Tidak lama sesudah tengah hari mereka melihat dari kejauhan kota Hamiak, tempat berbagai peristiwa yang tidak menyenangkan sedang terjadi. Pertempuran sengit tengah berlangsung pada waktu itu. Penduduknya dalam keadaan terkepung. Mereka tampak sedang mengintai dari puncak palisade-palisade, yang seperti di semua negeri tanah Dayak dimahkotai dengan tengkorak manusia dan melemparkan segala sesuatu yang ada ke arah kepala penyerang yang sedang mencoba melewati penghalang di berbagai sudut.
Pada jarak yang tidak terlalu jauh para pengepung menggunakan dua pucuk meriam kecil, yang dipasang di belakang suatu kubu pertahanan dari ranting-ranting, tetapi peluru-peluru mereka sedikit atau sama sekali tidak berdampak pada palisade-palisade kayu besi yang kuat. Tampaknya artileri itu lebih dimaksudkan untuk menakut-nakuti penduduk dan mengusir mereka dari benteng pertahanan ketimbang membuat kerusakan material. Orang-orang Dusun juga mengumpulkan sejumlah besar kayu kering, menumpuknya pada palisade dan membakarnya. Api membara dalam waktu yang cukup lama, tetapi dinding tidak begitu rusak meskipun sudah tampak segera membahayakan mereka yang terkepung.
Para petualang tiba di suatu tepi kelokan tajam sungai yang terjal. Karena itu mereka tidak terlihat dan dari semak-semak rimbun yang tumbuh di sepanjang tepi sungai mereka dapat mengamati gerak musuh. Setelah mempelajari posisi beberapa saat, Yohanes memberi isyarat kepada Harimau Bukit untuk mendekat seraya menunjuk ke arah semak-semak yang tumbuh rimbun di kejauhan, yang dekat sekali dengan bagian belakang para penyerang dan membisikkan sesuatu ke telinganya. Kepala Suku Punan itu menyeringai, mengumpulkan anak buahnya, mendarat dengan mereka, dan kemudian menghilang di balik dedaunan yang menutupi tepi sungai.
Yohanes kemudian mengumpulkan teman-temannya, memilih 30 orang Dayak bersenjata-api, termasuk Dalim, dan langsung bergerak ke arah orang-orang Dusun. Sementara itu serangan dari samping yang berpusat pada kelompok Kepala Suku Punan gencar dilakukan sehingga para pengepung kebingungan, dan gerombolan itu pun melarikan diri. Dalam waktu yang teramat singkat prajurit yang mengepung kota Hamiak diusir dan menghilang ke dalam hutan.
Ketika prajurit Dusun menghilang, para pejuang-petualang itu segera bersahabat dengan penduduk kota. Rangkan-rangkan dibawa ke depan kota dan para perempuan serta anak-anak diizinkan naik ke darat. Drama kuno yang mengerikan mulai dimainkan lagi. Orang- orang kota, begitu juga orang-orang Dayak yang turun dari rangkan serta orang-orang Punannya Harimau Bukit sibuk memenggal kepala musuh yang kalah, baik yang mati maupun yang terluka. Nyawa mereka yang tidak menderita luka berat selamat untuk sementara waktu, tetapi nasib yang lebih mengerikan sedang menanti mereka.
Sambil membuang mayat-mayat musuh dengan cukup melemparkannya ke dalam sungai, diketahui bahwa lima orang Punan dan enam orang Dayak anggota rombongan telah tewas, sementara orang-orang dari Sungai Sirat kehilangan empat orang. Tetapi yang amat membuat mereka sedih adalah tewasnya Amai Mawong, kepala kota Hamiak. Ia adalah musuh pribadi Temenggung Surapati dan serangan yang baru saja dipukul mundur itu merupakan akibat kebencian Temenggung Surapati terhadap Amai Mawong yang tak pernah padam.
Mayat kepala suku yang dicintai itu dibawa masuk ke dalam kota dan dibaringkan untuk diperlihatkan sampai pemakaman dapat dilangsungkan dengan upacara. Orang-orang Punan dan orang-orang Dayak dari kota Jangkan membuat persiapan-persiapan yang diperlukan untuk membakar mayat kawan-kawan mereka esok harinya, suatu upacara yang dilakukan oleh beberapa suku bila waktu dan kesempatan tidak mengizinkan mereka meyelenggarakan upacara pemakaman biasa menurut adat.
Delapan orang tawanan dibawa dan dimasukkan ke dalam kerangkeng-kerangkeng, dibelenggu dengan rantai besi sampai matahari muncul keesokan harinya untuk menyongsong nasib yang mengerikan.
Selama berlangsung pertempuran, Schlickeisen mendapat sabetan tajam di lengan kirinya. Luka ini yang diperiksa oleh Wienersdorf sekarang. Wienersdorf melihat, meskipun luka Schlickeisen sangat berat sehingga dia banyak kehilangan darah, tetapi lukanya tidak dalam dan karena itu tidak berbahaya. Tapal diborehkan ke luka untuk mencegah peradangan. Selesai mengobati, Yohanes mengatur segala sesuatunya demi menjaga keamanan mereka di malam hari dan semua tidur untuk istirahat.

KAMU SEDANG MEMBACA
DESERSI: MENEROBOS RIMBA BORNEO
Ficción históricaKisah ini adalah terjemahan dari buku berbahasa Belanda yang berjudul Borneo van Zuid naar Noord karya M.T. Hubert Perelaer, berkisah tentang empat serdadu KNIL Belanda yaitu Schlickeisen (Swiss), Wienersdorf (Swiss), La Cuille (Belgia) dan Yohannes...