-24-

96 5 2
                                    

AuthorPov

Fia menatap makam di depannya, sudah berapa tahun ya? Entahlah, dia tak tahu. Buat apa menghitung waktu yang menurutnya sangat buruk itu? Ia tak ingin terjebak kembali di masa lalunya, walau terkadang sesekali ia bisa menangisinya semalaman.

Fia tersenyum saat mengusap nisan makan ayahnya. Hanya hatinya yang bisa berkata-kata di saat seperti ini.

Setelah menyiram dan memberi bunga pada makam, mereka semua berdoa.

Setelah berdoa, mereka pun mulai berjalan menuju parkiran untuk pulang. Fia berjalan tepat di belakang bundanya dan Rafa yang sedang berjalan beriringan entah membicarakan apa.

Saat merasakan sebuah tepukan ringan di pundaknya, Fia pun menoleh. Ia mengernyit, "ada apa bang?"

"Hm.. Gak ada," katanya yang menurut Fia terlihat ragu.

Fia mengangguk saja, membiarkan kakaknya itu mengambil keputusan sendiri. Sampai akhirnya, Safa berdehem, membuat atensi Fia sepenuhnya ke arah dirinya.

"Kenapa bang?"

"Emm.. G--gak jadi."

Fia melongo, gila baru kali ini dia melihat tingkah abangnya yang super duper dingin itu menjadi absurd seperti ini.

"Pfft, abang kenapasih? Aneh banget sumpah," Fia tak bisa lagi menahannya, akhirnya ia menanyakannya juga.

"Ck!" yang sayangnya hanya di balas decakan kesal dari Safa.

Safa mempercepat langkahnya, membuat Fia tertinggal di belakang. Fia tersenyum geli, ada-ada saja abangnya itu.

🍃

"Mau kemana?"

"Temenin aja dulu, nanti juga tahu."

Fia mendengus, dia menatap keluar, tak ingin menatap lelaki di sampingnya. Sampai tiba-tiba, ia teringat sesuatu.

"Eh, tadi bunda bilang, kamu minta di temenin belanja buat ulang tahun ibu kamu ya?" tanyanya berbalik, kembali menatap Rafa.

"Iya."

Fia ber-oh-ria, dia mengernyit bingung, "jadi... Kamu rencananya mau beli apa?"

Rafa melirik Fia sejenak, "kalau itu, aku serahin ke kamu aja" jawabnya sambil tersenyum.

"Lah? Gimana sih? Kamu kan anaknya, masa tanya ke aku."

"Kamu kan perempuan otomatis pasti tahu apa yang cocok buat hadiah."

"Ih, masa kamu anaknya gak tahu selera ibu kamu sih?"

"Aku emang gak tahu, makanya ajak kamu," Fia menatap Rafa tak percaya, sedangkan lelaki itu tersenyum puas, karena berhasil membungkam Fia.

Fia menghela napas pelan, dia diam saja. Tak ingin lagi berdebat, dengan lelaki menyebalkan itu.

Rafa melirik Fia, satu tangannya ia gunakan untuk mengusap pelan rambut Fia. Hal itu membuat Fia terkesiap, ia menatap Rafa dengan wajah yang hampir merona.

"Ra--Rafa?"

Rafa tak menjawab, ia hanya melakukan hal itu tanpa mengeluarkan suara. Fia menunduk, mencoba menyembunyikan rona di pipinya. Beberapa menit, keheningan menyelimuti keduanya.

"Udah sampai loh, kamu mau nunduk sampai kapan?" ucap Rafa memecah keheningan itu.

Fia terkesiap, ia mendongak menatap sekeliling dan benar saja, ternyata mereka sudah sampai.

Fia mengernyit, "kenapa ke toko bunga?"

Rafa yang sedang membuka seatbeltnya menoleh, "emm.. Hanya berpikir, bunga bisa jadi salah satu hadiah yang bagus untuk bunda."

Secret Admirer (Tamat)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang