KULIT PUTIH YANG KETAHUAN

240 16 0
                                    

Kejadian hilangnya Schlickeisen tentu saja merupakan pukulan berat bagi Yohanes. Dengan tergesa-gesa dan gugup ia memeriksa tomoi dan seluruh isinya tanpa menemukan sesuatu. Karena itu dengan cepat ia naik ke Upon Batu dan menceritakan kepada teman-temannya mengenai malapetaka itu. Mereka semua menerima berita itu dengan terkejut dan rasa takut yang sangat, tetapi Wienersdorf terutama, dengan airmata berlinang meratapi nasib malang yang menimpa teman dan kawan senegerinya.

Tentu saja sangat mungkin Schlickeisen telah menyelamatkan diri dengan mengambil jalan air. Ia seorang perenang cekatan, kata Wienersdorf, tetapi Harimau Bukit menunjuk ke arah sungai yang ganas dan menggelegak, dan mengatakan bahwa tidak seorangpun sanggup menyeberangi arus deras itu tanpa terbentur karang-karang tajam dan bergerigi, yang bertebaran, ratusan kali dan menjadi serpihan. Pendapat ketiga yang dipegang oleh orang- orang Eropa itu adalah Schlickeisen telah ditangkap hidup-hidup.

Yang terakhir ini akan membuat nasibnya mengerikan. Mereka tahu dari pengalaman bagaimana penduduk asli memperlakukan para tawanan perang. Dan begitu orang-orang Dusun ini, yang dapat digolongkan sebagai suku paling kejam di Kalimantan, jika tahu bahwa tawanan mereka seorang kulit putih, harapan apalagi yang tersisa padanya? Pikiran semacam itu saja telah membuat mereka ketakutan.

Wienersdorf dengan keras mempertahankan hipotesisnya. Paling tidak itu memberi dia dan teman-temannya harapan dapat menolong atau mungkin menyelamatkan temannya yang hilang. Karena itu ia mendesakkan pendapatnya ini dengan sungguh-sungguh.

Yohanes juga cenderung memercayai itu. Schlickeisen telah ditawan dan sesuai dengan wataknya yang setia, dengan cepat Yohanes bertindak untuk membebaskan Schlickeisen. Tindakan pertama yang harus diambil adalah mengetahui kelompok musuh mana yang telah menangkap Schlickeisen dan ke mana ia dibawa.

Harimau Bukit mengusulkan memulai dari Sungai Miri melalui jalan darat. Ia dan Amai Kotong mengumpulkan prajuritnya, membekali mereka dengan beras sekadarnya dan segera setelah matahari lenyap di balik cakrawala, pasukan kecil orang Dayak dan Punan, ditemani oleh tiga orang Eropa, diam-diam menuruni bukit dan berjalan menuju ke utara.

Sambil turun La Cueille berkesempatan menyaksikan akibat mengerikan strateginya. Badan-badan manusia gepeng tanpa ampun akibat kejatuhan blok-blok batu yang menggelinding. Di sini ada tengkorak pecah, di sana ada dada sobek atau perut terbelah, selanjutnya ada tangan dan kaki yang terpisah, di mana-mana darah. Itu merupakan pemandangan yang mengerikan. Bahkan indera orang Dayak yang biasanya kuat ikut tergerak, dan dengan pandangan ngeri orang-orang itu menoleh ke samping dan mempercepat langkah.

Jalan setapak di kaki bukit hampir sejajar dengan Sungai Kahayan. Malam itu dan sehari suntuk berikutnya mereka terus berjalan tanpa mengenal lelah, namun tidak ditemukan jejak musuh. Ketika matahari terbenam mereka berhenti di suatu tempat yang nyaman untuk istirahat beberapa jam dan setelah itu perjalanan dilanjutkan kembali dengan tenaga baru.

Bulan bersinar terang, cukup mengurangi kesulitan berjalan menempuh hutan tropis pada malam hari. Akan tetapi jalan setapak begitu sempit sehingga hanya bisa dilewati oleh satu orang dan karena itulah mereka terpaksa berjalan beriringan. Pohon-pohon tumbang bergeletakan di mana-mana. Di banyak tempat mereka terpaksa merambah jalan melalui tumbuhan berduri yang merambat, suatu perjalanan yang selain merusak pakaian juga menyebabkan mereka tertusuk-tusuk duri.

Kira-kira tengah malam, ketika mereka sedang berjalan di sepanjang padang rumput yang ditumbuhi pohon-pohon rindang, salah seorang Punan memperingatkan mereka untuk diam. Dengan perantaraan malam yang tenang ia mendengar pada jarak yang tidak begitu jauh suara-suara mencurigakan yang dipercayainya sebagai suara manusia. Harimau Bukit dengan perlahan membisikkan beberapa kata pada teman-temannya, kemudian ia dan enam orang prajuritnya merebahkan diri dan dengan hati-hati merangkak di tanah. Selebihnya tetap tinggal selama kurang-lebih seperempat jam dengan harap-harap cemas.

DESERSI: MENEROBOS RIMBA BORNEOTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang