Untuk Ditinggalkan (dua)

1.5K 298 85
                                    


Iyaaa ini update looh.

Karena buru-buru maapin aku byk typo nya ya

Tak banyak yang dapat diceritakan dari kedatangan Hanung ke rumah Nana malam itu. Laki-laki itu masuk ke rumah Nana setelah Nana mepersilahkannya masuk. Senyumnya mengembang, membentuk bulan sabit hingga matanya terlihat seperti maccaroon yang manis.

Hanung cerita tentang keadaanya tanpa Nana, cerita tentang kantor mereka, juga tentu saja menceritakan betapa menyesalnya Hanung terhadap kesalahannya dan akan memperbaiki bagaimana pun itu. Hanung akan memperjuangkan Nana dan berjanji akan membahagiakan Nana sebagaimana selama 3 tahun ini Nana selalu bahagia disampingnya.

Nana tak merespon banyak. Ia cuma menyediakan coklat panas untuk Hanung dan mendengarkan laki-laki itu bercerita sepuasnya.

Sementara pikirannya malah melanglang buana pada laki-laki sebelah rumah yang pernah ia sumpel mulutnya dengan sebuah wortel.

Juan.

Nama itu selalu mengelilingi pikiran Nana seolah dia adalah pemilik pikiran itu.

Juan dengan senyum lebarnya dipagi hari, bersandar pada pembatas rumah mereka sambil memunggu Nana keluar.

Juan yang akan lebih dulu merawat tanaman Nana padahal Nana belum terbangun dari tidurnya.

Juan, yang bersedia menunggu Nana menangis hanya untuk memeluknya setelah itu.

Juan, yang membuat Nana merasa seperti berada di rumahnya di tempat yang jauh dari rumah sebenarnya.

Juan yang..

"Aku balik ya? Udah larut dan kayanya kamu butuh istirahat," ujar Hanung membuyarkan lamunan Nana tentang Juan di kepalanya.

Nana mengangguk. Matanya yang memang mulai mengantuk itu terlihat lesu. Ia berjalan lebih dulu untuk membukakan pintu, Hanung menyusul dibelakangannya.

Nana ingin tidur lebih celat hari ini dan berharap besok saat terbangun ia sudah di Jakarta. Berkumpul bersama keluarganya dan melupakan segala hal yang pernah terjadi disini.

"Aku nggak bisa nerima tamu disini," Ujar Nana. Memeluk tangan di depan tubuhnya untuk menahan angin malam yang selalu dingin di Bukittinggi.

Hanung mengangguk, melewati Nana lalu berdiri di luar. Berhadapan dengan Nana.

"Aku tau, makanya udah boking hotel di dekat sini," jawab Hanung. Tangannya hendak terangkat mengusap rambut Nana. Tapi tertahan oleh rasa bersalahnya yang besar untuk gadis itu.

Hanung, tidak pernah berniat menyakiti Nana, tidak pernah sekalipun.

"Kamu hati-hati ya sendirian di rumah. Hubungi aku kalau ada apa-apa. Jangan lupa cek pintu sama kompor kalau mau tidur, ya?" Ingat Hanung. Yang tidak pernah berubah selama bertahun-tahun Nana mengenalnya.

Hanung yang perhatian, Hanung yang penyabar, Hanung yang lemah lembut, Hanung yang tidak pernah membohongi Nana.

"Nung..," Nana bergumam, matanya menatap dalam laki-laki dihadapannya itu.

Nana butuh perlindungan. Butuh orang yang bisa membuatnya lupa dnegan sakit hati ini. Nana butuh Hanung, yang selalu berhasil membuatnya nyaman dan baik-baik saja setelah semua masalah yang Nana hadapi.

"Iya?" Jawab Hanung penuh perhatian.

"Kita balik ke Jakarta aja ya? Aku nggak mau lagi tinggal disini," ujar Nana dengan rengekan menahan tangis.

Hanung sedikit terkejut mendengar itu, tapi tetap mengangguk kemudian. Tangannya yang besar meraih Nana, memeluk gadis itu sekali lagi dan membiarkannya merasa tenang disana.

EnchanteurTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang