SELAMAT KARENA DENDAM SANG LEBAH

355 15 0
                                    

Tetapi istirahat tampaknya menjadi impian yang aneh di negeri orang Dayak. Jam-jam pertama memang berlalu tanpa gangguan, tetapi ayam hutan, yang oleh penduduk asli disebut takakak lantaran suaranya, hampir tidak berkokok pada sekitar jam tiga pagi, ketika putra Bapak Andong merasa mendengar suatu suara dari arah hutan. Ia tak beranjak dari pos jaganya, bergeming bagai patung, memasang telinga, dan memberi isyarat pada teman-temannya tanpa bersuara. Mereka semua juga memasang kuping dan menyimak.

Terdengar satu gerakan seperti tubuh merangkak mencoba menerobos melalui kayu-kayuan dan semak-belukar yang dijadikan pertahanan. Untung saja topan telah reda. Jika tidak, suara yang mencurigakan itu tidak terdengar. Kelompok yang sedang tidur dibangunkan dengan suara sesedikit mungkin dan persiapan untuk bertarung pun dibuat. Orang- orang Eropa telah siap dengan senjata di tangan. Tetapi karena sia- sia saja menembak dalam kegelapan yang pekat, mereka pun meniru orang-orang Dayak, masing-masing menghunus mandau dan siap digunakan sebaik-baiknya.

Tetapi Bapa Andong membisikkan sesuatu kepada Yohanes yang dijawab dengan senyum dan anggukan; segera setelah cara-cara komunikasi semacam ini disampaikan kepada yang lain, semua siap beraksi. Kedua orang Swiss mengambil senapan Remington mereka dan La Cueille serta Yohanes mengambil senapan-kopak, dan masing- masing berbekalkan satu revolver dan dua senapan lagi yang telah diisi untuk digunakan dalam keadaan darurat.

Segala sesuatu kini telah diatur dan mereka menunggu dengan jantung berdebar. Tidak ada yang dapat dilihat dalam kegelapan malam, semua yang terdengar hanyalah suara seretan kaki atau gemeretak ranting-ranting kecil. Tiba-tiba sekitar duapuluh sosok bagai muncul dari danau, meloncat ke arah rakit, memekikkan teriakan mereka yang lazim:

"Leeeeh, lelelelele, ouiiit!"

Para penumpang rakit tahu bahwa jumlah mereka lebih sedikit daripada para penyerang ini. Maka jika strategi mereka gagal dan perkelahian hidup-mati tidak terelakkan, hasilnya barangkali mereka semua tewas. Sungguh merupakan adegan yang mengerikan melihat orang-orang Dayak liar itu berloncatan sambil merundukkan badan di belakang perisai- perisai mereka dengan mandau di tangan dan memperdengarkan jeritan menantang terhadap lawan-lawannya. Akan tetapi tidak terdengar suara sahutan. Kebisuan ini tampaknya mencengangkan para penyerang.

Tiba-tiba beberapa sosok muncul dari kegelapan di ujung rakit di mana mereka yang bertahan berada. Mereka yang bertahan meloncat ke tengah-tengah para penyerang, menebaskan mandau beberapa kali tepat di antara para penyerang, yang kemudian diam- diam menghilang. Musuh memekikkan jeritan perang lagi, saling merapatkan diri dan berlindung di balik perisai-perisai, berlari di sepanjang papan-papan yang menghubungkan mereka dengan rakit. Dua sosok menampakkan diri seolah-olah hendak menyerang penumpang rakit, tetapi mereka juga menghilang dengan cepat dan pada saat itulah tiba-tiba nyala api yang benderang muncul dari tumpukan gulungan rotan yang disimpan di tengah-tengah rakit, dan pada waktu yang sama tembakan senapan diarahkan ke para penyerang yang kini terlihat.

Wienersdorf dan Schlickeisen menembakkan Remington mereka dengan bernafsu ke arah musuh yang merayap dan persis berhadapan dengan moncong-moncong senjata. La Cueille dan Yohanes, yang membentuk barisan kedua, mula-mula menembakkan senapan dan kemudian revolver, sementara ayunan mandau berkelebatan dari tumpukan rotan. Mustahil menggambarkan kelumpuhan yang luarbiasa di pihak musuh, karena cahaya benderang tiba-tiba menerpa dan disusul dengan tembakan-tembakan yang menghancurkan. Hanya sedikit peluru yang melenceng dari sasaran.

Suatu gerakan seperti ombak kemudian terlihat, mula-mula ke belakang kemudian ke depan. Terdengar jerit amarah bercampur kesakitan dari segala arah, tampak seperti amuk yang telah lepas kendali. Akhirnya tinggal sejumlah kecil musuh yang terpecah dua, yang terbesar melarikan diri melompat ke darat dan menghilang dalam gelap, sedangkan yang lain melompati rekan-rekan mereka yang terbunuh, melakukan usaha terakhir dengan nekat: berkelahi satu lawan satu.

DESERSI: MENEROBOS RIMBA BORNEOTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang