Setelah hari terang orang-orang Eropa itu membangunkan orang- orang Dayak dari tidur mereka yang lelap. Yohanes menarik Dalim ke sampingnya dan mereka bercakap-cakap dengan serius, sementara yang lain bersiap-bersiap memasak nasi dan ikan untuk sarapan.
Setelah selesai bercakap-cakap Dalim pergi ke dalam hutan yang lebat dan dalam beberapa saat saja telah lenyap dari pandangan. Yohanes mengeluarkan pakaian-pakaian yang disediakan oleh Baba Pucieng, memilih yang cocok untuk dipakainya sendiri dan kemudian melompat ke sungai untuk mandi pagi. Setelah merasa cukup menyegarkan diri, ia keluar, mengambil buntalannya dan berlindung di balik tetumbuhan. Segera ia muncul lagi dengan pakaian seperti seorang Dayak, mandau di tangan, dan melompat ke tengah-tengah mereka yang mandi hingga membuat mereka ketakutan.
Akan tetapi mereka segera sadar setelah mendengar suara yang sudah dikenal berseru, "Jangan takut, Muka-muka Pucat!" (Yohanes agaknya menirukan orang-orang Indian-Amerika yang menyebut orang kulit putih dengan "Polefoce", Muka Pucat)
Orang Dayak asing itu ialah Yohanes, yang berpakaian ewah atau cawat dari kulit kayu yang dililitkan di pinggang dan ikat kepala dekil di kepalanya, berdiri di hadapan mereka dengan penyamaran yang berhasil. Sebelum mereka puas mengamati dan mengagumi pribumi dadakan itu, Dalim kembali dari hutan. Ia lalu mengambil panci dan memasukkan dedaunan yang dibawanya dari hutan, menambahkan sedikit air dan beberapa tetes pewarna coklat dari botol yang menggelantung di pinggangnya. Kemudian panci itu diletakkan di atas api dan Dalim bergabung dengan yang lain untuk sarapan.
Ketika mereka selesai makan, rebusan ramuan daun dan pewarna itu sudah mendidih. Dalim kemudian mengangkatnya dari api dan meminta Schlickeisen yang duduk di dekatnya mengulurkan kedua tangannya. Dalim membalur kedua tangan Schlickeisen beberapa saat dengan kain perca yang sudah dicelupkan ke dalam rebusan tadi, dan hampir secepat itu pula muncul warna coklat gelap. Ketika tangan-tangan telah diwarnai dengan baik, ia memegang leher orang Swiss itu dan memoles muka, lengan, dan pundak Schlickeisen dengan cara yang sama. Setelah operasi selesai, Schlickeisen tidak lagi dikenal.
Yohanes berpendapat bahwa seluruh tubuh orang- orang kulit putih itu harus dibalur guna menjamin keselamatan dengan sempurna. Karena semua setuju dengan pendapat Yohanes, Dalim pun kembali ke dalam hutan untuk mengumpulkan dedaunan semacam tadi sehingga ia dapat membalur semuanya. Dedaunan ini diambil dari kalampuit, satu pohon dari jenis Rhododendron yang juga digunakan oleh orang Dayak untuk upas anak sumpit mereka. Rebusan dedaunan itu hanya digunakan sebagai pemantap zat warna, yakni pigmen yang ada di dalam botol Dalim yang berupa jus katiting, pohon dari jenis Rhizophora.
Sejam kemudian kulit semua orang Eropa itu telah berwarna perunggu yang indah, dan mereka berjalan bertelanjang dada dengan mengenakan ewah sebagai tiruan penduduk pribumi yang kuning langsat. Hanya La Cueille yang gagal menghasilkan tipe Dayak asli. Perawakannya yang langsing, matanya yang cemerlang, janggut dan kumisnya yang indah, dan rambutnya yang ikal menjadikan dia berpenampilan mirip orang Arab. Maka dengan suara bulat ia dipilih sebagai Syekh dan diberi julukan Mohamad al Mansur. Pengangkatannya ini memberi dia keuntungan untuk mengenakan jubah. Di seputar kepalanya dililitkan serban, kakinya bersandal, dan ia diminta membawa tasbih yang biji-bijinya diputar di jari-jemarinya dengan cara yang sudah amat lazim.
La Cueille mendapat kesulitan besar dengan sandalnya dan hampir tidak dapat menyeret kakinya karena tapak sandalnya rata, terkunci di kakinya dengan sematan di antara dua jari kakinya. Tetapi setelah berlatih tekun, kesulitan itu dapat diatasi dan ia melangkah dengan gagah sambil mengeja bahasa Arab yang buruk, "La illa ha illaLah, Tiada Tuhan selain Allah," persis layaknya ia dilahirkan di Jazirah Arab.
Kini diatur supaya ketika berjumpa dengan penduduk pribumi hanya Yohanes dan orang-orang Dayak yang boleh berbicara. Kedua orang Swiss itu berlaku sebagai orang-orang upahan dan karena itu disuruh diam saja. Sang Syekh hanya boleh mengucapkan beberapa kata Melayu, bercampur dengan satu-dua kata-kata Arab dan ayat Al-Quran yang diajarkan oleh Yohanes. Operasi terakhir yang perlu dilakukan oleh ketiga orang itu adalah mewarnai gigi mereka. Ini juga dapat dilakukan dengan zat yang ada di dalam botol Dalim, yang segera mengubah gigi gading mereka menjadi eboni yang mengkilap.
"Kalian benar-benar terlalu gagah untuk menjadi orang-orang Dayak," kata Dalim
Dia tidak salah berpikir demikian, karena meskipun orang-orang Eropa itu berdada lebar dengan lengan dan bahu yang pas dengan tubuh orang Dayak, mereka tidak punya kaki bengkok. Ya, kaki orang Dayak bengkok sehingga penduduk Kalimantan diberi nama demikian. Dayak adalah singkatan dadayak artinya berjalan sempoyongan. Dengan beberapa perkecualian, kebanyakan penduduk asli berkaki bengkok, dan lingkunganlah yang membuat gaya berjalan mereka sempoyongan. Cacat jasmani ini adalah akibat posisi yang terpaksa dilakukan ketika mereka duduk di dalam sampan. Walaupun kecintaan alamiah mereka pada sungai melemahkan dan menghambat pertumbuhan badan bagian bawah, bagian atas badan mereka begitu berkembang sehingga mereka pantas menjadi model bagi pemahat patung.
Begitu samaran para buronan itu berhasil, mereka mengikat seragam tentara mereka dalam satu buntalan, membebaninya dengan sebongkah batu besar dan menenggelamkannya di bagian sungai terdalam. Kemudian mereka meneruskan perjalanan dan mencoba bergerak lebih lanjut ke hulu sungai; tetapi ternyata pekerjaan ini sulit dilakukan. Sungai Dahasan ternyata tidak lain adalah satu dari banyak kanal suatu rawa luas yang dipenuhi hutan lebat. Tumbuhan merambat yang besar menjalar ke mana-mana, melintasi sejumlah besar sungai kecil, menjalari pohon-pohon besar dan menutupi puncak-puncak pohon dengan tanaman benalu sehingga bentuknya seolah-olah menyerupai dataran tinggi tanaman yang diangkat.
Tumbuhan merambat yang umumnya banyak ditemukan di antara pohon-pohon hutan perawan ini adalah rotan, yang disebut uai oleh penduduk asli. Tanaman ini menjalar di permukaan tanah, menyelimuti apa saja yang ditemuinya dengan jejaring cabang yang hanya dapat dibersihkan dengan parang yang kuat dan tajam. Rotan-rotan itu ditutupi duri-duri tajam, yang menjadi penghalang paling mengerikan bagi semua orang yang berjalan menembus belantara ini.
Ketujuh orang itu segera melintasi air seperti di atas kasur sungai. Lima orang di antara mereka dengan parang di tangan, mencoba membersihkan tanaman rambat itu, yang amat menyita tenaga dan menimbulkan lecet-lecet yang menyakitkan. Dua orang yang lain berjalan di tepi kanal, mendorong sampan melalui lintasan yang berliku-liku yang sebenarnya hanyalah jalur yang terbentuk di bagian lumpur lunak karena sampan yang lewat. Pekerjaan itu hampir di luar kekuatan manusia, dan penyatuan seluruh tenaga semua orang acapkali merupakan keharusan untuk membebaskan atap sampan dari belitan cabang-cabang yang bergelantungan.
KAMU SEDANG MEMBACA
DESERSI: MENEROBOS RIMBA BORNEO
Fiction HistoriqueKisah ini adalah terjemahan dari buku berbahasa Belanda yang berjudul Borneo van Zuid naar Noord karya M.T. Hubert Perelaer, berkisah tentang empat serdadu KNIL Belanda yaitu Schlickeisen (Swiss), Wienersdorf (Swiss), La Cuille (Belgia) dan Yohannes...