Kegembiraan penduduk kota tak terkira. Mereka semua segera ke luar untuk menikmati kembali kemerdekaan, dan kebutuhan pertama yang meminta segera dipenuhi adalah mandi. Tampaknya mereka tiba-tiba seperti mengalami metamorfosis menjadi binatang amfibi. Seluruh penduduk, laki-laki, perempuan, anak-anak, terjun ke air yang bening, memperlihatkan kemahiran berenang dengan penuh kegembiraan.
Tetapi kegembiraan mereka terganggu oleh teriakan ketakutan yang tiba-tiba:
"Bajai! Bajai hai!" (Buaya! Buaya raksasa!)
Maka orang-orang yang mandi pun bergegas keluar dari air, tetapi makhluk itu telah memangsa salah seorang dari mereka. Binatang itu meluncur secepat kilat sampai mendekati pinggir sungai, menggigit kaki salah seorang perempuan dan mencoba menyeretnya ke dalam air. Korban yang malang itu menjerit sangat memilukan. Pergulatan sengit dan menakutkan kini terjadi. Buaya itu telah menggigit otot- otot paha, yang kemudian direnggut dan disentakkan dengan maksud melepaskan korban dari pegangannya. Perempuan itu berteriak menakutkan, badannya memperlihatkan perubahan bentuk yang mengerikan ketika dagingnya sobek tercabik-cabik. Ia masih tetap berpegangan tanpa daya pada satu cabang pohon, yang meskipun telah bengkok masih dapat menahan kekuatan buaya itu. Akan tetapi perempuan malang itu meskipun telah berjuang mati-matian, dengan cepat kehabisan tenaga karena kehilangan darah dan menahan rasa sakit. Dia pasti segera menyerah, tetapi pada saat yang tepat bantuan tiba.
Dalim telah meninggalkan sungai sebelum buaya muncul, tetapi begitu jeritan bajai yang menakutkan sampai ke telinganya, ia segera kembali. Dan dari sejumlah ranjau yang ditanam di kaki dinding benteng ia pilih sepotong yang kuat dan berujung runcing dengan panjang sekitar dua kaki. Ranjau itu dipegangnya kuat-kuat di tangan kiri dan kemudian membalut seluruh lengannya dengan saloi basah. Tangan kanannya memegang belati yang terselip di ikat pinggangnya. Dengan bersenjatakan itu Dalim mendekati buaya, yang membuka rahangnya yang kuat untuk menggigit korbannya yang berani. Dalim dengan cepat menyodorkan lengannya yang terlindung ke tengah- tengah mulut buaya, menahannya dalam posisi sedemikian rupa sehingga ketika binatang itu mencoba menutup rahangnya, ujung ranjau menusuk bagian langit-langit buaya yang lunak yang secara efektif mencegah buaya itu mengatupkan mulutnya.
Pergulatan seru pun terjadi sampai Dalim hampir kehabisan tenaga ketika La Cueille, bersenjatakan senapan, menyerbu di antara kerumunan penonton yang panik. Pada kesempatan yang tepat ia membidik dan melepaskan tembakan. Buaya itu tertembak di bagian yang lemah. Binatang itu meloncat sia-sia, menampakkan badannya lima atau enam kaki di atas permukaan air. Gerakan ini juga memaksa buaya melepaskan Dalim dan kemudian menghilang ke dalam sungai dan tak seberapa lama kemudian binatang itu sudah mengambang di permukaan air.
Dalim segera muncul, mengambang di samping musuhnya yang sudah mati. Dia pingsan dan tidak bergerak, tetapi masih memegang ranjau. Satu jukung dengan cepat datang menolong, mengikat buaya di buritan dan keduanya dibawa ke pinggir sungai. Wienersdorf menggosok Dalim dengan jenewer kuat-kuat dan orang Dayak itu pun segera siuman. Ia pingsan akibat kehabisan tenaga. Kecuali beberapa goresan, ia tidak mendapat luka serius.
Kepala buaya itu dengan cermat dikuliti dan dilepaskan dari dagingnya. Jika perempuan itu meninggal, maka kepala itu akan dipasang sebagai kenangan di atas kuburannya. Pada sore itu juga perempuan itu meninggal akibat kehabisan darah. Mereka telah mencoba menghentikan perdarahan tetapi tidak berhasil. Titih untuk korban Mawat belum lagi berhenti ketika harus disuarakan lagi untuk korban yang baru ini.
Segera setelah drama di sungai itu berakhir, para tokoh terkemuka kota itu berunding untuk membahas tindakan apa yang harus diambil selanjutnya. Mereka jelas telah melawan otoritas Belanda secara terbuka. Mereka telah mempertahankan diri dengan senjata dan dalam pertempuran itu beberapa warga jajahan Belanda tewas. Bagaimana menghadapi ini semua? Sangat mungkin hukuman segera ditimpakan kepada mereka.
KAMU SEDANG MEMBACA
DESERSI: MENEROBOS RIMBA BORNEO
Historical FictionKisah ini adalah terjemahan dari buku berbahasa Belanda yang berjudul Borneo van Zuid naar Noord karya M.T. Hubert Perelaer, berkisah tentang empat serdadu KNIL Belanda yaitu Schlickeisen (Swiss), Wienersdorf (Swiss), La Cuille (Belgia) dan Yohannes...