Ketika fajar merekah orang-orang Eropa itu membawa keranjang- keranjang yang berisi harta-benda mereka ke atas Firefly. Harimau Bukit menemani mereka ke atas kapal. Ketika jeritan peringatan peluit-uap berbunyi, orang Punan itu memeluk adik perempuannya dan menatap dengan kasih-sayang ke arah matanya seakan-akan ingin membaca pikirannya.
Airmata hangat mengalir deras di pipi Hamadu ketika Harimau Bukit mendekapkan adiknya itu ke dadanya. Kemudian ia memegang tangan Wienersdorf dan mengangkatnya ke bibir.
"Paharingku Dohong." (Saudaraku Dohong) isaknya. Hanya inilah kata-kata yang sanggup diucapkan oleh emosinya yang bergolak.
Bel berbunyi lagi, disusul peluit lagi. Ia melepaskan diri dari pelukan Hamadu, menjabat tangan keempat sahabatnya dan meloncat ke tepian. Papan ditarik dari dermaga, kincir-kincir kapal mulai berputar dan antara kakak laki-laki dan adik perempuan itu terbentang satu celah yang semakin lebar tiap detik, sampai mereka masing-masing lenyap dalam kabut pagi.
Kemudian Hamadu menyeka airmatanya dan berbisik ke telinga Wienersdorf:
"Sekarang, engkaulah segala-galanya bagiku."
Firefly, kapal-uap cepat itu, melaju di sungai yang lebar. Ketika matahari terbenam kapal itu sampai di muara sungai dan para pengembara dapat melihat pemandangan seluruh lautan. Haluan kapal kini berputar ke arah barat, dan sebelum dini hari kapal memasuki muara Sungai Moratabas cabang Sungai Sarawak. Beberapa jam kemudian kapal itu melabuhkan sauhnya di Kuching, ibukota kerajaan Sarawak.
Para petualang itu disambut dengan hormat oleh Raja Sir James Brooke, yang mendengarkan pengalaman mereka dengan penuh perhatian. Ia menyatakan kekagumannya atas keberanian, kerasnya kemauan, dan dinginnya kepala mereka. Namun di saat yang sama dengan terus-terang ia menyalahkan desersi mereka dan menyebut tindakan itu sebagai melanggar kontrak yang telah dibuat dengan pemerintah sebuah negara. Walaupun demikian, raja penguasa jajahan Inggris ini tidak sampai hati menyerahkan orang-orang ini pada pemerintah Belanda. Mereka patut dihormati karena telah menyelesaikan petualangan semacam itu, yang telah mengalami berbagai cobaan dan begitu banyak penderitaan, yang telah mempertaruhkan nyawa demi memperoleh kembali kemerdekaan mereka.
Dua hari kemudian Rainbow, kapal uap baling-baling bertiang tiga yang bagus, berlayar ke Singapura. Para pengembara menumpang kapal itu dengan penampilan baru, sama sekali berubah.
Selama tinggal di Kuching orang-orang Eropa mencoba membersihkan kulit mereka dari katiting dengan cara menggosoknya keras-keras dengan sabun dan air. Akan tetapi pigmen mereka, setelah penyamaran begitu lama, tidak mudah dicuci, sehingga mereka masih tampil sebagai Indo-Eropa atau peranakan. Hanya waktu penyembuh semua penyakit, yang sanggup memutihkan kulit mereka lagi.
Di Kuching para pengembara mencoba berdandan dengan pakaian yang pantas. Meskipun toko pakaian di Kalimantan jarang, mereka berhasil menggantikan ewah-ewah mereka yang sudah sobek dengan pakaian hari Minggu pelaut yang nyaman, jika bukannya perlente. Hamadu, dibantu oleh Yohanes dan suaminya, membeli beberapa pakaian perempuan yang bagus. Mengenakan pakaian-pakaian itu ia tampak sangat menarik. Bahkan Dalim dan kawannya dari Kuala Kapuas telah mengubah diri mereka dan kini berpenampilan perlente seperti kelas kaya Melayu. Karena itu mereka semua ketika berada di atas kapal Rainbow, tampak necis, bersih, dan rapi, sehingga tidak seorangpun bisa membayangkan bahwa tiga bulan yang lalu mereka adalah para pengembara di rimba raya Kalimantan.
Setelah meninggalkan pelabuhan, dalam cuaca tenang dan langit cerah, kapal berlayar mendekati karang Tanjung Datu. Dengan demikian para petualang itu dapat melihat sekilas pulau itu yang telah mereka jelajahi dari selatan ke utara, tempat mereka mengalami berbagai macam petualangan. Mereka semua memandang Tanjung itu dengan penuh perasaan, Hamadu terutama dengan airmata tertahan, memandang untuk terakhir kalinya tanah kelahirannya dan pulau itu lambat-laun memudar dan kemudian lenyap samasekali dari pandangan untuk selama-lamanya.
"Tak apa itu takdir Tuhan."
Ia mengalihkan perhatiannya dari cakrawala dan mencari sandaran hiburan pada suaminya.
Keterangan gambar:
Sir James Brooke (lahir 29 April 1803 – meninggal 11 Juni 1868 pada umur 65 tahun) adalah raja kulit putih pertama Kerajaan Sarawak.
KAMU SEDANG MEMBACA
DESERSI: MENEROBOS RIMBA BORNEO
Historical FictionKisah ini adalah terjemahan dari buku berbahasa Belanda yang berjudul Borneo van Zuid naar Noord karya M.T. Hubert Perelaer, berkisah tentang empat serdadu KNIL Belanda yaitu Schlickeisen (Swiss), Wienersdorf (Swiss), La Cuille (Belgia) dan Yohannes...