KRystal duduk di anak tangga paling bawah dekat dengan pintu kamar kakeknya. Sejak kakeknya masuk ke kamar tadi beliau tidak pernah keluar setelah itu dan krystal bisa mendengar suara isakan dari luar. Matanya sendiri sudah sakit karena menangis dan tubuhnya terasa lemas.
Tapi sekarang dia seperti menghapus semua usaha itu…
Dan membuat kakeknya, orang yang tak pernah ingin dia lihat bersedih, kecewa.
Dua bulir airmata jatuh dari pelupuk matanya dan dia bersandar di dinding, menutup mata.
Seandainya dia bisa mengatakan hal lain yang lebih baik untuk didengar kakeknya, seandainya dia bisa berdusta, seandainya dia bisa mengubah kenyataan. Tapi semua sudah terjadi dan dia sudah lelah menyesal dan menyangkal, meskipun pada akhirnya dia memang harus menghadapi semua resiko ini.
krystal menarik nafas panjang dan rasa geli menganggu perutnya. Tangan krystal bersandar di permukaan perutnya yang terasa cukup berbeda; dia bisa merasakan gembungan kecil yang tidak ada hubungannya dengan lemak mengingat gadis itu bisa mengingat berapa sendok yang dia makan setiap hari. Saat menyentuh perutnya beban dan luka di hatinya terasa meringan…
“Eomma tidak akan melakukan apa- apa padamu, tenang saja.” Batinnya. krystal merasa bayinya bisa mendengar dan mengetahui pikiran krystal karena well, dia toh sedang berada di dalam tubuh krystal. Dan mungkin bayi itu takut krystal benar- benar akan menyerah dan melepaskannya.
Suara pergantian detik jam mengganggu Krystal dan gadis itu melirik jam dinding tua di depannya. Pukul 6.00, apa kakeknya sudah bangun? Sinar matahari menembus kain tirai jendela putih gading mereka.
krystal menempelkan telinganya di dinding kamar. Keadaan di dalam sangat sunyi, membuatnya curiga. Haruskah dia membangunkan kakeknya? Kakeknya seharusnya sudah turun ke bawah dari sejam lalu. krystal berdiri perlahan—tubuhnya terasa lemas—dan turun lalu berdiri di depan pintu kamar.
“H—Haraboji,” krystal memberanikan diri memanggil kakeknya, suaranya terdengar serak dan perutnya berbunyi. ‘H—Haraboji,” panggil KRYSTAL pelan dan takut- takut kalau kakeknya akan membentaknya. Tapi suara di dalam terkesan sangat hening dan tenang, seolah tidak ada siapa- siapa.
Entah kenapa firasat buruk merasuki krystal, tangannya menggenggam pegangan pintu dan batinya berperang antara harus membukanya atau tidak. Atau memang kakeknya perlu istirahat? Tapi bagaimana kalau… krystal menggeleng dan berbalik pergi tapi pikiran jelek seolah tak mau meninggalkannya. krystal berbalik lagi menatap pintu. Terserah kakeknya marah atau tidak tapi dia harus memastikan kakeknya baik- baik saja.
krystal membuka pintu dengan pelan dan terperangah—ngeri melihat pemandangan di depannya. Kakeknya tergeletak tak sadarkan diri di dekat kasur tidurnya, wajah tua itu terlihat pucat pasi.
“HARABOJI!!!!”
........
Irene pov
Sejak pertemuannya dengan seulgi, irene tak berhenti berpikir. Bukan karena ingin menerima lamaran sahabatnya itu, tapi ini tentang perpisahan. Membebaskan yoona dari dirinya,karena yoona selalu menganggap bahwa lelaki itu menderita karenanya. Yang selalu membuat irene merasa bersalah.
Mendengar suara pintu kamarnya terbuka,Irene terkejut karena belum larut malam yoona sudah tiba di rumah. Dan penampilan lelaki itu bukan hanya berantakan,tapi juga kotor.
“oppa,kau sudah pulang?” Tanyanya heran.
yoona berdecak kesal. “Memangnya kenapa kalau aku pulang cepat? Rumah ini Ayahku yang memberikannya,bukan dari Ayahmu!”
Irene mendengus,yoona selalu saja kekanakan.
“Tubuhku sakit semua.” yoona menundukkan dirinya di ranjang,seraya memijat tubuhnya sendiri.