Kamu dan Senyuman

1.2K 235 136
                                    

Akhirnya !!! Jadi juga part yang ini setelah strugle berkali-kali dan kehilangan mood berhari-hari.

Susah banget pokoknya bikin part ini. Jadi kalo rada awkward dan alay di maklumi saja ya hehehehhe

Happy reading my cloud 😘

Kenapa sebuah kalimat pamit selalu sangat susah diucapkan bahkan dalam perpisahan paling damai sekalipun?

Untuk kali yang tidak terhitung lagi, hari ini Nana kembali memijakkan kaki di Jakarta. Bersama Juan. Yang sengaja berangkat pagi-pagi sekali dari Jakarta ke Bandung hanya untuk menjemput Nana karena Nana meminta.

Jakarta siang itu, tidak perlu dijelaskan bagaimana teriknya matahari yang seakan membakar tubuh. Nana sedang duduk di bangku penumpang sementara Juan turun sebentar untuk membelikannya minum disebuah gerai kopi. Laki-lakinya itu keluar dari dalam gerai setelah 30 menit kemudian. Juan dan hoodie hitamnya dengan celana olahraga pendek tampak santai melewati parkiran meski berpasang-pasang mata melirik kearahnya.

"Pesenan kamu," kata Juan menyodorkan minuman pesanan Nana begitu ia memasuki mobilnya.

Nana menerima lattenya dengan senyum mengembang. Hari ini moodnya sedang sangat bagus. Tau kenapa? Itu karena hari ini Nana menemukan hal lain dari seorang Juan yang kini menjadi favoritenya. Selain sapaan "Naa.." nya yang selalu terdengar lembut, Nana juga suka rambut basah Juan sehabis mandi dan wangi sabun yang Juan pakai.

Ini terdengar sedikit mesum tidak sih? Nana bahkan malu mengakui pada diri sendiri kalau ia menyukai wangi sabun Juan. Juga rambutnya yang hitam legam dan tampak lucu meski belum kering sepenuhnya.

Jadi, setelah dari Bandung Juan mengajak Nana untuk singgah ke rumahnya dulu untuk mandi dan membersihkan badan. Juan tidak suka membiarkan aroma tubuhnya bercampur dengan keringat. Dia bilang, ia sensitive dengan bau dan itu membuatnya selalu ingin membersihkan diri setiap kali melakukan kegiatan yang melelahkan.

Jakarta Bandung lumayan melelahkan terumata jika berkendara di jam-jam kantoran seperti pagi tadi.

"Kita langsung ke kantor Hanung?" Tanya Juan begitu mobilnya keluar melewati parkiran.

Nana menangguk seraya memeriksa ponsel ditangannya, "iya. Hanung bilang dia udah nyampe 10 menit yang lalu,"

Jadi, seperti kata Mama, Nana harus menyelesaikan semua yang tertinggal dibelakang sebelum memutuskan untuk melanjutkan masa mendatang. Dan itu tentu saja tentang Hanung.

Hari ini, Nana ingin memutuskan untuk benar-benar mengakhiri hubungannya dengan Hanung. Berakhir sebagaimana mestinya. Karena hubungan ini dimulai dengan segala sesuatu yang baik maka Nana juga ingin mengakhirinya dengan perpisahan yang damai.

Sejujurnya, Nana tidak ingin menyakiti Hanung, meninggalkannya pada sebuah puncak tertinggi lalu membiarkannya jatuh sendiri. Nana ingin bahagia tapi juga ingin melihat Hanung bahagia. Nana tidak ingin terlihat seperti seorang antagonis yang pergi begitu saja dan mencari kebahagiannya sendiri. Meski kenyatannya, ia memang begitu

Entah sudah berapa lama Nana diam dalam lamunannya sampai tak terasa mobil Juan sudah memasuki gedung perkantoran Hanung.

"Na..," Juan menegur, dan Nana segera menoleh dengan bibir yang memaksakan sebuah senyuman.

"Its okay not to be okay," ujarnya negjtu Nana menoleh. 

"Kalau semua nggak bisa diselesaikan hari ini, aku bakalan selalu ada dihari-hari selanjutnya untuk menunggu kamu," Juan dan tatapan hangatnya siang itu seolah bekerja berlawanan dengan teriknya Jakarta.

EnchanteurTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang