Tentang Mawar Putih dan Pemuja Matahari

2K 236 280
                                    

Dahulu kala, semua mawar bewarna putih. Cantik, suci dan menawan. Hingga suatu hari seekor burung kecil menemukan mawar putih dan jatuh cinta kepadanya. Burung tersebut berusaha keras untuk mengungkapkan bahwa ia sangat mencintai mawar putih yang sangat indah itu.

Ia bernyanyi, menghibur si mawar putih dengan sepenuh hatinya. Namun si mawar putih menolaknya dengan perkataan yang menyakitkan. Mawar putih bilang, ia tidak akan pernah jatuh cinta pada burung kecil bernyanyi.

Tapi si burung kecil tidak pantang menyerah. Ia memotong sayapnya sendiri serta menebarkan darah yang keluar dari sayapnya sebagai bentuk pengorbanan cintanya pada si mawar putih.

Darah merahnya itu akhirnya mengubah warna si mawar putih menjadi merah selamanya. Saat itu mawar putih akhirnya sadar seberapa besar cinta si burung kecil kepadanya. Dan ia mungkin juga jatuh cinta pada si burung kecil.

Tapi terlambat, si burung kecil sudah mati bersama cintanya yang tidak pernah terbalas oleh sang mawar putih.

Maka sejak itu, mawar putih berubah menjadi mawar merah yang berarti pengorbanan. Simbol untuk mengungkapkan seberapa besar cinta kita terhadap seseorang. Dan seberapa serius kita mencintai orang itu.

Atau mungkin dalam sudut pandang lain, lebih pantas disebut sebagai tanda takdir yang menyakitkan?

Andai si burung kecil tidak bertemu dan jatuh cinta dengan mawar putih. Ia mungkin tidak harus memotong sayapnya dan mati dengan sia-sia.

Mawar mungkin akan putih dan suci selamanya. Bukan merah yang justru melambangkan luka hati si burung kecil.

Mungkin takdir harusnya membiarkan burung kecil terbang lebih jauh, melewati kebun mawar putih agar ia tidak terluka lalu mati dengan semua luka.

Lucu bagaimana kita berusaha mati-matian untuk dicintai hingga kita lupa bahwa kita baik-baik saja tanpa perlu mengejar cinta.

Karena jatuh cinta itu seperti bertaruh. Antara harapan bahwa kamu akan dicintai dengan sepenuh hati atau justru menemukan dirimu terluka dan sendirian lagi.

🌹🌹

Nana terbangun dari tidurnya. Kakinya yang telanjang turun menyentuh lantai apartemen, lalu ia berjalan ke arah dapur sambil mengikat rambut yang panjangnya sudah melewati bahu.

Nana meraih mug besar dalam kabinet, kemudian mengisinya dengan air hingga penuh. Setengah isinya ia minum, setengahnya lagi ia siramkan pada bunga matahari kecil di taman kecil dekat jendelanya.

Setahun yang lalu Nana sengaja membeli bibit bunga Matahari kecil yang tingginya tidak sampai 30 sentimeter. Bunga itu ia tanam didalam pot berukuran kecil dan diletakknya di dekat dinding kaca apartemennya.

Nana masih suka bunga matahari hingga saat ini. Bunga yang selalu menengadah menatap matahari dan mengikuti arahnya hingga matahari itu tenggelam lenyap tertimbun malam.

Bunga yang artinya kesetian karena sosoknya yang selalu mengikuti dan hanya mendamba pada matahari. Yang warnanya hangat seperti cahaya matahari ketika pukul 9 pagi. Nana masih suka. Walau bunga itu banyak membawa kenangan di masa lampau untuk dirinya.

Nana berbaur dengan kuap saat ia membuka tirai jendela agar bunga mataharinya dapat menyapa si matahari sesungguhnya. Cahaya matahari menerobos masuk lewat dindin kaca, jatuh tepat di kelopak bunga matahari milik Nana.

Perempuan itu sedikit tersentak saat tiba-tiba nada dering ponselnya terdengar berbunyi dari arah kamar. Nana refleks berlari, meraih ponselnya sebelum panggilan telepon itu terputus.

EnchanteurTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang