Kenyataanya menangis tidak benar-benar memperbaiki keadaan. Justru mungkin menjadi sedikit lebih buruk. Kantong mata yang membesar, dengan kelopak mata yang membengkak, dan kepala yang terasa pening setelahnya.
Tuh kan, sebenernya tidak ada keuntungan dari menangis, tapi kenapa sih kita-kita -para cewe- senang sekali meluapkan perasaan dalam bentuk tangisan?
Nana terbangun pukul 5 dinihari hanya untuk merasakan kepalanya yang pening dan hidung tersumbat karena semalamn menangis. Setelah telepon dari Vikri semalam, ia sama sekali tidak keluar dari kamar dan hanya menangis setelahnya. Lalu tertidur, entah di pukul berapa.
Ia beringsut perlahan dari tempat tidurnya. Berdiri limbung dengan muka mirip zombie lalu membuka pintu kamarnya. Bertetapan dengan itu suara saklar kampu menyala membuat cahaya lampu ruang tengah menyeruak masuk ke dalam kamar Nana yang minim penerangan.
"Wow, kamu.. keliatan.. menyedihkan," ujar sebuah suara yang kini berdiri tepat dihadapan Nana.
Itu Juan.
Juan.
Jam 5 pagi di dalam rumah Nana tampak santai dengan hoodie warna hitamnya dan rambut yang tampak basah.
Dia nggak pulang semalaman?
Nana mengernyit, matanya masih memproses cahaya silau dari lampu yang baru saja dihidupkan.
"Kamu.. semalaman disini?" Tanyanya sambil berbaur dengan kuap.
"Yaah, sehabis makan malam sup ayam kematangan, aku sama bang Yogi masih lanjut ngobrol sambil main playstation dan ketiduran di sofa," jelas Juan. Tangannya mengusap rambutnya yang basah beberapa kali agar tetap diposisinya dan tidak menjatuhkan air ke wajahnya.
Pukul 5 pagi, baru bangun tidur dan dia sudah setampan ini saat berdiri dihadapan Nana. Sementara Nana, lebih mirip zombie yang menyedihkan dan menyeramkan. Minta dikasihani banget.
"Rambut kamu kenapa basah?" Tanya Nana setelah memandangi Juan beberapa saat.
"Wudhu," jawab Juan singkat. Ia berjalan selangkah memberi ruang untuk Nana keluar dari kamarnya.
"Ooh,"sahut Nana. Kembali menguap sambil memegangi kepalanya yang semakin pusing tidak karuan.
"Oh iya.. tau nggak sih?"seru Juan saat Nana baru hendak berjalan melewatinya.
Nana menoleh, memandang Juan dengan alis terangkat.
"Kemarin.. suara tangisnya kedengeran sampe ke depan,"lanjutnya kemudian, dengan senyum paling menyebalkan yang pernah Nana liat di dini hari seumur hidupnya.
"Begitu?" Tanya Nana kini berbalik sepenuhnya menghadap Juan dengan melipat tangan di depan dadanya.
Juan menaikkan alis, sambil mengangguk, ia langsung mundur selangkah saat Nana mulai mendekat ke arahnya entah dengan maksud apa.
Cowo itu lalu membelalak tak percaya saat tanpa aba-aba tangan Nana menggapai pipi Juan, menepuknya dua kali sambil bilang "terima kasih udah ngingetin," dengan nada menggoda dan kerlingan mata yang membuat Juan sempat menahan napasnya beberapa saat.
Nana terkekeh puas, sebelum Juan kembali tersadar, ia sudah mengambil langkah cepat untuk pergi dari sana.
"Na wudhuku.!!" Protes Juan kini mengacak-ngacak rambutnya frustasi. Nana tau nggak sih perjuangan Juan buat bersentuhan dengan air di jam 5 subuh dengan suhu udara bukit tinggi yang dingin minta ampun?
KAMU SEDANG MEMBACA
Enchanteur
Random'Mungkin belum jodoh,' kata yang terdengar sepele dan sangat mudah diucapkan itu ternyata punya beban perasaan yang sangat berat. Nana ingin kabur, memulai hidup baru dan melupakan kata 'mungkin belum jodoh,' yang berulangkali ia ucapkan hanya u...