Haiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiii 🤪🤪🤪
"Gue mau balik rin," ujar Nana pada Erin yang tengah meneguk es teh manisnya sembari menunggu soto pesanan mereka.
Sore yang terik, penat, dan padatnya ibukota jadi pendamping acara makan mereka hari itu. Entah makan siang atau makan malam. Sebab terlambat untuk disebut makan siang dan terlalu dini untuk makan malam.
Erin menyudahi minumnya, "ke rumah? Oke setelah ini langsung gue anter," jawabnya tidak mempertanyakan lebih lanjut maksud dari kata 'balik' yang dilontarkan Nana.
"Bukan, balik ke Kampung," balas Nana datar sambil mengaduk minuman di depannya.
"Bandung?" Terka Erin.
Nana memutar bola matanya, kesal dengan kelemotan Erin temannys ini.
"Padang Rin, Padang. Berapa kali harus gue bilang kalo gue orang Padang asli?" Jawab Nana setengah emosi. Kesekian kalinya Nana harus mengingatkan Erin kalau ia adalah keturunan Padang asli.
"Can't relate. Karena orang tua lo tinggal di Bandung dan lo ngomong dengan logat Bandung, lo juga selalu mudik ke Bandung bukan Padang" ujar Erin cuek.
"Oke, gue orang Padang yang keliatan Sunda," potong Nana menyudahi perdebatan tak penting mereka.
Yah, melupakan fakta bahwa orang tua Nana adalah keturunan Padang asli, Nana lebih mirip orang sunda dibanding orang Padang itu sendiri. Nana sendiri lahir di bandung dan di besarkan disana. Lingkungan Nana membentuknya jadi lebih mirip orang sunda ketimbang orang Padang. Nana tidak bisa makan-makanan Pedas seperti kebanyakan makanan Padang, tidak bisa berbahasa Padang, dan tidak tau menahu tentang daerah di Padang. Jadi konyol rasanya bagi Erin saat tiba-tiba Nana mengungkapkan keinginannya untuk balik ke Padang.
"Lo tau kan Padang jauh banget? Lo kesana sama Hanung apa sendiri?" Sebagai sahabat terdekat Nana, Erin tentu saja merasa khawatir begitu mendengar keinginan Nana untuk pergi ke tempat yang terlalu jauh itu.
"Gue kesana buat menghindar dari Hanung," jawab Nana, cepat, lugas seperti tanpa pertimbangan apapun.
"What? Menghindar dari calon suami lo sendiri? Why?" Respon Erin dengan hiperbolanya. Tubhnya maju beberapa derajat ke arah Nana dengan bola mata membelalak. Nana memutar bola matanya jengah, ditempat seramai ini Erin selalu saja tidak bisa mengontrol ekspresi dramatisnya.
"Lo bener Rin, kalo yang namanya nggak jodoh mau diusahain sekuat apapun nggak bakal ketemu, Hanung bukan jodoh gue,"
Kening Erin mengernyit, tatapan skeptisnya ia tujukan pada Nana, "itu mah gue sama Vikri yang udah jelas-jelas nggak jodoh, tapikan ini lo sama Hanung Na, beda. Kalian tuh udah tunangan, udah persiapan mau nikahan, tinggal nunggu hari H. Kok bisa nggak jadi?" Cerocosnya tak paham.
Seminggu tidak bertemu rasanya Erin sudah ketinggalan banyak informasi soal sahabat karibnya ini. Dan kesemua informasi itu benar-bena diluar logika seorang Erin.
"Lo nggak liat di jari gue udah nggak ada cincin tunangan? Panjang Rin ceritanya, gue juga nggak bisa nyeritain sama lo karena ini aibnya dia," ujar Nana jadi menyendu. Tangannya mengaduk-aduk teh manis kepunyaanya tanpa minat.
"Serius? Apapun masalahnya yang penting Hanung nggak brengsek kan Na?" Tanya Erin, memastikan Hanung yang digadang-gadang sebagai calon suami idaman sedunia itu masih sempurna seperti yang ia harapkan.
"Ada kata yang lebih dari brengsek nggak? Hanung lebih dari itu," Sarkas Nana.
Erin spontan menutup mulutnya dengan kedua tangan. Terlalu shock dengan apa yang barusan ia dengar.
KAMU SEDANG MEMBACA
Enchanteur
Random'Mungkin belum jodoh,' kata yang terdengar sepele dan sangat mudah diucapkan itu ternyata punya beban perasaan yang sangat berat. Nana ingin kabur, memulai hidup baru dan melupakan kata 'mungkin belum jodoh,' yang berulangkali ia ucapkan hanya u...