Menyusul kegemparan dan peristiwa beberapa hari yang lalu, masa istirahat benar-benar disambut baik oleh semua penghuni kota. Para desertir Eropa itu terutama, melihat kesempatan istirahat itu sebagai sesuatu yang sangat dibutuhkan guna mengumpulkan lagi tenaga untuk memulai persiapan-persiapan perjalanan selanjutnya. Kini mereka ditemani oleh seluruh penduduk yang berjumlah 150 jiwa, termasuk perempuan dan anak-anak.
Jarak yang harus ditempuh tidak terlalu jauh. Kota Jangkan terpisah dengan kota Rangan Hanungoh sekitar 93 mil kalau diambil garis lurus. Tetapi karena di daerah negeri Dayak hulu terdapat sangat banyak kelokan, jaraknya menjadi hampir dua kali lipat.
Yohanes tetap menyegerakan keberangkatan utusan, meyakinkan pikiran orang Dayak yang sederhana bahwa waktu lebih berharga daripada emas serta menjelaskan bahwa jika para utusan tidak berhasil menjalankan tugasnya, dan Belanda tetap memutuskan untuk kembali ke Sungai Kapuas hulu maka Belanda akan datang lebih cepat daripada yang dikira.
Setelah berhasil meyakinkan mereka tentang perlunya berangkat cepat, hal pertama yang dipikirkan adalah alat transportasi. Sungai Kapuas jika tidak sedang kemarau panjang, mudah dilayari sampai ke Kiham Huras yang letaknya setengah hari perjalanan selepas kota Sambong. Tetapi pada pasang surut pertama, atau lebih tepatnya percepatan pasang surut pertama, akan timbul kesulitan-kesulitan besar dalam perjalanan ke daerah hulu. Maka hanya rangkan kecil yang dapat digunakan, yang harus dikemudikan dengan hati-hati.
Terdapat banyak rangkan dan jukung di kota Jangkan. Semua bekal makanan dan barang yang dapat dijinjing ditempatkan dalam keranjang-keranjang anyaman rotan, berbentuk seperti kerucut terbalik, dengan tinggi sekitar 75 inci, lonjong 40 inci pada bagian penutup dan tinggal 25 inci pada bagian dasarnya. Keranjang ini dilapisi kulit kayu yang kedap air dan diberi penutup yang pas ketatnya.
Meriam-meriam diletakkan berjejer sekiranya musuh kembali, tetapi semua telah dilengkapi dengan ikatan-ikatan rotan yang kuat dan siap dipindahkan tiap kali diperlukan. Mereka punya persediaan makanan banyak, terutama beras. Persediaan lombok dan makanan enak lainnya cukup. Daging sedikit, dendeng sapi dan babi asin yang dibawa oleh para desertir telah terkuras banyak selama perjalanan, ketika mereka diserang oleh orang-orang Dayak. Tetapi Amai Kotong dan Harimau Bukit memberitahu bahwa dalam perjalanan mereka tidak akan kekurangan hewan buruan, karena banyak kesempatan untuk menembak rusa.
Tetapi untuk menjamin cukup persediaan, mereka memutuskan untuk menangkap ikan secara besar-besaran. Di antara persiapan-persiapan menangkap ikan itu, yang terpenting adalah mengumpulkan sejumlah besar akar tuba yang banyak sekali tumbuh di bukit-bukit sekitar. Akar-akar ini diletakkan di dalam jukung-jukung yang telah diisi air dan dibiarkan terendam. Kemudian akar-akar itu dipukul-pukul dengan kayu pipih sehingga air dalam jukung berubah warnanya menjadi putih susu. Serat-serat yang terendam lalu dibuang, cairan kemudian disaring sebagaimana mestinya dan dicampur dengan tembakau yang keras. Demikianlah ada enam jukung yang telah diisi dengan air tuba.
Esok harinya ketika fajar tiba, sejumlah besar sampan ringan, di antaranya yang berisi campuran itu, berkayuh ke hulu Sungai Mawat. Awak-awaknya ditugaskan untuk menutup sungai dengan satu salambou, jaring besar persegi dengan mata-jala berukuran sedang. Ujung jaring yang satu dibenamkan di dasar sungai dengan pemberat batu besar, sedangkan ujung lainnya menonjol di permukaan air sekitar enam inci. Karena itu ikan yang lepas bisa dicegah secara efektif. Dua jukung masing-masing diawaki oleh tiga orang pribumi, ditugaskan menjaga jaring untuk mencegah jangan sampai terlanggar sampan-sampan yang lewat atau terbawa arus.
Setelah memasang jaring, para lelaki mengelompokkan diri tiga orang di tiap jukung. Para perempuan yang kebanyakan datang sebagai penggembiramduduk di dalam dua sampan besar, sementara sampan ketiga memuat para bilian peserta yang tidak dapat dielakkan dalam semua pesta ria penduduk asli.
KAMU SEDANG MEMBACA
DESERSI: MENEROBOS RIMBA BORNEO
Historical FictionKisah ini adalah terjemahan dari buku berbahasa Belanda yang berjudul Borneo van Zuid naar Noord karya M.T. Hubert Perelaer, berkisah tentang empat serdadu KNIL Belanda yaitu Schlickeisen (Swiss), Wienersdorf (Swiss), La Cuille (Belgia) dan Yohannes...