Part 19 : Kepedulian

236 53 1
                                    

"Dunia ini adalah tempat yang menyeramkan untuk dihuni. Bukan karena orang-orangnya jahat, tapi karena orang-orangnya tak peduli!"




Venus menuruni tangga masih dengan baju kucel yang ia kenakan sejak tadi pagi ditambah rambut yang tidak diikat dengan benar serta wajah yang belum sempat ia cuci sejak selesai memasak tadi. Ia tampil urak-urakan. Baginya, selama yang melihatnya dalam keadaan seperti ini bukanlah orang yang ia cintai, itu bukanlah suatu masalah. Tapi siapa sangka saat ia sampai di ruang makan, ia malah menemukan Mars di sana bersama dua orang lainnya yang ia ketahui sebagai Ayah dan saudara Mars sendiri.

Ia terkejut bukan main, namun ia berusaha tenang. Berpura-pura ia tidak tahu bahwa Mars kini juga sedang menatapnya tak kalah terkejut. Melihat Venus yang terdiam di tempatnya berdiri, James pun memanggil putrinya itu.

"Venus! Kemari," panggil Ayahnya lembut. Mendengar panggilan Ayahnya Venus pun berjalan mendekat ke meja makan tempat mereka berada.

"Mike! Ini putriku juga, namanya Venus," tukas James senang sementara itu Vera dan Ibunya tampak kesal karena Venus ikut bergabung bersama mereka.

"Kamu belum makan kan? Ayo sini," ajak Mike ramah. Venus lapar, tapi mengiingat di sini ada Mars, tentu saja ia tidak akan bisa makan dengan penampilan seperti ini di hadapan laki-laki yang ia suka. Dengan sangat terpaksa, ia pun menolak halus ajakan Mike tersebut.

"Venus udah makan kok Om. Kalau gitu Venus permisi ke belakang dulu," Venus mencoba kabur dari situasi ini. Namun tiba-tiba, Mars membuka mulutnya untuk pertama kali sejak ia datang ke sini.

"Om James! Kamar mandinya di mana ya?" tanyanya sopan. Ia tidak sedang ingin ke kamar mandi, tapi semenjak tadi ia sudah muak dengan ocehan yang dilontarkan Vera padanya. Ditambah lagi ia tidak suka karena harus makan dengan Mike—ayahnya sendiri.

"Oh kamu mau ke kamar mandi? Kalau gitu biar Venus yang nunjukin jalannya," jawab James pada Mars yang langsung dibalas anggukan olehnya. Venus sendiri membulatkan mata terkejut. Ia sengaja tidak ikut makan untuk menghindari Mars tapi Ayahnya malah menyuruhnya menunjukkan jalan ke kamar mandi pada Mars.

"Ayo! Aku tunjukin jalannya," ujar Venus terbata. Ia lalu berjalan mendahului Mars yang baru saja beranjak dari tempat duduknya. Mars menghentikan langkahnya saat sebuah tangan menahan lengannya.

"Gue ikut lo ya," rengek Vera padanya. Sejak tadi Vera terus menggodanya.

"Gue mau ke kamar mandi bukan mau ke mall!" Mars menghempaskan tangan Vera keras, namun orangtuanya yang masih sibuk berbicara satu sama lain tak menyadari hal itu. Melanjutkan ucapannya, Mars pun berkata, "lagian gue gak tertarik sama yang lebih tua!"



Ia pun berlalu meninggalkan Vera yang tampak sangat kesal dengan sikapnya. Tapi bukannya mengikuti Venus, ia malah berbelok ke arah pintu belakang untuk keluar. Venus yang menyadari Mars tak mengikutinya pun langsung panik dan mencari kemana perginya Mars. Ia menemukan Mars tengah berdiri di luar dengan kedua tangannya ia masukkan di saku celana.

"Lo bilang mau ke kamar mandi kan, kenapa keluar?" tanya Venus heran.

"Di dalam sumpek! Banyak nyamuk, jadi gue keluar aja," jawab Mars seadanya.

"Bukannya kalo di luar nyamuknya makin banyak ya?" gumam Venus pelan.

Mars lalu menatapnya dari ujung kaki sampai ujung kepala kemudian menggeleng. Entah apa maksud dari tatapannya ini.

"Lo kenapa lihat gue kayak gitu?" Venus menyilangkan kedua tangannya di depan dada seolah-olah ia tengah membuat pertahanan.


Tanpa menjawab pertanyaan Venus, Mars malah bertanya, "Kenapa tadi lo gak ikut makan?"

Venus agak terkejut mendengar pertanyaan Mars barusan. Ia tidak mungkin menjawab sejujurnya bahwa Ibu dan Kakak tirinya lah yang melarangnya untuk mengikuti apapun bentuk acara keluarga atau acara-acara lainnya yang melibatkan nama keluarga. Akhirnya terpaksa ia harus berbohong.

"Gue gak lapar!" jawabnya cepat. Mendengar jawaban Venus membuat Mars tertawa.

"Seorang Venus? Gak laper? Lo pikir gue percaya!" ledek Mars kemudian. Ia menghentikan tawanya dan menampakkan wajah datarnya lagi.

"Kalo lo mau bohong, jangan sama gue. Gue gak gampang ditipu," menahan ucapannya Mars kemudian beralih menatap Venus. "Jawab jujur apa susahnya sih?" sambungnya.



"Gue.....Sebenarnya gue—" Venus berusaha menjawab namun suaranya tertahan. Meskipun ragu ia berusaha percaya pada Mars dan menceritakan alasan sebenarnya mengapa ia tidak ikut bergabung saat makan tadi. Ia menjelaskan panjang lebar dan Mars dengan setia mendengarkan. Ini pertama kalinya ia menceritakan masalah keluarganya pada orang lain. Ini juga jadi kali pertama ia bicara seserius ini dengan Mars.


"Jadi lo bukan saudara kandungnya Vera?" tanya Mars dengan suara lantang. Venus pun segera membekap mulut Mars menggunakan kedua tangannya.

"Sshhh! Jangan kencang-kencang, nanti yang lain dengar!" ujar Venus dengan suara pelan. Menyadari tangannya masih menempel di bibir Mars, refleks ia langsung menarik kedua tangannya. Berusaha tenang, Venus pun melanjutkan ucapannya.

"Ibu gue meninggal saat ngelahirin gue. Saat umur gue menginjak 1 tahun, Ayah menikah lagi sama Mama Vani. Sejak saat itu gue jadi saudaraan sama Kak Vera, sementara Vino lahir satu tahun setelah Ayah dan Mama Vani menikah," jelas Venus panjang lebar. Merasa belum puas dengan jawaban Venus, Mars pun hendak menyergah namun belum sempat ia melontarkan pertanyaan lainnya, Mark datang memanggilnya.

Menghampiri kakaknya, Mark langsung menyampaikan maksud kedatangannya tanpa menghiraukan Venus yang sejak tadi menatap dia dan Mars bergantian. "Bang, Papa nyuruh gue manggil lo. Katanya kita udah mau pulang!"


Mars mengangguk.


Tanpa sempat menanyakan lebih banyak hal pada Venus, ia langsung meninggalkan gadis itu. Venus sendiri merasa begitu lega setelah berhasil menceritakan sedikit masalahnya pada Mars. Masalah yang selama ini ia pendam sendiri, masalah yang bahkan orang-orang terdekatnya tidak mengetahuinya ia ceritakan begitu saja pada Mars. Entah angin apa yang membuat Venus bisa semudah itu mempercayakan rahasianya pada laki-laki itu. Tapi apapun itu, setidaknya ini bisa membuat perasaannya sedikit lebih tenang. Semoga Mars benar-benar bisa dipercaya seperti yang ia pikirkan.












tbc.

Huwe gak nyangka part ini ternyata sependek ini :v

Btw jangan lupa vomment-nya ya :')

[END] - Inner BeautyTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang