CHAPTER 22 "Enemy At The Gate"

23 6 15
                                    

>II<

Sunyi, senyap, dan begitu menenangkan. Saking sunyinya, suara hembusan angin terdengar.

Semua orang diam, pandangannya lurus ke depan. Posisi tubuhnya tegap sempurna. Senjatanya siap dihunuskan.

Bendera-bendera yang ada berkibar sempurna akibat angin yang bertiup kencang ke arah timur.

Akhirnya tiba, hari yang menentukan nasib banyak orang.

Pertempuran Proudenburg, gerbang Royal Gloriuse.

Pasukan pedang dan tombak Royal berada di luar tembok pertahanan, pasukan pemanah berada di atas tembok. Para ksatria membagi tugasnya, ada yang ikut berperang di luar tembok, ada juga yang berperang sebagai pemanah. Semuanya sudah siap, bahkan parit-parit pertahanan serta pagar kayu tajam sudah diposisikan dengan baik.

"Pintar juga. Tidak kusangka medan perangnya akan sesulit ini. Padahal tidak ada bukit yang mengelilingi Proudenburg, tapi tetap saja aku merasa ini akan merepotkan," keluh Ichsan. Yunus menghampirinya dan memberikan segelas minuman.

Ichsan mengambil gelas itu, dan meminumnya tanpa mengetahui isinya.

"Enak," gumamnya, terasa manis dan pahit bersamaan. "Apa ini? Baru pertama kali aku merasakannya."

"Itu kopi. Orang-orang dari Najmat Alshahr memberikannya padaku. Mereka bilang ini dapat meningkatkan stamina kita. Mereka menamainya Kopi Arabica."

"Arabica? Oh, kalo tidak salah itu nama suatu suku di Najmat Alshahr bukan?"

"Ya. Lalu, bagian mana yang harus kita serang terlebih dahulu? Apakah akan seperti strategi yang telah disiapkan semalam?"

"Maunya sih begitu. Melihat situasi medan perangnya saat ini... sepertinya kita ubah strateginya." Ichsan berjalan mendekati sebuah meja yang sudah disiapkan, di atas meja itu terdapat peta yang sudah digambar.

Perwira-perwira lainnya ikut mendekati peta itu, termasuk Yunus tentunya.

***

Royal Palace, Proudenburg.
Ratu Luciana, Putri Ksatria Luniana, dan Jenderal Morgan berdiri mengamati keseluruhan pasukannya dari balkoni menara tertinggi istana. Beberapa menit kemudian, Morgan mengambil teropongnya dan melihat ke arah musuh, dia mendapati Ichsan yang mengibarkan bendera putih dan bendera negaranya secara bersamaan.


"Tidak mungkin mereka menyerah bukan?" tanya Luniana heran, dia dan Morgan saat ini sedang berjalan menyusuri koridor istana menuju pintu keluar istana.

"Aku melihatnya, dia mengibarkan bendera itu. Anda sendiri telah melihatnya bukan?" kata Morgan balik bertanya.

Mereka menaiki kudanya masing-masing, lalu memacunya keluar dinding pertahanan kota.

Di luar dinding, Mauris telah menunggu kehadiran dua orang ini.

"Kau pasti datang untuk membahas apa yang kau lihat," tebak Mauris langsung ke inti, dia menunjuk sebuah tenda untuk membahas masalah ini.

"Jadi, Mauris. Apa saranmu?" tanya Morgan. Suasana hening sesaat.

"Biarkan dia menemui kita," kata Luniana, kedua jenderal tersebut mengangguk paham.

"Kalau begitu, baiklah."

Seorang tentara Royal mengibarkan bendera untuk membalas pesan tersirat dari Ichsan.

"Kau yakin, Ichsan?"

"Hn. Tenang saja, Yunus. Aku akan kembali."

"Ahaha... Kalo soal itu sih aku sudah yakin."

DER WELT II : REICH KRIEGTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang