-25-

94 4 4
                                    

AuthorPov

Fia berjalan santai menuju kelas, pagi ini ia datang tepat waktu. Murid yang lain juga sudah berdatangan. Tepukan di pundak Fia membuatnya menoleh dan mendapati sahabatnya, Dea.

"Tumben rajin," katanya tersenyum remeh.

Fia berdecak, "datang telat salah, pagi juga salah. Emang ya, gue salah mulu."

Dea terkekeh, "yee ngambek dianya... Ututu jangan ngambek yaa..." bujuknya sambil menoel-noel pipi Fia.

Fia berdehem, ia berjalan tanpa menghiraukan manusia disampingnya itu. Sampai setibanya di kelas, keduanya menaruh tas di bangku masing-masing.

Dea yang notabenenya sedang piket, langsung berjalan melaksanakan kewajibannya. Sedangkan Fia hanya duduk sambil menopang dagu. Menghayalkan entah apa itu.

Waktu terus berlalu, sampai pelajaran dimulai tidak ada tanda-tanda Rafa akan datang. Fia menatap bangku disampingnya. Pikirannya mulai berulah, banyak sekali pertanyaan yang mulai muncul di kepalanya.

Fia menghela napas, padahal kemarin Rafa masih bersamanya. Entah apa yang terjadi. Sampai pelajaran berakhir dan waktu istirahat tiba, Fia tak bisa merasa tenang. Pertanyaan-pertanyaan mengenai Rafa, bermunculan dikepalanya.

"Lo kenapa sih Fi... Mungkin Rafa cuman lagi ada urusan penting kan??" gumamnya, mencoba meyakinkan diri sendiri. Dia menepuk pipinya pelan.

"Heh ngapain lo?"

Fia tersentak, dia menatap Dea. Ia tersenyum kikuk, "enggak kok."

Dea menatap Fia curiga, membuat Fia berusaha menahan ekspresinya agar tak terbaca oleh sahabatnya itu. Sampai Dea tak sengaja menatap bangku disamping Fia yang kosong.

Dia menyeringai, ia mendudukkan dirinya di bangku tersebut, mendekatkan wajahnya agar pembicaraan keduanya tidak di dengar orang lain.

"Lo... Pikirin si Rafa-Rafa itu ya?"

Fia mengalihkan pandangannya, "ih apaan... Enggak kok."

"Hee... Gue kira lo bakalan mikirin, dia lagi dimana ya? Kenapa gak datang ya? Sakit kah?? Duh gue khawatir," katanya dengan nada bicara mendramatisir.

Fia berdecak, dia berdiri dari tempat duduknya, "gue mau ke kantin!"

Dea tertawa, "tumben mbak," teriaknya.

"Ck, Dea diem deh, ngeselin banget sih," katanya pada Dea yang sudah berada di sampingnya.

"Ututu, Fia ngambekkan ih," Dea terkekeh. Senang sekali rasanya melihat sahabatnya salah tingkah.

Jarang sekali, Fia yang kesannya dingin dan cuek menjadi salah tingkah seperti ini. Lihat saja, bahkan pipinya sampai menampakkan sedikit rona merah.

Setelah keduanya sampai di kantin dan mendapat tempat duduk, keduanya pun segera menghabiskan makanan masing-masing. Setelahnya barulah Dea memulai interogasi yang tertunda tadi.

"Jadi... sebenarnya kemarin ada apa?" Fia menghela napas pasrah, ia meneguk air mineral dihadapannya sampai tandas.

"Lo kepo banget deh," Dea mengeluarkan cengirannya, "gue kan sahabat lo, jadi harus tahu seluk beluk tentang lo dong Fi."

"Yayaya, serah lo dah."

Dea tersenyum, "Jadi? Lo maukan cerita sama gue?"

Fia diam sejenak, lalu tak lama kemudian ia mengangguk. Dan mulailah ceritanya, mulai dari Rafa yang tiba-tiba datang ke rumahnya dan sampai berakhir mencari hadiah untuk ibunya, bahkan Fia menceritakan mengenai kalung yang di berikan oleh Rafa.

Secret Admirer (Tamat)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang