-14-

80 6 0
                                    

AuthorPov

Fia menutup pintu rumahnya, ia berjalan masuk sesudah mengucap salam. Dia melihat bundanya yang menata meja makan, karena memang sudah waktunya makan siang. Fia mendekat, "ayah mana bun?"

Bunda Fia menjawab setelah sekilas menatap putri bungsunya, "ada di kamar" Fia mengangguk mengerti, dia melanjutkan langkahnya menuju kamarnya yang sempat tertunda.

🍃

Fia melepas atribut sekolahnya, ia mengganti seragamnya dengan baju rumahan. Setelahnya ia kembali menuju dapur, membantu sang bunda.

"Fia kamu panggil ayah makan ya?" Fia mengangguk, ia berjalan ke kamar kedua orang tuanya.

Disana ia melihat ayahnya sedang tertidur, Fia mengulas senyum. Dengan perlahan ia mendekat, "yah, dipanggil bunda makan siang" kata Fia sambil menoel-noel pipi ayahnya.

Tidak mendapat respon membuat Fia mendengus kesal, ia menggoyangkan tangan ayahnya. Seketika itu juga badannya tertarik, menubruk badan sang ayah.

"Tertangkap," kata ayah Fia puas.

Fia terbaring di kasur samping ayahnya yang mulai menggelitik badannya, kebiasaan mereka berdua. Ayahnya memang selalu bersikap seperti ini pada Fia, mungkin karena Fia anak paling terakhir.

"Haha, geli. Ayah udahh! Hahaha ayah ampunnn!" Fia meronta-ronta, "bundaaaa!!" bunda Fia yang mendengar teriakan itu hanya tersenyum maklum.

Mengabaikan teriakan putrinya ia tetap melanjutkan pekerjaannya, karena hal itu sudah biasa terjadi di rumah mereka.

🍃

Fia terdiam, dia menatap kosong langit-langit kamarnya. Kembali berpikir, kenapa ayahnya harus mendapatkan penyakit seperti itu?

Ia menghela napas gusar, detik berikutnya ia mengacak rambutnya frustasi "ahh sudahlah...."

Bagaimana tidak frustasi jika orang yang paling dekat denganmu terkena penyakit? Jujur saja, Fia tidaklah cukup dekat dengan bundanya. Dia lebih dekat dengan sang ayah yang memang memanjakannya.

Fia mengambil ponsel dan earphonenya, menyumpal kedua telinganya dengan benda putih kesayangannya itu. Sambil mendengar alunan musik, ia memainkan ponselnya. Mengalihkan pikirannya yang selalu melayang-layang dan berpikir yang tidak-tidak.

🍃

Sore harinya, rumah Fia kedatangan tamu. Fia yang saat itu sedang duduk di sofa ruang keluarga sambil menonton, memutuskan membukakan pintu untuk sang tamu yang sudah mengetuk di pintu rumahnya.

Di depannya kini berdiri seorang perempuan yang lebih tua darinya, perempuan itu tersenyum ramah "orang tuanya ada dek?" Fia mengangguk, lantas ia mempersilahkan tamu itu duduk di ruang tamu.

Setelah tamu itu duduk, Fia segera masuk, mencari keberadaan sang bunda lalu memberi tahu bahwa ada tamu yang mencarinya. Tidak mau ikut campur, Fia pun meninggalkan sang bunda yang berbicara dengan tamu itu. Ia menuju ke taman belakang setelah sebelumnya sempat mematikan layar plasma yang sempat ia nyalakan.

Fia duduk di bangku taman belakang rumahnya, taman belakang ini sangatlah kecil. Karena tanah yang di miliki orang tuanya tidak bisa membuat taman yang lebih besar, tapi ayahnya bersikeras membuatkan taman. Alhasil jadilah taman belakang rumah yang mini tapi tetap indah menurutnya.

Fia menatap dedaunan yang bergoyang diterpa angin, dia mendongakkan kepalanya menatap langit yang cukup berawan. Matahari sudah hampir tenggelam, tinggal beberapa jam saja. Sebagian awan berwarna orange karena terpaan sinar matahari.

Fia terus menatap awan yang melayang diatas sana, bergerak karena tiupan angin. "Fia!" Fia membalikkan badannya, ia menatap ke arah pintu belakang yang tertutup.

Mendengar suara sang bunda memanggilnya, Fia pun bangkit dari duduknya, ia melangkah masuk kedalam rumah dan menemui bundanya yang memanggil namanya. "Ada apa bun?" Fia melirik tamu yang masih setia duduk di sofa ruang tamu.

"Tolong panggilkan ayah ya, sekalian ambilkan baskom terus isikan air, jangan sampai full" Fia mengangguk mendengar instruksi bundanya.

Fia melangkah, menuju kamar orang tuanya. Membangunkan ayahnya, lalu segera bergegas mengambil baskom yang  ia isi dengan air. Keluar dari kamar mandi, Fia berjalan hendak menuju ruang tamu. Tetapi langkahnya terhenti di ruang keluarga, ayah, bundanya dan si tamu sudah berada disana.

Fia mengernyit bingung, tapi tak ayal ia tetap melanjutkan langkahnya yang sempat terhenti. "Mau ngapain sih bun?" Fia memberi sang bunda baskom berisi air itu seraya bertanya bingung.

"Perban kaki ayahmu mau diganti" Fia ber-oh-ria, ia berpikir bahwa mungkin si tamu itu adalah perawat yang akan menggantikan perban ayahnya.

Beberapa puluh menit kemudian, perban ayah Fia telah diganti. Sekarang sang tamu pamit pulang, katanya ia akan datang dua kali seminggu untuk mengganti perban ayah Fia.

Fia duduk termangu di sofa ruang keluarga, ia masih terkejut dengan luka di kaki ayahnya. Tadi saat perbannya dibuka, bau menyengat menyeruak. Hal itu karena luka hasil operasi masih belum sembuh. Hampir sebagian kulit betis ayahnya terkelupas, membuat dagingnya terlihat. Fia tidak jijik, ia hanya kaget dengan kenyataan yang amat sangat buruk.

Pasti sangat sakit, pikirnya.

🍃

Siklus kehidupan Fia berubah, setiap dua kali seminggu si perawat datang menggantikan perban luka ayahnya. Fia yang melihat, hanya bisa menahan napas sambil berharap luka sang ayah bisa cepat menutup.

Sudah dua minggu ini perban ayah Fia diganti, tapi tidak ada perubahan. Luka yang seharusnya perlahan menutup itu malah tidak menunjukkan perubahan. Hari ini setelah mengganti perban ayah Fia, si perawat berkata ia akan merubah jadwal mengganti perban menjadi tiga kali seminggu.

Minggu ketiga pun berlalu. Bunda Fia akan berangkat ke tanah suci untuk menjalankan ibadah umroh. Alhasil Fia akan menjaga rumah dan juga ayahnya, tapi bagaimana caranya? Jika Fia saja tidak tahu memasak?

Hari minggu pagi bunda Fia berangkat, sebenarnya ayah Fia juga harus berangkat. Tapi karena ayahnya sedang sakit, jadilah ayahnya tidak pergi. Sekarang tinggallah Fia berdua di rumah dengan ayahnya.

Tapi ternyata, seseorang datang saat sore hari. Ia adalah saudara ayah Fia. Tante Fia yang tinggal di bandung itu datang untuk menjaga ayah Fia. Ia akan bermalam dan menemani Fia menjaga rumah.

Fia bernapas lega di kamarnya, berbaring telentang sambil merentangkan kedua tangannya. "Ya setidaknya gue gak harus memasak."

Karena hanya itu permasalahan Fia jika ditinggal berdua bersama ayahnya. Tidak mungkin kan Fia membeli makanan di luar setiap hari selama dua minggu bundanya pergi.

Fia memejamkan matanya, ia bergumam "kenapa tidak ada perkembangan?" tanyanya dengan kening berkerut.

Sudah tiga minggu dan masih belum ada perubahan, hal itu tentu membuat seluruh keluarga Fia resah. Ayah Fia adalah anak ketiga dari lima bersaudara, orangnya tegas, humoris dan baik menurut Fia.

Setidaknya begitulah pandangan Fia kepada ayahnya. Fia menghela napas lemah, dia bangkit dari tidurnya. Entah sejak kapan tapi sepertinya ia sudah jarang menstalking akun si gebetan. Tak mau terlalu larut dalam pikirannya, ia memutuskan menstalk medsos gebetannya.

-----

Maafkan Author jika part ini gaje dan terlalu absurd. Soalnya ide Author sedang gak ada. Otak author kosong melompong...

#salamLazy

Secret Admirer (Tamat)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang