"Aku bukan kamu, aku bukan dia dan aku bukan mereka. Jadi jangan paksa aku untuk berubah"
Hari ini, adalah jadwal Gaby pulang. Ia lega karena bisa terlepas dari ruangan putih yang membosankan itu.
Dokter mengatakan agar Gemma tetap memperhatikan keluhan yang Gaby alami selama proses rawat jalan berlangsung. Karena kondisi gadis itu masih perlu tinjauan lebih lanjut.
"Gaby udah siap pulang ke rumah kita?" tanya Gemma setelah mengecup dahi putrinya.
Gaby hanya mengangguk.
Semenjak ia membuka mata, gadis itu lebih pendiam dari pada sebelumnya. Dokter mengatakan jika itu adalah reaksi shock dari operasi yang ia jalani, karena letak gumpalan darah itu berada di dekat frontal labe. Yaitu, bagian otak yang mengontrol respon dan ingatan seseorang.
Gemma mengulas senyum lalu dikecupnya lagi kening itu, lebih lama.
"Ya udah, ayo" titahnya menuntun Gaby turun dari brankar menuju kursi roda.Namun, baru saja Gaby menginjakkan kaki di lantai, tubuh gadis itu sudah limbung. Beruntung Gemma langsung menahannya.
Kondisi kesehatan gadis itu memang belum optimal. Ditambah lagi dengan luka jahitan pada bahu dan betis yang mempersulit ruang geraknya.
"Papa gendong aja ya, Nak!" usul Gemma dan dibalas anggukan lagi oleh Gaby.
Gemma menggendong putrinya ala bridal style menuju mobil yang sudah disiapkan di depan lobi rumah sakit.
Keberadaan Gemma saat itu, sontak menjadi perhatian seisi rumah sakti, terutama para perawat wanita yang tengah asik mengangumi wajah tampan, sekaligus sikap gentleman pria itu.
Dengan sangat hati-hati Gemma mendudukkan Gaby di kursi penumpang, lalu ia duduk di sampingnya dan meminta sopir menjalankan mobil.
"Gaby mau makan dulu? Atau mau beli sesuatu?"
Gemma menarik kepala Gaby agar bersandar di dadanya, sembari mengelus rambut gadis itu dengan hati-hati.
Gaby menjawab tawaran Gemma dengan gelengan kepala.
Gemma menghela napas pelan "Ya udah kalo gak mau, kita pulang sekarang, abis itu Gaby bisa istirahat," ujarnya mengakhiri.
Selama dalam perjalanan Gaby hanya diam sembari memperhatikan keluar jendela. Memperhatikan aktifitas jalanan ibu kota yang padat.
Sejujurnya, dari lubuk hatinya yang terdalam, ia tidak tega jika harus mengacuhkan Papanya seperti ini. Namun, ia mengingat bagaimana kata-kata pedas yang pria itu lontarkan, sukses menggores luka menganga dalam jiwanya. Keadaan ini terlalu kejam untuk ia jalani.
Gaby tau, ia akan mendapatkan dosa karena bersikap seperti anak durhaka.
Lupakanlah sejenak masalah itu. Saat ini Gaby lebih tertarik untuk mengamati jalanan kota yang dipenuhi dengan hingar-bingar. Ia memperhatikan anak jalanan yang sedang berjalan mengais rezeki.
Gadis itu tersenyum. Setidaknya, karena ulah Gemma yang mengusirnya dari rumah, Gaby jadi tau seberapa sulitnya hidup diluar dan mencari uang sendiri untuk bisa menyambung hidup.
Ia bersyukur karena bisa mendapatkan pengalaman hidup yang berharga, mendapat teman yang tulus padanya, yang mengerti seperti apa rasanya menjadi seseorang yang tidak diinginkan.
Ya, Ia dan Irham adalah segelintir dari banyaknya manusia yang tidak diharapkan kehadirannya di dunia ini. Mereka senasib namun dalam situasi hidup yang berbeda.
Mengingat Irham, Gaby jadi ingin bertemu dengan lelaki itu. Apa kabarnya sekarang?
"Pa?" panggil Gaby.
KAMU SEDANG MEMBACA
SEWINDU
Novela JuvenilBanyak orang yang terluka karena mencintai. Mereka bersedih, lalu dengan mudah jatuh cinta pada orang baru, dan melupakan seseorang yang telah menyakitinya. Namun itu tidak berlaku untuk seorang Gabriella, dia tetap mencintai Gezza walaupun lelaki...