Aku Bilang Aku Mau Kamu

2K 331 84
                                    

Miss me? Atau lebih miss cerita ini?

Erin baru saja kembali dari sesi pemotretannya saat jam menunjukkan pukul 9 malam. Masuk ke appartement miliknya dengan muka lusuh, Erin segeram menuju ke kamar mandi, menyalakan shower dan mulai membersihkan diri.

Sesaat setelah selesai membersihkan diri dan berpakaian dengan santai, Erin langsung menuju ke pantry mini miliknya. Ia memanaskan air, lalu menuang air panas tersebut ke dalam mug berisi kopi instans saat kunci appartementnya berbunyi. Menandakan bahwa seseorang tengah membukanya dari luar. Ia terdiam sebentar, menatap datar pada pintu appartemantnya itu.

"Yin..," sapa seseorang yang muncul dari pintu yang terbuka.

Itu Vikri. Dengan muka lusuhnya, selusuh lengan kemeja panjangnya yang ia gulung hingga setengah lengan

"Kamu kenapa?" Tanya Erin prihatin. Matanya lekat memperhatikan laki-lakinya yang selama 8 tahun ini selalu setia berada disampingnya. Laki-laki yang menerima dan memperlakukannya dengan sangat baik. Yang juga selalu ia terima dan akan ia perlakukan dengan sangat baik pula.

Vikri menggeleng lemah, berjalan lunglai menghampiri Erin hanya untuk menyandarkan kepalanya pada bahu gadis itu.

"Hari ini.. aku mau tidur disini," gumamnya.

Erin mengangguk, "yaudah, sana ganti baju dikamar mandi sementara aku beresin kamar satunya lagi," ujarnya menangkup muka Vikri dengan kedua telapak tangannya agar menatap tegak kearahnya.

Gadis berambut panjang itu tergelak begitu saja saat ia mendapati raut kecewa dari wajah Vikri. "Kamu mikirin apa sih Vi? Aku nggak paham. Biasanya tidur disini juga dikamar satunya lagi. Kok sekarang keliatan nggak suka?" Tanyanya geli sendiri.

Ya, Vikri memangvsering menginap di appartement Wrin saat sedang sibuk atau saat ia sedang tidak ingin pulang ke rumah. Tapi tentu tidak pernah sekalipun mereka tidur pada satu ranjang yang sama. Vikri sangat berprinsip kalau kalian ingin tahu.

Vikri memberengut, menatap sebal pada Erin. "Lupain, kayanya emang bukan hal yang benar ngelakuin sesuatu kaya gitu cuma buat dapetin restu orang tuaku," ucapnya lebih pada bergumam pada diri sendiri.

"Yaudah mandi sana. Mau aku bikinin makan atau mau langsung tidur?"

"Tidur," jawab Vikri. Ia menaruh tasnya pada sofa diruang tengah lalu berjalan malas-malasan kearah dapur sementara Erin masuk ke kamar tamu untuk membersihkan kamar yang biasa di tempati Vikri itu.

Ada yang salah dengan Vikri hari ini. Dan Erin sangat tahu itu. Erin bisa menebak dengan pasti bahwa Vikri mungkin baru saja bertemu dengan ayahnya melakukan perdebatan panjang lalu menyesal setelahnya. Akan selalu begitu setiap kali Vikri membahas hubungan mereka dengan ayahnya.

Ayah Vikri akan menolak keras-keras, sementara Vikri akan menentang penolakan ayahnya lebih keras. Keduanya kemudian saling emosi, saling memaki lalu saling tersakiti setelahnya.

Vikri bukan tipe anak yang senang membantah perintah orang tua, jadi, ketika ia harus berdebat dan menentang ayahnya, Ia akan merasa terluka sendiri, merasa gagal menjadi seorang anak lalu mulai menyalahkan diri sendiri.

Bahwa ia tidak bisa menjadi anak yang baik dimata orang tua, juga tidak bisa menjadi seorang pacar yang baik untuk Erin.

Hubungan ini berat, tapi melepaskannya juga jauh lebih berat bagi Erin.

Gadis itu terdiam berapa saat, menatapi lantai marmer appartemantnya yang baru saja selesai ia bersihkan dengan penyedot debu. Tiba-tiba ia kangen Nana.

Kalau Nana ada disini, ada banyak hal yang bisa Erin lakukan untuk lari sejenak dari masalah ini. Kalau Nana ada disini, akan ada penyemangat yang membuat Erin merasa bisa menghadapi semua.

EnchanteurTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang