Part 22 : Gadis yang Lugu

275 64 1
                                    


"Fakta bahwa Mars mau membantuku saja sudah cukup membuatku puas. Bahkan jika diet kali ini gagal, aku akan tetap merasa senang." – Venus





[Venus POV]




Aku terbangun dengan badan yang sangat amat kelelahan setelah berolahraga bersama Mars kemarin siang. Menyingkap korden di samping tempat tidurku, aku pun berjalan menuju meja belajarku. Di sana tergeletak buku paket yang kugunakan untuk belajar tadi malam, yang sudah kucoret-coret dan kutempeli berbagai foto dan gambar tentang Mars. Jika tidak begini, aku pasti tidak akan belajar. Menutup buku itu, aku melanjutkan rutinitas pagiku dengan mandi dan bersiap-siap untuk berangkat ke sekolah. Setelah kurasa semuanya sudah siap, tiba-tiba sesuatu terlintas di pikiranku.

"Meskipun lo diet, sarapan tetap wajib. Tapi inget, porsinya harus kayak gembel!"

Setiap pagi, perkataan Mars itu terus terngiang di kepalaku. Bahkan tanpa buku catatan sekalipun, aku masih bisa mengingat dengan baik setiap perkataan yang dilontarkan dari mulut manis lelaki tampan itu. Bayangkan jika dia adalah guruku, mungkin aku sudah secerdas Irie Naoki yang punya IQ 200 itu. Sembari tersenyum riang, aku menyambar roti dan segelas susu yang sudah ada di meja makan dan melenggang menuju halte untuk kemudian berangkat ke sekolah menggunakan bus seperti biasa.

~~~

Jam istirahat tiba, tentunya kantin jadi pilihan utama bagi semua siswa termasuk aku dan kedua sahabatku. Mereka yang tidak tahu aku sedang diet itu pun membeli berbagai macam makanan yang biasa aku makan saat aku belum diet. Bagaimana aku akan mengatakannya? Haruskah aku jujur pada mereka?

Althea menyodorkanku es krim dan beberapa snack di tangannya, saat hendak mengambilnya, Mars yang duduk di meja kantin paling pojok diam-diam melihatku sembari menggeleng. Mengisyaratkan agar aku tidak mengambil makanan yang disodorkan Althea padaku. Akhirnya, dengan berat hati aku menarik tanganku kembali.

"Gue masih kenyang Al. Lo sama Abel aja yang makan," tukasku berusaha mengelak. Tak percaya dengan ucapanku, Abelia pun melihatku dengan tatapan menyelidik. "Lo lagi diet ya?" tanyanya tanpa basa-basi. Aku yang tak mungkin lagi mengelak pun hanya bisa mengangguk pasrah.

Menyantap bakso di hadapannya, Althea pun menyela. "Paling kayak yang udah-udah. Lo bilang mau diet, ujung-ujungnya gagal gara-gara kak Vera!"

"Kali ini gue serius! Gue enggak mau jadi bahan bullyan terus," tegasku dengan mengepalkan kedua tanganku kuat-kuat. Dulu, aku memang selalu menyerah setelah melakukan diet rutin yang tak menghasilkan apa-apa. Tapi sekarang, aku tidak berusaha sendirian. Ada Mars yang membantuku secara diam-diam. Memang, dia melakukannya hanya karena kasihan. Namun apapun itu, fakta kalau dia mau membantuku melawan bullyan yang kuterima dari Kalea, sudah cukup membuatku puas. Bahkan jika diet kali ini gagal, aku tetap akan merasa senang.

***

Sepulang sekolah, aku memilih pulang sendirian karena aku masih harus pergi ke gedung tua yang dipenuhi orang-orang aneh itu. Aku tidak tahu Mars akan bergaul dengan orang-orang seperti itu. Di sana, mereka semua bergaul secara bebas. Bahkan mungkin tak ada batasan antara laki-laki dan perempuan. Aku sendiri masih tidak percaya Mars mau bekerja di tempat seperti itu. Terlebih dia belum menjelaskan kenapa ia harus bekerja mengingat ia yang terlahir dari keluarga yang kaya-raya. Sejak ia datang dengan keluarganya hari itu, aku sadar, hubungannya dengan ayahnya tidaklah baik. Mereka bahkan tidak pernah berbicara secara langsung di sana. Suasana canggung sangat kentara saat mereka bersama.

[END] - Inner BeautyTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang