Pada hari berikutnya pekerjaan mendulang emas diteruskan. Para petualang bersemangat mengumpulkan logam mulia sebanyak mereka sanggup. Mereka tahu tidak ada kesulitan dalam soal pengangkutan, karena Harimau Bukit yang setia dengan sukarela akan memandu mereka dengan pengamanan 30 orang Punan ke daerah perbatasan Sarawak. Wienersdorf dan teman-temannya menerima bantuan itu dengan rasa terimakasih dan segera membuat persiapan-persiapan.
Suatu pagi ketika Rangan Hanungoh sibuk mempersiapkan amunisi di kota, La Cueille berpikir ia akan membuat beberapa selongsong. Menurut pendapatnya selongsong-selongsong itu lebih gampang digunakan oleh orang-orang Punan, selain tidak begitu berbahaya juga tidak mubazir. Akan tetapi untuk membuat selongsong ia harus punya kertas, barang mewah yang tidak mudah didapatkan di sebuah kota Dayak di tengah rimba Kalimantan. Ia membicarakan hal ini dengan Harimau Bukit sambil menunjukkan salah satu selongsongnya.
Segera setelah mengerti apa yang dibutuhkan, orang Punan itu masuk ke kamar dan kembali dengan membawa setumpuk buku tua. Kebanyakan ternyata adalah Injil, dicetak dalam bahasa Dayak yang umumnya dibagi-bagikan ke seluruh pedalaman Kalimantan, meskipun tidak seorangpun penduduk pribumi itu melek huruf. Akan tetapi di antara buku-buku ini si Walloon menemukan satu manuskrip berukuran folio yang sebagian besar halamannya sudah koyak-moyak. Kebanyakan halamannya tinggal lembaran- lembaran kosong. Bagian-bagian yang ditulisi sudah koyak atau lusuh. Tidak ada halaman judul yang menunjukkan siapa pengarang atau pemiliknya.
Selagi membuka-buka manuskrip itu, perhatiannya tertumbuk pada satu halaman yang separuhnya sudah robek, yang memuat kata-kata ini:
14 Oktober 1824. Saya telah menemukan emas di sini seperti halnya di distrik-distrik lain, di dalam lapisan-lapisan tanah terpisah satu sama lain sesuai bentukan tanahnya, sehingga di satu tempat seorang benar-benar dapat menemukan harta, sedangkan di tempat lain yang berdekatan tidak ditemukan apa-apa. Pasir yang mengandung emas umumnya berada di lapisan tanah liat kuning dan tertutup tanah liat batubara muda yang lebih gelap. Bijih emas berasal dari gumpalan-gumpalan emas yang bergesekan dengan lapisan tipis tanah laminae atau dengan batu-batu, yakni ketika gumpalan- gumpalan itu dimunculkan oleh arus deras sungai. Tambang-tambang sesungguhnya, di mana lapisan-lapisan....
Pada bagian ini halamannya sudah robek dan halaman berikutnya telah hilang.
"Sayang sekali," keluh si Walloon.
Ia membalik halaman dan tiba-tiba perhatiannya tersita lagi.
"Ya ampun, ini menarik sekali. Aku harus membacanya."
16 Juli 1824. Saya melihat intan besar milik Sultan Matan kemarin. Ditilik dari penjagaan yang amat ketat, saya rasa intan itu benar-benar asli. Karena kapan saja Sultan tidak percaya pada seorang asing, ia hanya menunjukkan sebuah yakut indah yang mirip dengan intan besar itu. Intan itu merupakan batu yang luar biasa indah dan ditemukan di Kerajaan Landak. Beratnya 361 karat. Saya sendiri yang menimbangnya. Intan itu berbentuk piramida berpermukaan 12 atau double hexagonal, kira-kira dua pertiga dari seluruh bagian panjangnya patah, barangkali akibat dilepaskan dari penutupnya sebagaimana biasa terjadi. Bentuknya agak tidak teratur dan mencong. Intan itu sebening air paling murni. Warna cahayanya condong ke warna bunga mawar karena pembiasan yang disebabkan oleh retakan daripada karena kurang murni. Bagian yang membujur panjangnya dua seperenam inci, ukuran yang menyamping satu seperempat inci. Sisi pendek piramidanya satu sepertiga inci, sisi panjangnya satu setengah inci. Dalam bahasa Dayak disebut sagima yang artinya bersiku-siku, dalam bahasa Melayu danau rejo, harganya diperkirakan lima juta dua ratus dua belas gulden.
"Lima juta gulden !!?!!" seru si Walloon tercengang.
"Lima juta gulden! Apa yang tak akan kukorbankan untuk mendapatkan batu seperti itu? Aku tanya, di mana itu Landak?"
"Ke arah itu," jawab Yohanes menunjuk ke arah barat daya.
"Apa kita akan melewatinya?" tanya si Walloon.
"Kau ini bicara apa?" Yohanes menjawab. "Bagaimana kita akan melewati daerah itu jika kita bepergian ke arah utara?"
"Lihat sini," kata si Walloon menunjuk buku yang robek. "Sebongkah intan telah ditemukan di Landak bernilai lima juta gulden. Andaikata kita dapat menemukan juga batu semacam itu?"
"Bah! Kamu mimpi mendapatkan intan berharga lebih daripada dua juta dollar. Ambisimu semakin bertambah. Coba aku lihat apa kata buku itu tentang permata."
Yohanes mengambil manuskrip itu dan mulai membacanya. Setelah membaca deskripsi permata itu, ia dengan agak malas membalik beberapa halaman, tetapi semakin tertarik ketika membaca lebih cermat isinya.
"Dari mana kamu dapatkan buku ini?" ia bertanya pada si Walloon.
La Cueille menceritakan Harimau Bukit telah memberikan kepada dia buku-buku untuk pembuatan selongsong.
Orang Punan itu kini ditanya dan setelah berpikir sejenak ia ingat bahwa buku-buku itu diperoleh ketika ia mengadakan ekspedisi pengayauan di antara suku Penheng. Ia juga memberikan informasi bahwa buku itu banyak ilustrasinya, tetapi anak-anak telah merobek-robek gambarnya.
Dengan mengamati lebih cermat lagi Yohanes memperkirakan bahwa di bagian dalam salah satu sampulnya, pada halaman kosong yang direkatkan, terdapat beberapa tulisan. Dengan hati-hati ia melonggarkan halaman itu dan memisahkannya dari sampulnya lalu ia membaca sebagai berikut:
Semua anggota rombonganku telah dijagai hari ini. Besok giliranku. Semoga Tuhan mengampuniku. G.M.
Yohanes mengamati inisial itu beberapa saat.
"Ya, Tuhan!" serunya, "barangkali ini jurnal George Muller, sarjana yang mati terbunuh di negeri ini lebih daripada 35 tahun yang lalu. Ini benar- benar temuan yang amat berharga. Yah, tak diragukan lagi, ini buku harian Muller."
Harimau Bukit yang telah masuk ke bilik kini muncul lagi dengan untaian rosario tengkorak, salah satu butirannya diperlihatkan kepada orang-orang Eropa itu. Persesuaian menunjukkan bahwa tengkorak itu berasal dari individu ras Kaukasus.
"Ditemukan bersama buku ini," kata orang Punan itu.
Baik Schlickeisen maupun Wienersdorf memohon dengan sangat kepada Harimau Bukit untuk memberikan tengkorak itu kepada mereka, tetapi semua usaha mereka gagal. Pemilikan tengkorak orang kulit putih sangat dihargai oleh orang Punan. Jadi ia dengan hati-hati mengikat kembali rosario itu dan membawanya masuk, lalu diletakkan di tempat yang aman. Walaupun demikian Yohanes mendapat tugas menjaga buku itu dari kehancuran lebih lanjut.
Peristiwa ini berlangsung beberapa hari sebelum perkawinan Wienersdorf. Ia sudah ingin sekali mengawini Hamadu yang dicintainya, dan Yohanes juga sudah ingin sekali melihat perjalanan itu dilanjutkan.
KAMU SEDANG MEMBACA
DESERSI: MENEROBOS RIMBA BORNEO
Historical FictionKisah ini adalah terjemahan dari buku berbahasa Belanda yang berjudul Borneo van Zuid naar Noord karya M.T. Hubert Perelaer, berkisah tentang empat serdadu KNIL Belanda yaitu Schlickeisen (Swiss), Wienersdorf (Swiss), La Cuille (Belgia) dan Yohannes...