TENTANG RACUN DAN TENTANG MADU

382 19 0
                                    

"Terkutuklah sungai ini," omel La Cueille pada dirinya sendiri, "Sulit dipercaya bahwa kita telah membuat kemajuan."

Memang dibutuhkan kerja keras dan keletihan untuk menyusuri sungai itu. Sampan seperti maju-mundur saja, tak bergerak satu yardpun meskipun anakbuah sampan telah mendayungkan kayuh mereka sekuat tenaga. Ini akibat banyaknya penghalang yang menghadang. Untuk itu diperlukan pengetahuan yang mendalam tentang sungai agar dapat melewati tanjung-tanjung, memotong simpang- simpang, menghindari tikungan-tikungan, memanfaatkan arus-arus, dan cara mengemudi untuk menghindari gosong-gosong.

Tetapi bahaya terbesar terletak pada banyaknya kayu-kayu mati yang terpancang di dasar sungai. Bertumbangan dari tepi-tepi sungai karena badai atau banjir, pohon-pohon ini terseret arus dalam jarak tertentu sampai akhirnya terhalang beting atau gosong pasir di mana pohon- pohon itu tertahan dan terpancang permanen. Bertabrakan dengan penghalang semacam ini merupakan salah satu bahaya terbesar dalam pelayaran sungai, karena umumnya berakibat sangat fatal. Dalim dan kawan-kawannya tetap siaga mengamati dan dengan kewaspadaan dan ketrampilan mereka mampu menghindari kecelakaan fatal yang membahayakan nyawa mereka dan menghancur-leburkan sampan.

La Cueille merasa mendayung keras semacam itu sangat menjengkelkan. Berkali-kali ia mengamati lengannya, dan torehan yang dibuat oleh Wienersdorf bisa sembuh dengan baik tanpa menunjukkan gejala peradangan. Tidak ada yang terlihat kecuali satu lingkaran hitam. Kata Dalim kepada dia, lingkaran hitam akibat senjata beracun itu akan terus membekas, baik korbannya mati atau sembuh.

Atas pertanyaan Wienersdorf dari apa ipuh itu dibuat, Dalim mengatakan bahwa ada dua macam ipuh yang digunakan oleh orang Dayak, yang dikenal dengan nama siren dan ipoh. Keduanya terbuat dari tumbuhan beracun, tetapi tidak ada nama botani khusus yang dikenal untuk jenis pohon asal upas itu diambil.

Tetapi tentang penyiapan ipuh itu, setelah ditanya berkali-kali Dalim menceritakan sebagai berikut:

Di pedalaman Kalimantan terutama di lereng-lereng gunung dan bukit, tumbuh pohon yang disebut batang siren oleh penduduk asli. Seperti pohon eik di Negeri Belanda, pohon ini dapat mencapai usia seratus tahun bahkan lebih. Getah putih seperti susu yang menetes setelah ditakik kemudian dikumpulkan dalam bumbung kecil. Karena kontak dengan udara maka getah ini kehilangan warna aslinya, mula- mula menjadi kuning, lalu coklat, dan akhirnya hitam. Ketika keluar dari pohon, getah itu sama sekali tidak berbahaya dan baru beracun setelah menguap dan dicampur dengan tumbuh-tumbuhan lain.

Getah itu setelah diolah sebagaimana mestinya, lalu dituangkan ke dalam buli-buli selagi masih hangat. Ketika mendingin getah itu segera mengental. Orang Dayak selalu membawa buli-buli ini, yang diikatkan di ikat pinggang beserta mandau mereka. Lalu ujung-ujung anak sumpit mereka celupkan ke dalam buli-buli itu sampai terbalut lapisan tipis getah itu, yang segera mengering.

Gejala pertama yang diderita oleh mereka yang terkena ipuh adalah muntah-muntah. Gejala ini diikuti dengan lumpuhnya persendian yang berlangsung sampai sepuluh menit, dan kemudian mati dalam keadaan kejang-kejang.

Ipoh disiapkan dengan cara yang sama, tetapi racun itu diambil dari semacam tumbuh-tumbuhan merambat. Satu-satunya perbedaan efek racun ipoh dan siren adalah yang pertama tidak diikuti dengan muntah-muntah.

Semua orang Dayak tahu bagaimana membuat kedua jenis upas itu, tetapi karena tanaman dan berbagai campurannya terutama terdapat di daerah pegunungan maka penduduk asli pedalaman lebih ahli mengolahnya daripada penduduk asli pantai.

Kira-kira tengah hari para petualang sudah mendekati Sungai Muroi. Ketika mendayung melewati sungai itu, mereka melihat satu rakit sedang menghilir sungai yang lebar itu. Rakit itu memuat tiga orang yang sedang berjuang keras menghentikan rakit yang tidak terkendalikan. Salah seorang dari mereka berseru minta tolong, dan karena menurut adat negeri ini menolak permintaan adalah hal mustahil maka Dalim mengemudikan sampan ke arah rakit dan segera menambatkannya di samping rakit.

DESERSI: MENEROBOS RIMBA BORNEOTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang