"Ada celah tipis yang memisahkan antara kasihan dan perhatian. Karena sesungguhnya perhatian itu terbentuk dari rasa kasihan yang tak disengaja."
Setelah mengobati lukanya di UKS, Venus kembali ke kelas dengan kaki yang sudah diperban. Ia bahkan masih menggunakan sendal jepit yang Mars berikan padanya tadi. Sontak seisi kelas memperhatikannya dengan tatapan heran. Tak terkecuali Althea dan Abelia. Mereka dengan sigap langsung menghampiri Venus yang berjalan tergopoh-gopoh karena kakinya yang sakit. Membantu Venus duduk di bangkunya, mereka pun menghujami Venus dengan berbagai pertanyaan, sampai Venus tak sanggup menjawabnya.
***
Siang hari saat jam pulang sekolah tiba, Althea dan Abelia yang sudah seperti perangko yang selalu menempel pada Venus itu terpaksa harus meninggalkan Venus sendirian karena mereka harus latihan band. Alhasil Venus harus pulang seorang diri. Sembari meringis kesakitan, dia mencoba berjalan menuju pintu kelas untuk keluar, di sana hanya tersisa ia dan Mars saja. Tidak mungkin jika ia mengharap bantuan pada laki-laki tsundere itu pikirnya.
Sedari tadi laki-laki tsundere itu hanya melihatnya saja tanpa pernah menawarkan bantuan pada Venus. Melihat hal itu, Venus pun menggerutu dalam hati, "Lihatin doang. Gak ada niatan buat ngebantu apa?"
Tepat setelah Venus menyelesaikan gerutuannya, Mars kemudian mendekat ke tempat gadis itu berdiri. Ia lalu menatap gadis di hadapannya itu dengan seksama dan berkata, "Lo butuh bantuan gak?"
Venus mematung, mendengar pertanyaan dari Mars tersebut. Seseorang, tolong sadarkan Venus dari situasi ini jika ini hanya mimpi. Seorang Mars? Menawari seseorang bantuan? Terlebih orang itu adalah gadis yang sangat ia hindari seperti Venus? Dahulu mengharapkan seorang Mars akan membantunya rasanya begitu mustahil bagi Venus, tapi sekarang jarak antara ia dan Mars yang dulu jauh kini mulai terasa dekat. Mungkinkah ini pertanda?
"Mau gak????" Mars mempertegas suaranya, membuat Venus seketika sadar dari lamunannya.
"M-m-mau mau!!!" Venus mengangguk mantap.
"Lo," Mars menghentikan ucapannya sejenak. "Masih ingat gedung tua waktu itu kan?" sambungnya.
Venus mengangguk mengiyakan pertanyaan Mars barusan.
"Besok kalau kaki lo udah mendingan, gue tunggu lo di sana setelah pulang sekolah. Ada yang mau gue tunjukin ke lo," ujar Mars menjelaskan.
"Lo mau nunjukin apaan?"
"Yang penting lo datang aja dulu. Hitung aja sebagai balas budi karena lo gak ngebocorin rahasia gue di gedung tua waktu itu."
Gadis itu pun tersenyum melihat respon Mars atas pertanyaannya. Sudah sejak lama ia memimpikan bisa berbicara normal dengan Mars seperti ini. Rasanya begitu mendebarkan sekaligus menyenangkan. Bayangkan saat kita jatuh cinta pada seseorang dan kita bisa setidaknya berbicara dengan orang itu, rasanya sungguh sangat menyenangkan. Bagai mimpi yang jadi kenyataan, begitulah yang dirasakan Venus sekarang.
Merasa urusannya sudah selesai dengan gadis bertubuh gempal itu, Mars pun melenggang pergi meninggalkan Venus tanpa ucapan selamat tinggal atau sejenisnya. Sementara Venus masih membeku di tempatnya berdiri sejak tadi. Pikirannya masih mengambang membayangkan apa saja yang mungkin terjadi antara ia dan Mars selanjutnya. Akankah perjuangannya selama dua tahun terakhir ini berakhir bahagia? Atau justru sebaliknya?
***
Kondisi kakinya yang sudah lebih baik dari sebelumnya membuat Venus teringat akan perkataan Mars waktu itu padanya. Setelah jam sekolah berakhir, sesuai perintah Mars, gadis itu pun menaiki bus dan pergi ke gedung tua tempat ia memergoki Mars dulu. Tepat seperti yang Mars katakan padanya kemarin, laki-laki itu benar-benar menunggunya di depan gedung tua itu. Ia tampak sibuk dengan ponselnya hingga tak menyadari kehadiran Venus di hadapannya.
"Mars," sapa Venus pelan.
Seperti biasa, tanpa menggubris sapaan gadis ceroboh itu Mars langsung berjalan masuk ke gedung tua itu masih dengan memegang smartphone di tangannya. Venus menggeleng melihatnya. Ia pun juga ikut masuk ke gedung yang temboknya sudah banyak tertutup lumut itu. Di dalam sana tampak begitu banyak orang. Bagi seorang introvert seperti Mars, tempat seperti ini harusnya jadi hal yang memuakkan tapi entah apa yang membuatnya senang menghabiskan waktu di sini. Lelaki jangkung di depannya itu kemudian masuk lewat sebuah pintu kecil yang terletak jauh dari keramaian. Venus pun mengikutinya. Betapa terkejutnya ia saat melihat apa yang terdapat di dalamnya. Tempat yang ia masuki itu diisi begitu banyak alat-alat olahraga yang Venus yakini sebagai markas Mars dan teman-temannya.
"Lo udah baca chat yang gue kirim kan?" tanya Mars tanpa basa-basi. Ia kemudian melepas baju yang dipakainya lalu menggantinya dengan baju olahraga yang sudah disediakan di sana. Melihat pemandangan itu, tentu Venus sempat terkejut. Namun ia kemudian langsung mengangguk mengiyakan pertanyaan yang dilontarkan Mars barusan.
"Lo nyuruh gue bawa baju olahraga kan?" Venus mencoba memastikan. Mars pun mengangguk. "Tapi kita mau ngapain?" sambungnya bertanya. Tampaknya ia belum puas dengan jawaban Mars padanya.
Lelaki itu tak mau menyia-nyiakan kesempatan. Ia mencoba menggoda Venus dengan berjalan semakin mendekat ke arahnya.
"Lo mau Kalea berhenti ngebully lo kan?"
Venus mengangguk ragu. Puas meliat reaksi Venus yang kaku, Mars pun berinisiatif untuk semakin menggodanya. Ia pun berjalan semakin dekat, menghapus jarak di antara mereka.
"Lo juga enggak mau kan jadi bahan ejekan anak-anak di sekolah terus?" tanya Mars lagi.
Dan lagi, Venus mengangguk ragu. Ia berusaha berjalan mundur karena Mars yang terus mendekat ke arahnya.
"Lo juga mau kan berhenti latihan pakai kostum tiger itu lagi?"
Mars menghentikan langkahnya. Mengunci badan Venus dengan kedua tangannya menempel di tembok. Segera gadis itu menepis kedua tangan Mars yang mencoba menghalangi langkahnya. Lalu berlari menjauh dari tempat laki-laki itu berdiri. Laki-laki itu hanya tertawa melihat Venus yang begitu mudahnya termakan godaannya.
Dengan wajah yang sudah memerah bagai tomat rebus, Venus bertanya. "Terus gue harus ngapain sekarang?"
Menyunggingkan smirk penuh kemenangan, Mars pun menjawab. "Lo harus diet! Banyak-banyakin olahraga, tidur teratur 8 jam sehari, terus..."
Ia menghentikan ucapannya sejenak sembari memegang kepalanya seolah-olah sedang berpikir. "....push up 100 kali sehari, sit up 100 kali sehari, plus lo juga harus squat jump 100 kali sehari!"
Venus membulatkan mata, terkejut akan jawaban Mars padanya. Tetapi mau tidak mau ia harus mengikuti perintah Mars agar ia bisa mencapai apa yang ia inginkan. Mereka pun melakukan apa yang sudah mereka rencanakan. Venus mulai diet dengan bantuan Mars tentunya. Sejak hari itu, setiap hari sepulang sekolah Venus diam-diam mendatangi gedung tua itu untuk melanjutkan rutinitas dietnya. Sejak hari itu pula, ia menjadi semakin dekat dengan lelaki pujaannya. Tapi ia harus ingat, bahwa ada celah tipis yang memisahkan antara rasa kasihan dan perhatian. Padanya, ia tahu Mars hanya kasihan—sebuah bentuk perasaan yang ditujukan seorang laki-laki pada teman wanitanya. Bukan perhatian—yang ditujukan seorang laki-laki pada wanita pujaannya. Tanpa mereka ketahui, suatu hari nanti perasaan kasihan itu dapat menjelma menjadi sebuah perhatian. Karena sesungguhnya, sebuah perhatian terlahir dari rasa kasihan yang tak disengaja.
tbc.
Update telat lagi karena koneksi dan bulan-bulan ini emang lagi sibuk-sibuknya ngurus berkas buat daftar kuliah jadi maklumin ya kalau updatenya agak lama dari jadwal. Tapi cerita ini sebisa mungkin aku tamatin sebelum agustus, fighting~
Jangan lupa klik bintang di kiri bawah ya :*
KAMU SEDANG MEMBACA
[END] - Inner Beauty
Teen FictionVenus adalah gadis yang polos, baik, dan ramah tapi ia gemuk. Venus selalu berusaha untuk diet. Beruntunglah ia punya dua sahabat yang selalu berada di sampingnya yaitu Althea dan Abelia. Mereka berdua selalu mendukung Venus. Abelia-gadis mungil ya...