MERUBAH ARAH PELARIAN

546 31 0
                                    

Ketika langit di timur berhiaskan warna ungu Wienersdorf mengambil teropongnya dan mengamati cakrawala. Dua kapal penjelajah tampak di kejauhan, berlayar dari arah barat laut, seperti menuju ke muara Sungai Barito. Agak jauh lagi ia melihat kepulan asap kapal api, tetapi ia tidak dapat menentukan arahnya. Di sebelah barat daya, satu sampan dagang besar sebesar sampan mereka sedang menuju ke arah Sungai Dayak Kecil. Segera setelah melewati muara sungai mereka membelokkan ke arah barat.

Salah seorang pendayung menyarankan untuk mendarat guna menguburkan mayat dan menutupi sampan dengan daun nyiur untuk mengelabui pengawasan kapal-kapal penjelajah. Orang-orang Eropa itu berpikir lebih sederhana. Ketimbang menguburkannya, mayat-mayat itu dibuang saja tanpa menghiraukan protes orang-orang Dayak itu. Walaupun demikian mereka mendarat dan memotong daun nyiur secukupnya untuk menutupi sampan sampai tidak dapat dibedakan lagi dengan tumbuhan pantai.

Mereka melanjutkan pelayaran, dan berharap tidak teramati dengan tetap menyisir pantai, para pendayung dengan trampil memegang kayuh sedemikian rupa untuk mencegah pantulan di permukaan air. Mereka putuskan memasuki muara Sungai Kahayan (Sungai Kahayan disebut juga Sungai Dayak Besar) untuk bersembunyi di anak sungai pertama yang dapat dicapai dan menunggu sampai malam turun sebelum mereka melanjutkan pelayaran ke arah barat.

Segala sesuatunya berjalan lancar sebagaimana diharapkan. Kapal-kapal penjelajah berlayar menjauh ke arah muara Sungai Dayak Kecil, di mana mereka bersauh. Sampan lain yang diamati di sebelah tenggara ternyata sampan dagang. Karena itu para buronan itu merasa lega dan mereka terus mendayung sekuat tenaga dan mencapai muara Sungai Kahayan pada tengah hari. Mereka segera menemukan satu anak sungai yang baik untuk menyembunyikan sampan di bawah semak-belukar yang rebah dan karena benar-benar letih mereka istirahat untuk mengembalikan tenaga guna menghadapi tantangan perjalanan yang menghadang.

Mereka telah terlelap selama beberapa jam ketika terjaga karena bunyi tembakan meriam. Mereka semua meloncat dan Yohanes dengan kesigapan seperti seekor kucing, memanjat sebatang pohon cedar terdekat sehingga dapat melihat ke arah laut sampai jauh. Apa yang dilihatnya jauh daripada meyakinkan. Sejumlah sampan mencoba keluar dari Sungai Dayak Kecil dan menarik perhatian kapal-kapal penjelajah. Kapal-kapal ini segera mengangkat sauh dan berlayar untuk mendekati sampan-sampan itu. Salah satu sampan dagang terlihat memutar haluan, menaikkan layar tambahan untuk mencari angin. Sampan itu juga mulai menggunakan dayungnya, berupaya mengayuh sekuat tenaga agar lolos dari penggeledahan. Pengejaran keras kini mulai dilakukan; tetapi meskipun kapal-kapal penjelajah itu menggunakan layar sebanyak yang dapat dipasang, sampan yang dikejar tampak masih tetap beruntung. Dua tembakan melayang di atas puncak-puncak ombak dan meriam-meriam kecil kapal-kapal penjelajah Hindia-Belanda tidak dapat menjangkau jauh. Akhirnya Yohanes tidak dapat membedakan keduanya, karena kapal-kapal penjelajah dan sampan dagang itu telah berubah menjadi tidak lebih daripada noktah-noktah hitam di cakrawala. Karena itu ia turun dan dengan omelan ia menyerang La Cueille, menyalahkan kesembronoannya yang tidak bertanggungjawab.

"Lihat itu," katanya, "akibat makian mabukmu. Bangsat! Mereka telah melacak kita."

"Tapi apa yang kamu lihat?" tanya Wienersdorf.

Yohanes menceritakan apa yang telah dilihatnya.

"Sampan yang mereka kejar," tambahnya, "adalah sampan penyelundup Baba Pucieng. Apa yang bakal terjadi jika mereka berhasil mengejarnya? Sebelum 24 jam berlalu, akan ada duaratus kapal pemburu berkeliaran di sepanjang pantai. Aku ingin sekali si pemabuk Walloon itu...."

Wienersdorf menahan Yohanes, mengingatkan, "Apa gunanya marah-marah dan menyalahkan? Kita harus bertindak. Sekarang apa yang harus kita lakukan?"

"Seluruh rencana telah berantakan. Kita tidak dapat meneruskan perjalanan menempuh pantai selatan. Bagaimana baiknya menurutmu, Dalim?" lanjut Yohanes, ditujukan kepada salah seorang Dayak.

DESERSI: MENEROBOS RIMBA BORNEOTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang