Aku males banget ngedit, maapin typonya
Nana punya banyak sekali planing saat ia mengatakan ingin 'memulai hidup baru' . Ingin melakukan segala hal yang tidak pernah dan tidak bisa ia lakukan di jakarta. Dan salah satunya adalah berkebun.
Dari dulu, Nana sudah bercita-cita untuk memiliki rumah mungil dengan halaman yang luas yang penuh dengan bunga-bunga dan tanaman hias yang ia tanam sendiri. Nana ingin terbangun dengan suara kicau burung, menikmati pagi yang cerah sambil melihat bunga-bunganya bermekaran.
Kekanakan memang, tapi Nana benar-benar menginginkan hal seperti itu. Hal yang tidak mungkin bisa ia dapat jika ia tinggal di Jakarta.
Jadi, melupakan fakta bahwa kakinya masih sedikit ngilu pagi ini, Nana sudah bertekad untuk memulai membuat kebunnya sendiri di halaman depan. Bibit-bibitnya sudah jauh hari ia pesan dari toko online dan baru saja sampai semalam. Nana bahkan menyempatkan diri untuk mempelajari bagaimana cara merawat tanaman dari internet semalaman.
Tidak lupa ia juga memaksa Yogi untuk menggemburkan sebidang tanah di halaman depan agar mempermudahnya menanam bibit. Oh, tentu saja dengan sedikit drama karena Yogi paling tidak suka melakukan pekerjaan yang menguras tenaga itu. Ia tidak suka berkeringat, atau berhubungan langsung dengan segala sesuatu yang kotor karena setelahnya ia harus menghabiskan waktu untuk membersihkan diri. Itu juga berarti waktu istirahatnya akan berkurang.
Pada akhirnya Yogi tetap melakukannya karena Nana mengancam membocorkan rahasia Yogi yang paling rahasia ke orang tua mereka jika Yogi tidak menuruti keinginan Nana. Dan Yogi mau tidak mau harus menurutinya. Demi reputasinya dihadapan keluarga.
"Hai Na,"
Nana tersentak saat suara serak itu menyapanya tepat ketika ia baru saja melewati pintu rumahnya. Ia menoleh ke arah rumah Juan, mendapati laki-laki itu tengah berdiri bersandar pada dinding pembatas rumah mereka sambil tersenyum.
"Hai tetangga nyebelin. Ngapain disitu?" Balas Nana dengan nada bercanda. Setelah insiden kemarin, hubungannya dengan Juan jadi berubah 180 derajat.
Juan tergelak, memperlihatkan tatanan giginya yang rapi dan 2 gigi kelincinya di bagian depan. Imut dan lucu. Nana mengakuinya.
"Habis jogging, baru aja mau masuk ke rumah, terus kebetulan liat kamu keluar," jawab Juan mengikuti langkah Nana dari balik dinding pembatasnnya
Nana hanya ber ooh ria sambil mengangguk lalu berjalan ke perlahan ke sebidang tanah di bagian paling depan halaman yang berdekatan dengan pagar.
"Kaki kamu udah baikan?" Tanya Juan saat ia melihat Nana berjalan hati-hati di bagian yang berumput.
"Udah lumayan baikan walaupun masih sedikit ngilu," jawab Nana. Ia berjongkok, meletakkan bibit tepat di sampingnya kemudian menoleh ke arah Juan yang masih berdiri di halam rumahnya, tapi tak lagi terhalang dinding pembatas karena bagian depan dinding tersebut dibuat menurun dan rendah.
Nana jadi dapat melihat ouffit yang dikenakan Juan pagi itu. Sepasang celana dan jacket parasut bewarna hitam dan kaos dalam bewarna putih. Cocok sekali dengan kulitnya yang putih bersih dan sedikit berkeringat, ditambah dengan postur tubuhnya yang atletis.
Astaga, Nana bisa membayangkan dengan jelas bentuk tubuh Juan dibalik kaus putihnya itu. Bahunya pasti sangat bidang. Persis kaya penampilan Hanung saat mengajak Nana berolahraga setiap minggu pagi.
"Kamu suka olahraga ya?" Tanya Nana. Berusah mengalihkan pikirannya. Bagaimanapun juga membandingkan orang lain dengan Hanung bukanlah sesuatu yang baik. Hanung ya hanung, Juan ya Juan.
"Maniak kayanya, aku orangnya nggak suka berdiam diri," jawab Juan, ia melompat kecil untuk melewati dinding pembatas yang rendah itu lalu berjalan menghampiri Nana yang masih berjongkok.
KAMU SEDANG MEMBACA
Enchanteur
Random'Mungkin belum jodoh,' kata yang terdengar sepele dan sangat mudah diucapkan itu ternyata punya beban perasaan yang sangat berat. Nana ingin kabur, memulai hidup baru dan melupakan kata 'mungkin belum jodoh,' yang berulangkali ia ucapkan hanya u...