PESTA NGERI

276 14 0
                                    

La Cueille, karena duduk di gardu jaganya yang tinggi, dengan leluasa dapat memandang ke arah sungai sampai jarak tertentu. Dia menempatkan kedua meriam yang berisi peluru pada posisinya, memegang sumbu dan menunggu kesempatan dengan mata awas ke arah sungai. Akhirnya ia melihat satu armada sampan muncul dari kelokan sungai. Tetapi ia tinggal diam dan membiarkan mereka semakin dekat.

Saat untuk beraksi akhirnya tiba. Sambil mengukur elevasi meriam- meriamnya, ia menyulutkan api ke lubang sumbu dan menembakkan beberapa peluru ke tengah-tengah armada, menenggelamkan salah satu sampan dan menimbulkan kekacauan yang tak sedikit di antara sampan-sampan lain.

Karena itu Kolonel memerintahkan orang-orangnya mendarat sehingga untuk sementara waktu dapat menyelamatkan diri, dan para penyerang bersembunyi di antara semak-belukar dan pohon-pohon di tepi sungai. Namun Kolonel tahu betapa berbahayanya membiarkan pasukannya terpengaruh oleh pukulan mundur pertama, dan karena itu, meskipun berkibarnya bendera Belanda di benteng masih merupakan teka-teki baginya, ia memutuskan untuk tidak ragu-ragu mengumpulkan pasukannya dan maju menyerbu benteng. Ia ingat pengalaman pertempuran-pertempuran sebelumnya, bahwa dalam peperangan di Hindia-Belanda keberanian membuahkan hasil.

Ia yakin kali ini akan berhasil, tetapi itu tidak berlaku untuk orang-orang Eropa yang ada dalam benteng. Orang-orang Eropa itu, begitu melihat musuh berada dalam jarak tembak, melepaskan tembakan meriam yang berisi sekumpulan peluru besi, yang membuat para penyerang terpukul. Tembakan senapan beruntun menciutkan nyali para penyerang dan membuat mereka melarikan diri sebelum dapat melepaskan tembakan sekalipun.

Ketika Harimau Bukit menyaksikan mereka melarikan diri, ia hampir kalap. Ia melesat ke luar benteng untuk memburu kepala-kepala musuh. Akan tetapi ketika ia sedang memarang buruan-buruannya yang meronta-ronta, sepasukan prajurit bersenjata tiba-tiba muncul dari belakang dan menyerang serta mengepungnya. Mereka melemparkan tali ke lehernya dan menyeretnya dengan setengah tercekik. Wienersdorf dan Schlickeisen, melihat ini, mengumpulkan beberapa orang dan buru-buru menuju ke tempat kejadian dengan kecepatan penuh.

Setiba di lereng bukit mereka melihat tubuh orang Punan itu dibawa pergi oleh beberapa orang. Sambil membidik cermat mereka melepaskan tembakan dan empat orang musuh tewas. Yang lain jadi keder, tetapi mengetahui mangsa mereka adalah kepala suku sehingga sangat berharga untuk ditinggalkan. Mereka mencoba bertahan meskipun dua orang lagi di antara mereka tertembak. Sekonyong-konyong dari arah benteng datang bala bantuan. Beberapa pribumi muncul, menyerbu dengan mandau terhunus, dan setelah pergumulan singkat Wienersdorf berhasil melepaskan orang Punan itu dari tali yang hampir mencekiknya. Ia mengulurkan tangannya sambil membantunya berdiri tegak dan membisikkan kata selamat ke telinganya, ketika Harimau Bukit sudah berdiri.

Orang Punan itu memegang kedua tangan orang Swiss itu yang lalu diletakkan di atas kepalanya, lalu berkata:

"Paharingku !" (Saudaraku)

Setelah beberapa tembakan lagi dari kedua belah pihak segala sesuatu pun kembali tenang. Para penyerbu terus mundur dan mulai menghitung kerugian mereka. Lima orang yang tewas segera dikuburkan, tetapi mereka meninggalkan yang luka-luka lebih dari tiga kali lipat, yang mengerang di balik semak-semak. Garnisun dalam kota hanya kehilangan satu orang, seorang gadaian yang terbunuh karena tembakan senapan.

Walaupun demikian upacara yang tertunda tidak ditinggalkan. Mereka yang diserbu membagi diri, sebagian berpesta sebagian lagi siap siaga mempertahankan benteng dari serangan baru. Tetapi semua merayakan kemenangan dengan menenggak tuak, dan mereka tetap dapat mengendalikan diri sehingga tidak sampai mabuk.

Setia pada peran alim yang dijalankannya, si Walloon pantang makan-minum yang haram. Dengan acuh tak acuh orang suci ia melihat penganan kecil menghilang melalui tenggorokan yang tidak pernah terpuaskan, dan ia tetap bisa menahan diri ketika Yohanes memegang sepotong daging babi enak di bawah hidungnya. Akan tetapi untuk tuak ia hanya bisa menghela napas dalam-dalam mencium baunya saja. Namun ia terhibur dengan janji Yohanes menyimpankan bagiannya untuk dinikmati setelah meninggalkan lingkungan yang profan ini.

Ketika orang-orang Eropa itu menikmati berbagai macam makanan-minuman, seorang Punan masuk dan melemparkan beberapa butir kepala orang ke tengah-tengah mereka yang hadir. Tepuk tangan memekakkan menyambut tindakan itu. Dua orang merenggut kepala-kepala itu, memotong sisa tulang tengkuk dan dengan sebilah sembilu menuangkan isi otak ke dalam piring melalui lubang sumsum belakang. Orang Punan lain melepaskan sejumlah besar rambut dari kepala, memotongnya sepanjang satu setengah inci dan mencampurkannya ke dalam otak yang berdarah itu dengan lada bubuk.

Para desertir menyaksikan semua ini dengan kengerian yang bisu. Ketika semua isi otak telah dipindahkan dari tempurung kepala dan piring telah disiapkan dengan semestinya, seorang Punan mengambilnya, menyendok campuran itu dengan sendok tanah liat dan ditawarkan kepada Yohanes yang menolaknya dengan sopan.

Ketika campuran itu disajikan kepada Wienersdorf, ia memandangnya dan tiba-tiba ia dikuasai perasaan nausea dan roboh tidak sadarkan diri. Orang-orang Eropa lainnya dalam ketakutan luarbiasa, tidak memerhatikan Wienersdorf yang pingsan, dan orang-orang Dayak, meskipun agak sedikit heran dengan penolakan orang-orang asing untuk mencicipi makanan yang mereka anggap lezat itu, sangat senang melihat semuanya tersisa untuk mereka sendiri. Orang yang membawa piring memegang sendok, mengisinya, menegakkan kepalanya ke belakang dan sambil mengatupkan kedua matanya ia menelan makanan itu, yang meluncur ke dalam tenggorokannya. Roman mukanya dalam waktu yang sama bersinar dengan amat gembira. Kemudian ia menyerahkan piring kepada salah seorang temannya yang juga melakukan hal serupa dan menggilirkan makanan itu kepada yang lain. Lambat-laun, dan dengan kegembiraan meluap, mereka sengaja mengisap-isap rambut yang termasuk dalam campuran itu untuk mengungkapkan kepuasan menikmati sajian.

Pesta yang sangat memuakkan itu sudah sangat tidak tertahankan bagi orang-orang Eropa tersebut. Adegan itu telah menjungkir balikkan jiwa mereka yang paling dalam, dan tersentak sadar dari adegan mengerikan ini mereka baru tahu Wienersdorf telah terbaring pingsan. Mereka mengangkat Wienersdorf ke udara terbuka, dan dengan dibantu tegukan-tegukan air dingin, mereka semua pun segera sadar kembali.

Harimau Bukit sekarang untuk kedua kalinya berutang budi pada Wienersdorf. Ia mengetahui dari para pengikutnya bagaimana saudara barunya itu menyelamatkan dia dengan gagah-berani. Harimau Bukit menghampiri penolongnya dan meletakkan tangannya ke bahu si penolong sambil menanyakan apakah ia dapat melakukan sesuatu untuknya. Semua miliknya akan ia serahkan kepada penyelamatnya dan bahkan ia menawarkan diri menjadi orang gadaian sebagai pengorbanan atas kemerdekaan dirinya.

Wienersdorf, kendati masih terpengaruh adeganyang baru disaksikannya tidak lama ragu-ragu. Ia memegang tangan orang Punanitu, dijabatnya berkali-kali dan memohon agar menyelamatkan jiwa perempuan yangmalang itu, yang untuk sementara selamat dari kematian yang mengerikan dengandatangnya armada musuh secara tidak terduga. Permohonan ini dikabulkan setelahHarimau Bukit ragu beberapa saat sambil menegaskan tidak dapat memahami mengapaWienersdorf ngotot menyelamatkan nyawa perempuan itu, yang hanya ibu dua anak,telah berusia setengah baya, dan berwajah buruk. 

Harimau Bukit merasa sangat heran pada selera orang Swiss yang menyimpang itu. Tetapi karena ingin sekali penolongnya itu bahagia dengan memiliki seorang istri yang cantik, ia kini menawarkan adik perempuannya sendiri, seorang gadis muda dan molek kebanggaan sukunya. Dengan perkawinan yang pantas mereka akan memperkuat tali persaudaraan.

Hamadu, demikian nama gadis itu, adalah makhluk yang luar- biasa dengan warna kulitnya yang bagus dan lembut. Mulutnya seperti dipahat indah, kedua bola matanya besar dan legam, menyorot dengan ekspresi sayu dan lembut, tetapi juga sanggup bercahaya cemerlang seperti umum ditemukan pada bangsa-bangsa Timur. Tubuhnya indah, tinggi, luwes, dan anggun. Ia memiliki pembawaan istimewa, yang menjadi ciri khas anak alam dan amat jarang ditemukan di negeri-negeri masyarakat yang beradab.

Orang-orang Eropa itu seringkali mengagumi Hamadu yang cantik itu dan mengakui bahwa ia pantas menyandang namanya yang berarti madu yang manis. Tetapi ketika mutiara yang cantik itu ditawarkan kepadanya, Wienersdorf ragu-ragu dan hampir saja menolaknya. Untung saja Yohanes menengahi dan dengan tangkas menjawab orang Punan itu bahwa sahabatnya sangat berterimakasih menyambut tawaran untuk menjadi suami Hamadu yang molek.

Kaget karena intervensi yang tidak disangka-sangka ini, orang Swiss itu memelototinya dan ingin bicara. Tetapi Yohanes dengan sopan memohon kepada Wienersdorf untuk mundur dan karena itu ia mundur, tidak dapat mengatakan bahwa betapapun memesonanya kecantikan Hamadu, ia tidak bisa dipaksa berbuat sesuatu yang tolol.

DESERSI: MENEROBOS RIMBA BORNEOTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang