengan makan siangnya ada pula yang sibuk dengan mainnyannya. Acha dan Guntur menunggu hingga jadwal makan siang mereka selesai. Sembari menunggu, Guntur mulai menceritakan sedikit tentang saudaranya yang selalu ia sembunyikan itu.
"Gue bakal ceritain rahasia keluarga gue, lebih tepatnya inilah alasan yang menyebabkan gue dan keluarga gue menutupi keberadaan Bima."
"Gue bakal jadi pendengar yang baik, Tur. Gue senang akhirnya lo jujur."
"Alah dasar laki-laki tukang modus." celetuk roh Dokter Riyan yang tiba-tiba sudah berada di antara Guntur dan Acha. Tapi Guntur jelas tak bisa melihat keberadaan roh gentayangan itu.
"Hantu jangan ribut!" seru Acha sambil mengibaskan tangannya ke arah roh Dokter Riyan.
"Gue lagi ngomong sama lo nih. Lo jangan ngomong sama setan dong." keluh Guntur.
"Pengen di suntik racun nih cowok." gerutu roh Dokter Riyan.
"Kalau udah mati jangan banyak gaya-gayaan, coba diam aja." Acha mengomeli roh gentayangan itu.
"Cha?"
"Iya, Tur. Lanjut cerita dong."
"Oke... Kejadian ini bermula ketika gue duduk di bangku kelas 3 SMP. Saat itu kami masih tinggal di rumah lo sekarang, Cha. Tapi gue lebih sering tinggal sama paman gue. Papa dan Mama saat itu ngurusin bisnis restoran mereka yang di korea. Jadi rumah keluarga lebih sering d tempati oleh abang gue, Bima. Dia nggak sendiri, ada Pak Kardi juga tukang kebun kami. Tapi pembantu di rumah gue dan tukang kebun pulang sore."
"Rumah mereka kan dekat sekitaran situ juga. Sebenarnya Bima juga tak ingin tinggal sendiri, tapi rumah sakit tempat dia bertugas dekat dari rumah ini sedangkan sekolah gue lebih dekat sama rumah paman gue. Sesekali gue juga mengunjungi abang gue." Guntur menghentikan ceritanya. Tampaknya ia berat melanjutkan cerita.
"Lanjut dong." pinta Acha memohon, ia semakin penasaran.
"Ini bagian nggak enaknya. Semakin lama gue akhirnya mengetahui kalau abang gue yang berprofesi sebagai Dokter Bedah itu adalah seorang Psikopat. Gue nggak sengaja membaca sebuah artikel di internet mengenai ciri-ciri psikopat dan Dokter Bedah salah satu yang berpotensi tinggi jadi psikopat."
"Sampailah pada hari itu, ketika Bima membunuh kekasihnya, Rahayu. Kasus pasien yang telah di racuni agar kematiannya di percepat juga di lakukan Bima. Lebih dari 20 pasien yang telah tewas secara paksa oleh Bima."
"Terus siapa aja teman-teman Dokter Bima?"
"Gue nggak tahu nama mereka, kecuali yang di bunuh Bima. Rahayu itu adalah kasir di rumah sakit, rumahnya ada di belakang rumah sakit dan yang gue tahu Pak Kardi ada sore saat kejadian itu.
Akhirnya Guntur selesai menceritakan sebagian dari yang ia ketahui tentang abangnya.
"Terus kenapa lo bohong kalau lo nggak punya abang?" akhirnya pertanyaan itu keluar dari mulut Acha.
"Cowok kan tukang bohong." celetuk roh Dokter Riyan.
"Jadi lo dulu cewek?" tanya Acha kesal sambil menghadap ke arah Dokter Riyan.
"Bisa jadi!" roh gentayangan itu malah cengengesan.
"Lo sekarang di ikuti genderuwo ya?" tebak Guntur asal.
"Teman abang, Lo. Udah deh lupain aja. Dia lebih jelek dari yang lo sebut barusan. Jawab pertanyaan gue tadi."
"Semasa hidup gue ini ganteng, seenaknya aja Lo bilang gue genderuwo. Pengen di ajak ke alam gue nih anak." ujar roh penasaran itu sewot, tapi Acha menghiraukannya saja.
"Gue malu punya abang seorang Dokter tapi pembunuh. Lo tahu parahnya lagi, dia cuma bertahan satu bulan di penjara karena setelahnya ia harus di pindahkan ke rumah sakit jiwa ini. Mungkin Rahayu selalu gangguin dia sampai akhirnya Bima stress dan jadi gila. Makanya saat gue masuk SMA, gue minta Papa dan Mama pindah rumah." jelas Guntur.
"Kayaknya jam makan siang mereka udah selesai, yuk kita minta izin jenguk. Gue penasaran sama abang lo," ujar Acha bersemangat.
"Lo semangat ketemu orang gila? Dasar Acha gila." ledek Guntur.
"Apa? "
"Lo salah dengar, yuk." mereka segera menemui petugas rumah sakit dan minta izin hendak bertemu pasien bernama Bima.
Setelah itu seorang perawat pria datang membawa seorang pasien yang di minta.
Bima Gumilang, pasien rumah sakit jiwa yang dulunya adalah seorang dokter bedah. Pria itu hanya senyum-senyum ke arah lain, ia tak mau memandang baik Acha maupun Guntur.
Acha dan Guntur membawa Bima ke bangku di taman rumah sakit.
"Bang, ini gue Guntur." Guntur memulai pembicaraan.
"Guntur? Hahaha... Guntur?" Pria itu hanya tertawa tak jelas.
"Ini teman gue yang ketemu sama Rahayu." jelas Guntur.
Pria bernama Bima itu berhenti tertawa, ia menoleh kepada Acha. Acha hanya diam tak tahu harus berbuat apa.
"Hahhaha... " pria itu kembali tertawa dan mengalihkan pandangannya ke kiri dan kanan.
"Bim, ini gue Riyan." roh gentayangan itu kini berdiri di depan Bima. Sontak Bima terkejut dan beranjak dari duduknya.
"Dia bisa lihat gue." jelas Dokter Riyan.
"Dia nggak lihat, Dokter. Dia lihat Rahayu," ujar Acha.
"Rahayu?" roh Dokter Riyan menoleh ke belakangnya. Sosok Rahayu berdiri sambil terus menatap ke arah Bima. Perempuan itu menyeringai.
"Dokter mana? " tanya Guntur bingung.
"Tur, kalau abang lo nggak bisa di ajak bicara yaudah. Kita pulang dulu aja yuk." Acha memohon, raut wajahnya ketakutan. Acha memang sangat takut dengan hantu perempan bernama Rahayu itu. Acha benar-benar ketakutan berada di dekat roh yang penuh dendam.
Guntur kemudian memanggil perawat dan menyuruhnya membawa kembali Bima. Pertemuan dengan Bima sangat singkat memang, tapi Acha berniat dalam hatinya akan datang ke sini sekali lagi. Ia curiga kalau Bima sebenarnya sekarang sudah sembuh dari penyakit kejiwaannya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Mencari Jasad
HorrorAcha Putriasya, seorang mahasiswi yang selalu berusaha merebut hati Guntur sahabatnya. Semula hidupnya baik-baik saja sebelum sebuah kecelakaan mengakibatkan ia mulai bisa mendengar dan melihat makhluk supranatural. Hingga akhirnya dia harus berurus...