Part 10 : Pity Girl

386 78 7
                                    


"I knew he didn't love me, but I adored him anyway" – Venus





~~~





Kring~kring

Venus terbangun dengan rambut acak-acakan. Dengan mata yang masih tertutup rapat ia mengambil alarm di sampingnya, betapa terkejutnya ia saat ia melihat jam sudah menunjukkan pukul 06 lewat 10 menit yang artinya ia hanya punya waktu 35 menit sampai jam pelajaran dimulai.


Dengan cepat Venus melompat ke kamar mandi dan mulai membersihkan diri. Ia tidak ingat kenapa ia tertidur dengan seragam masih menempel di badannya. Tapi daripada memikirkan itu, lebih baik ia segera membersihkan diri dan mengganti seragamnya dengan seragam yang bersih lalu berangkat ke sekolah seperti biasa. Setelah siap, Venus langsung turun dari kamarnya menuju ruang makan. Sambil merapikan sabuknya yang masih longgar—Venus berjalan mendekati ibunya yang kini tengah duduk bersama kakaknya—Vera.


"Ayah mana ma?" tanya Venus pelan, sambil sesekali mengedarkan pandangannya untuk melihat sosok yang ia cari.

"Ayah kamu udah berangkat daritadi," jawab ibunya ketus.

"Enak banget lo ya baru bangun, ayah tuh udah nungguin lo daritadi!" bentak Vera pada Venus yang masih berdiri di tempatnya.

"Aku kesiangan kak," balas Venus polos.

"Terus cowok yang nganterin kamu semalem itu siapa? Pacar kamu?" tanya ibunya lagi tak kalah ketus.

"Alah..tampang kayak dia mana mungkin si punya pacar ma," ejek Vera sambil tertawa meremehkan.


Sementara Venus hanya berdiri diam di tempatnya. Ia sama sekali tidak ingat akan apa yang terjadi padanya semalam. Cowok? Teman dekat saja ia tidak punya apalagi untuk jadi pacar—bahkan sampai mengantar ia pulang. Venus terus mencoba mengingat apa yang sebenarnya terjadi semalam, tapi nihil—memorinya seolah menolak untuk membuka kejadian semalam. Saat ia tengah sibuk berdebat dengan pikirannya—tiba-tiba ibunya meng-interupsi.


"Udahlah gak penting juga. Nanti pulang sekolah kamu gak usah keluyuran kemana-mana, cucian banyak, mending kamu nyuci tuh," perintah Vani sinis.

"Iya ma," jawab Venus dengan anggukan tanda mengerti.

"Dan satu lagi, jangan pernah panggil saya dengan sebutan mama, saya bukan mama kamu!" ujar Vani tegas.

"Mmm," Venus pun hanya bisa mengangguk atas ucapan ibunya tadi. Ia kini menatap nanar benda bundar yang melingkar di tangannya—ia hendak mencium tangan ibunya tapi ditolak, dengan perasaan sedih Venus pun berangkat ke sekolah seperti biasa.


Dengan tergesa-gesa ia berlari menuju halte—beruntungnya ia karena bis yang ia tumpangi belum berangkat. Ia pun langsung duduk di kursi paling belakang seperti biasa—tapi hari ini ia sengaja tidak berangkat dengan kedua sahabatnya karena ia tidak mau bila kedua sahabatnya itu harus mendapat masalah karena ia lagi.

[END] - Inner BeautyTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang