Belakangan ini aku ga produktif, yess i know 😔 . Sabar ya, aku lagi berusaha mengatur waktu.
Anyway, ini panjang bgt, semoga worth it.
Nana naik ke lantai 2 rumahnya saat Juan dan Yogi memilih untuk membersihkan lantai satu. Selain karena di lantai 2 ada banyak barang yang harus ia kemas lebih dulu, tentu saja karena Nana ingin menghindar dari orang menyebalkan yang bernama Juan.
Rumah orang tua Nana di bukittinggi adalah rumah yang awalnya sengaja dibangun untuk orang tua Nana menikmati masa pensiunnya. Jadi, rumah ini terbilang baru dengan desain modern dan furniture minimalisnya. Dilantai 2 lebih banyak menggunakan ornamen kayu berpelitur mengkilat dan perabotan-perabotan berunsur senada yang memberi kesan vintage. Sayang, rumah ini tidak jadi ditempati orang tua Nana karena terlalu jauh dari anak-anaknya yang lebih memilih hidup di ibukota.
Orang tua Nana punya 2 orang anak, Nana dan kakaknya Yogi yang tidak pernah tahu-menahu soal kampung orang tua mereka. Nana sibuk merintis kariernya, sementara Yogi harus menggantikan ayah mereka untuk mengurus perusahaan keluarga. Jadi, saat orang tua mereka mengajak pindah ke bukittinnggi, mereka jelas langsung menolak mentah-mentah rencana itu. Kehidupan mereka ada di jakarta, lucu rasanya kalau harus pindah ke tempat baru dan memulai semua dari nol lagi.
Tapi coba lihat siapa yang pada akhirnya malah pergi ke tenpat itu dengan alasan menenangkan pikiran dan membangun kehidupan baru dari nol lagi?
Nana orangnya. Disusul oleh Yogi yang sepertinya mulai jenuh dengan segala urusan perkantoran yang menurut dia terlalu mengikat dan membuatnya jauh dari jodoh.
Belik ke lantai 2.
Dilantai 2 ada satu ruangan yang dipakai untuk meletakkan beberapa furniture yang belum sempat diatur oleh orang tua Nana. Ada sofa-sofa baru yang masih terbungkus plastik, juga beberapa guci koleksi mama Nana yang sepertinya sengaja ia impor dari China. Barang-barang itu tertutupi kain putih untuk menghindarinya dari debu. Walaupun beberapa tetap terkena debu dan noda disana-sini yang membuatnya jadi terlihat sedikit kumuh.
Nana mengambil kardus besar yang didapat Yogi dari toko grosiran di pasar dan plastik bubble wrap yang sengaja Nana pesan di toko online sehari setelah kedatangannya di Bukittinggi. Nana membuka lemari kaca besar bewarna kayu yang penuh dengan koleksi keramik hias berbagai bentuk milik mamanya. Keramik hias itu ia turunkan dengan hati-hati untuk kemudian disusun di lantai ruangan tersebut.
Nana berniat membersihkan keramik tersebut sebelum akhirnya ia bungkus dengan bubble wrap dan disimpan didalam kardus besar yang ia bawa sendiri dari lantai satu.
Sebagian besar keramik itu bewarna putih, berbentuk binatang seperti kelinci, angsa atau bahkan merak. Mama Nana, memang menyukai sesuatu klasik seperti itu.
Saat Nana menaruh keramik terakhir yang sudah selesai ia bersihkan, seseorang mengetuk pintu ruangan tersebut membuat Nana langsung mengalihkan fokus.
Juan berdiri disana sengan kaus putih ketat yang memperlihatkan otot-tot lengannya dan dahi yang tampak berkeringat menandakan ia habis berkerja keras. Mungkin disuruh Yogi menyusun ulang furniture dilantai bawah. Kasihan, dia jadi bulan-bulanannya Yogi yang picik dan pemalas.
"Di bawah sudah selesai, tinggal kamu sapu dan pel," ujarnya berdiri di ambang pintu dengan tangan menjinjing satu kardus besar lagi.
Nana berpangku tangan, memberikan pandangan yang sama sekali tidak terlihat ramah ke arah Juan. Gimana yaah.. wajah menyebalkan Juan kemarin masih terbayang jelas dalam pikiran Nana.
"Yah, kalau kira-kira kamu butuh bantuan disini, saya bisa bantu. Tapi kalau nggak, itu lebih baik siih," jelas Juan sambil mendelik cuek. Benar-benar nggak punya niatan buat bantuin Nana.
KAMU SEDANG MEMBACA
Enchanteur
De Todo'Mungkin belum jodoh,' kata yang terdengar sepele dan sangat mudah diucapkan itu ternyata punya beban perasaan yang sangat berat. Nana ingin kabur, memulai hidup baru dan melupakan kata 'mungkin belum jodoh,' yang berulangkali ia ucapkan hanya u...