-17-

66 5 0
                                        

AuthorPov

Fia memandang sendu mobil yang kini melaju, meninggalkan pekarangan rumahnya. Ia menghembuskan napas gusar. Kakinya ia arahkan untuk memasuki rumahnya.

Berjalan menuju kamar, mengganti baju rumahannya dengan baju rapi yang lebih pantas dikenakan bila keluar. Setelahnya, Fia turun. Duduk di sofa sambil memainkan ponselnya.

Seorang pria dengan tubuh jangkung masuk. Dengan santai ia berjalan, menepuk pundak Fia yang masih terpaku di benda pipih sejuta umatnya.

Fia mendongak, menatap lurus pria itu sambil menaikkan sebelah alisnya. "Kita berangkat?" pria yang tak lain abangnya mengangguk. Fia berdiri, ia mengenakan sepatunya. Lalu menutup pintu rumah, tak lupa menguncinya.

🍃

Pintu ruangan yang di dominasi warna putih itu, terbuka perlahan. Seorang gadis memasuki ruangan itu membuat sang penghuni ruangan menoleh. Gadis itu tersenyum, ia melangkahkan kakinya masuk.

Salah seorang paruh baya yang berbaring di kasur dengan salah satu tangan yang terinfus tersenyum, "sudah makan?" gadis itu menggeleng sebagai jawaban atas pertanyaan ayahnya.

Seorang perempuan yang sudah berumur memasuki ruangan putih tersebut dengan menenteng kantong kresek. Dia menatap gadis yang baru saja akan duduk di salah satu sofa.

"Fia kamu sudah makan nak?" Fia menatap bundanya lama, lalu menggelengkan kepalanya.

Bunda Fia menghela napas, "yaudah, sini makan bareng bunda. Bunda baru saja beli makanan."

"Fia nggak lapar bunda."

"Kamu harus makan Fia, pasti kamu belum makan nasi dari pagi" Fia merenggut kesal, bundanya selalu saja mengetahui apapun yang menyangkut pola makan Fia.

Ayah Fia yang melihat interaksi antar putri bungsu dan istrinya hanya tersenyum geli. Sudah beberapa hari semenjak dia di rawat di salah satu rumah sakit di Jakarta. Semenjak hari itu ayah Fia di rawat inap di rumah sakit.

Beberapa hari ini pun, perawat yang selalu menggantikan perban luka ayah Fia, terus datang untuk melaksanakan tugasnya. Tapi belum ada petunjuk tentang perkembangan penyakitnya.

Fia pun mengangguk, lebih baik mengalah, karena berdebat dengan bundanya sama saja sedang membuang waktu dengan percuma. Kebiasaannya kini berubah, sekarang ia sering pulang balik rumah sakit dan rumahnya. Tentu diantar oleh kakaknya, Safa.

"Bun, Fia bermalam aja ya? Besok kan hari minggu."

Bunda Fia terdiam sebentar, lalu mengangguk menyetujui ucapan Fia. Fia tersenyum senang, jujur saja dia merasa bosan berada di rumah, apalagi hanya berdua dengan kakaknya itu.

Setelah makan, Fia ijin keluar, hendak berjalan-jalan di taman rumah sakit. Fia mengambil ponsel dan earphone putih kesayangannya.

Dia berjalan menatap sekeliling dengan tangan memegang kedua benda itu. Cuaca sore hari yang pas membuatnya betah. Beberapa orang juga ikut menikmati cuaca sore ini di taman. Sedangkan beberapa perawat sibuk berkeliaran, menjalankan tugas.

Fia yang mendapati sebuah bangku taman yang kosong pun segera berjalan ke sana, lalu mendudukkan dirinya disana.

Dia tersenyum, sambil mengamati beberapa pasien yang sedang keluar berjalan-jalan, mungkin mencari udara segar. Sampai akhirnya, kegiatan Fia terganggu dengan deringan ponselnya.

Dia menatapnya sejenak, lalu mengangkatnya.

"Halo?"

Secret Admirer (Tamat)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang