31. Perjalanan Lorong Misterius

57 7 0
                                    

Jalanilah sesuatu yang baru agar kau lebih berkembang dan tidak hanya diam di satu tempat

* * *
Flashback

"bagaimana kondisi kota di pulau perong kudengar ada kekacauan setelah satu cacing kita yang dilepas dan melihat koordinat dan alat didalam cacing itu mendeteksi bahwa cacingnya ternyata sudah menyengat atau lebih tepatnya menyuntikan virus cleoptis ke seseorang lalu cacing itu mati" ucap sosok ilmuan yang begitu misterius.

   "kau benar tuan sekarang seluruh kota sudah kacau dalam waktu dua minggu" jawab teman sang ilmuan yang juga seorang imuan.

   "bagus berarti upaya kita menguasai dunia ini untuk balas dendam karena sedikit kesalahan organisasi kita dan mereka dengan seenaknya saja membubarkan organisasi kita" ucapnya dengan senyuman semirik penuh kemenangan.

Flasback off

* * *

"bagaimana apakah kita akan masuk, aku jadi penasaran dengan lorong ini" tanya Sigit penasaran.

"baiklah kalau aku pasti ikut karena aku juga sangat sangat penasaran" jawab Ayip "aku malas jika harus tetap disini, malas berurusan dengan zombie diluar" tambahnya dengan muka tak semangat ketika menyebutkan nama zombie.

Namun yang paling tidak bersemangat adalah Rudi karena badannya masih kurang fit setelah kejadian waktu itu selain itu juga Ulan dan dan Amel hanya berwajah lesu tanpa berkata apapun.

"bagaimana, apa kalian semua mau ikut. Jika ya angkat tangan jika tidak mau ikutpun tak masalah itu semua ada di tangan kalian." tanya Sigit pada semua rekan rekannya.

Ayiplah yang pertama angkat tangan disusul Tasya Nesya Tia Asih Lia dan sisanya hanya diam tak berkutik.

"mmm baiklah berati yang masuk hanyalah tujuh orang ya..." ucap Sigit menimbang nimbang "...dan kalian bertiga a..." masih merangkai kata kata "....akan menunggu di sini atau gimana?" tanya Sigit sedikit ragu.

"kalau aku sebenarnya pengen ikut tapi rasanya ada yang aneh dengan tubuhku entah kenapa rasanya itu gimana ya jelasinnya" jawab Rudi masih bingung dengan apa yang ingin ia ucapkan.

"lalu kalian?" tanya Sigit sambil menunjuk Ulan dan Amel.

"kalau aku mmmh tunggu aja lah disini rasanya aku tidak ingin masuk kedalam aku takut ada jebakan" jawab Amel ragu dan bukanlah rasa takut yang ia rasakan namun hanyalah rasa sedih yang disembunyikan secara apik tapi tetap saja sorot mata yang sayu dapat menjelaskannya.

"akupun rasanya juga seperti itu" jawab Ulan sambil melirik ke arah Amel dan yah sorot mata keduanya begitu sayu dan tak ada semangat sama sekali.

"baiklah kalau itu yang kalian mau silahkan dan kami akan masuk dan bila kami selamat aku akan menjemput kalian" ucap Sigit memberikan secercah harapan yang belum tentu kenyataannya dan ia juga sadar akan keanehan pada keduanya tapi ia enggan untuk bertanya.

Merekapun satu persatu mulai masuk ke lorong misterius yang entah sejak kapan lorong ini dibangun.

Satu jam sudah berlalu mereka menyusuri lorong ini namun rasanya ada yang aneh dengan lampu di lorong ini karena setiap mereka melewati satu lampu dan lampu dibalakang merek mati dan juga sebaliknya setiap kami terus melaju lampu didepan pun menyala beriringan dengan langkah kaki.

"aku sedikit ragu dengan ruangan ini apakah kalian pun sama, jika ya sebaiknya perjelas semua indra kalian dan waspadalah disekeliling kalian" ujar Sigit memberi aba aba sekaliagus meenibgkatkan kewaspadaan.

Semua hanya mengangguk pertanda faham akan apa yang Sigit bicarakan.

Merekapun sampai dibagaian ujung lorong yang entah sudah sampai mana tapi disini lebih mirip seperti ruangan yang luas yang kira kira sekitar sepuluh meter persegi dibandingkan dengan lorong tadi yang lebarnya sekitar satu setengah meter saja dengan tinggi yang sama sekitar dua meter dengan desain polos yang sangat rapih tanpa warna.

"coba periksa setiap bagian mungkin akan ada lorong lagi?" titah Sigit pada yang lain "dan ya aku hampir lupa pada tiga rekan kita yang ditinggal, kemungkinan aku akan menjeput mereka saja" tambah sigit kembali tersadar dan teringat akan ketiga sosok itu.

"kita istirahat dulu saja lah kaki ku juga masih pegel, bagaimana?" tanya Tasya dengan peluh yang membasahi pakaiannya.

Semuanya kompak menjawab "setuju".

"baiklah kalau begitu aku pergi dulu, bye" ucap Sigit kemudian berlalu pergi dan seperti semula lampu yang tadi padam kini menyala dan mati bergiliran.

Dengan katana masih dipegang erat Sigit kembali menyusuri lorong yang misterius ini dengan sedikit lebih cepat tanpa hambatan sedikitpun karena lorong ini tidak menanjak dan menurun dan juga tidak bercabang yang mempermudahnya untuk berjalan lebih cepat dan juga dengan jarak kurang lebih sekitar dua kilometer saja.

Lumayan jauh memang entah berapa dana yang dikeluarlan hanya untuk membuat lorong ini pilikir Sigit.

Akhirnya Sigitpun sampai lagi di pintu lorong dimana tadi mereka masuk dengan nafas yang masing terengah engah karena ia tadinya takut jika ada apa apa yang terjadi pada mereka bertiga di gudang ini.

"hey kalian pasti sekarang mau ikut, karena kami sudah menemukan ujung lorong yang lumayan luas kalian pasti takjub deh" ajak Sigit penuh binar semangat dimatanya.

"ah masa sih, terus dimana yang lainnya?" tanya Amel masih tak percaya dan juga dengan ketakutan Rudi dan Ulan karena kini sudah terdengar suara teriakan zombie yang diperkirakan sudah berevolusi dengan level empat karena suaranya sangat memekakan telinga.

"sudahlah ayo cepat daripada jadi santapan zombie" ajak Sigit sedikit memaksa dan akhirnya Rudi memutuskan untuk ikut tapi sayang sungguh disayangkan Amel dan Ulan masih tidak mau ikut dengan menggelengkan kepala lesu karena alasan yang sangat sensitif yakni mengenai orang tuanya dan mereka memilih mati daripada harus berjuang tanpa ada alasan untuk hidup walau sudah diberitahu bahwa lupakanlah masa lalumu dan jalanilah masa depanmu tapi mereka tetap menolaknya.

"jadi kalian serius tidak akan ikut, kalau begitu maafkan aku dan semoga kalian selamat sampai dunia ini normal kembali dan ku hurap kalian akan tetap hidup dengan normal" ucap Sigit sambil mengucapkan salam perpisahan.

"hmm" keduanya kompak.

"jika kalian berubah pikiran kalian bisa menyusul dan tenang saja didalam tidak seperti labirin" tutur Sigit sedikit sesak menahan sedih karena mendengar ucapan mereka yang rindu kepada orangtunya membuatmya juga memikirkan bagaimana nasib orangtuanya dan orang tua semua sahabatmya yang masih bertahan dalam kerasnya hidup di dunia baru penuh duka ini.

Setelah Sigit dan Rudi masuk lorong Sigit langsung mencari tombol atau apapun yang bisa menutup pintu menuju lorong ini karena ia takut jika mereka benar benar serius dengan perkataannya dan membiarkan zombie itu masuk dan membunuh mereka menjadi sesosok mayat hidup dan ikut masuk kedalam lorong dan ya ketemu sebuah tombol di pojok tangga paling bawah lalu Sigit menekannya dan pintu lorongpun tertutup kembali menyisakan Amel dan Ulan diluar sana.

"ayo kita pergi Rud, kita susul yang lain didalam dan akan memakan cukup banyak waktu" tutur Sigit lesu karena ia harus menyusuri lagi lorong ini untuk kedua kalinya.

"baiklah, tapi..." ucap rudi terpotong dengan terpancar rasa khawatir dan kesedihan dimatanya.

"tapi kenapa Rud?" tanya Sigit yang sudah dapat menebak apa yang sefang Rudi cemaskan.

"apa mereka akan baik baik saja" ujar Rudi lalu merunduk.

"sudahlah jangan terlalu dipikirin hidup ini kan kita yang memilih jalan kita sendiri jadi lebih baik kita jalan saja daripada terus diam disini membiarkan mereka berfikiran negatif tentang kita" ucap Sigit lalu mereka berduapun kembali berlalu pergi dengan kesedihannya.

Jangan lupa folow akunku @Dylan_Dary biar akunya makin hepi dan tambah semangat hehehe

Jangan lupa tinggalkan jejak dengan mengklik tanda ⭐ dan juga comment.

Revisi 02-08-2020

(SASATZ)SCHOOL ATTACK "Survival Againts The Zombies" REVISI BentarTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang