Tentang Hati dan Rasa

1.9K 329 128
                                    

Hai hai author yang suka lupa sama worknya balik lagi hehehehehe :D

Sebenernya bukan lupa sih cuma waktu aja yg cepet bgt berjalannya, perasaan baru kemaren update eh tau-tau udah 2 minggu aja.

Alah ngeles aja lo thor wkwkwkkw

Kasian aku tuh sama kalian yg nungguin 😘😘😘

Anyway don't mind my typo hehehheejejj

Bicara soal hati, bicara soal rasa. Dua hal dalam diri ini yang paling tidak bisa kita mengerti.

Tidak bisa mengerti keinginan hati yang ingin terus mempertahankan padahal terluka sangat dalam. Keinginan hati yang masih terus ingin memaafkan pada orang yang sudah jelas-jelas melukai.

Hati dan rasa itu konyol. Dan Nana sepertinya ingin membuang 2 hal itu jauh-jauh dari dirinya.

Hari ini saat bangun, ia baik-baik saja. Masih bersama bayangan Hanung dan segala kenangan romantisasi diantara mereka berdua dimasa lampau. Tapi, Nana masih baik-baik saja. Sebab ia tahu bahwa semua itu sudah ia tinggalkan jauh dibelakang. Ia simpan terlalu rapi dan terlalu baik sampai ia enggan untuk membukanya kembali.

Lalu hal lain datang menggangu. Hal lain yang membuat Nana jadi gila sendiri hingga siang ini.

Ini tentang Juan.

Laki-laki yang pada pandang pertama membuat Nana kesal setengah mati itu justru menjadi orang pertama yang membuatnya tersenyum sangat lebar pagi ini.

Pagi ini saat Nana membuka pintu ia mendapati Juan tengah berkutat di depan kebun kecil Nana, tengah merawat bunga matahari miliknya. Ia membuatkan pagar setinggi lutut, memberikan pupuk dan menyirami bunga matahari itu seolah itu adalah miliknya. Padahal Nana sama sekali tidak pernah meminta. Tapi ia mengerjakannya dengan sepenuh hati seperti itu adalah kewajibannya juga.

Pagi ini, Nana jadi mengenal sisi lain dari seorang Juan. Juan sangat perhatian, bahkan pada hal-hal kecil yang tidak pernah Nana pikirkan. Juan senang bekerja secara diam-diam dibanding melakukannya langsung didepan Nana hanya untuk terlihat baik dihadapan Nana. Sesuatu tentang Juan itu, membuat Nana jatuh hati pagi ini.

Lucu bukan, rasanya Nana seperti punya 2 hati. Satu untuk menangisi Hanung, dan satu lagi untuk mengagumi Juan.

Ponsel di samping Nana berdering saat ia tengah memoles kuku kakinya dengan kuteks berwarna batch.

Telepon dari mama.

Belakangan mama jadi sering menelepon Nana cuma untuk menanyakan hal remeh temeh yang sebenarnya tidak perlu ia pertanyakan. Mama juga sering menyelipkan pertanyaan tentang siapa itu Juan disetiap teleponnya. Wanita paruh baya itu bener-bener have a lot interest pada seorang Juan sepertinya.

"Halo ma," sapa Nana sembari menyingkirkan kuteksnya menjauh dari tempat tidur.

"Kamu lagi dimana Na?" Tanya Mama.

Nana beranjak sedikit, memposisikan kakinya agar kuteks yang baru ia pasang tidak terkena sprei tempat tidurnya, "di kasur. Kenapa Ma?" Jawabnya.

"Iih kamu tu looh. Jangan malas-malas Na, nanti jodohmu jauh_"

"Aku rajin aja jodohku diambil orang mah,"potong Nana sebelum Mamanya sempat menyelesaikan kalimatnya. Tangannya meraih bantal terdekat yang lalu ia letakan dipunggung untuk bersandar "kalo jodoh mah jodoh aja. Aku nggak percaya begituan sekarang ma. Yang udah di depan mata aja bisa hilang dan mungkin yang jauh banget bisa tiba-tiba jadi jodoh aku. Nggak ada yang tau kan?"

Kalau kali ini mama menelepon cuma untuk menceramahinya soal jodoh, Nana bersumpah akan melempar handphonenya keluar jendela. Karena obrolan perihal jodoh itu, benar-benar membebaninya dan menyebalkan untuk dibahas.

EnchanteurTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang