1

296 13 0
                                    

Kota - 20:13

   Jalanan kota terlihat cukup ramai, bulan masih memancarkan sinarnya seperti biasa. Namun awan mendung mencoba menyelimutinya, hingga bintang tak mampu menemani bulan untuk membantu memperindah langit kota. Suara rintik hujan menjadi irama dimalam ini. Seorang gadis berdiri melihat jalanan melalui jendela kamarnya di lantai dua, gadis itu terlihat merenung memikirkan sesuatu yang terjadi sore tadi.

- flashback on -

Cafe skill - 16:08

   Gadis itu duduk sendirian di meja dekat jendela, seorang pelayan mengantarkan segelas chocholate caramel pesanan gadis itu. "Makasih Mbak." ucap gadis itu pada pelayan cafe yang di jawab dengan anggukan.

   Seorang pemuda memasuki cafe dan mencari tempat kosong. Ia berjalan dan menuju meja yang menurutnya cocok. "Mbak!" panggil pemuda itu kepada pelayan sambil mengangkat tangan.

   Pelayan datang ke meja pemuda itu dan melaksanakan tugasnya "Ada yang bisa saya bantu Mas?"

   "Saya pesan chocholate coffe satu." jawab pemuda itu.

   "Iya Mas silahkan tunggu." jawab pelayan itu dan berlalu. Sambil menunggu pesanan, pemuda itu mengedarkan pandangan. Dia melihat sosok gadis cantik yang duduk sendirian di meja yang bersebelahan denganya. Ia berniat menghampiri gadis itu dan menjadikannya target. Ia berdiri dan menuju meja gadis itu.

   "Hei!" sapa pria itu.

   "Boleh saya duduk di situ?" ucap pemuda itu dan menunjuk kursi yang ada di depan gadis itu, gadis itu mendongakkan wajahnya dan mengangguk.

   "Em, kenalin nama gue Rezvan." kenal pria itu dan mengulurkan tagannya.

   "Oh, gue Auristela panggil aja Ayis" kenal gadis itu dan mejawab uluran tangan Rezvan.

   "Eh, Lo kan anak 11 IPA 2 SMA Garuda kan?" tebak Rezvan yang sepertinya tidak asing dengan gadis itu.

   "Itu udah tau"

   "Oh bagus kalo gitu, gue juga sekolah disana tapi gue ada di kelas 12 IPA 3." ucap Rezvan dan hanya kata oh yang keluar dari mulut Ayis. Tak lama pelayan datang mengantarkan pesanan Rezvan tadi.

   "Thanks Mbak." ucap Rezvan kepada pelayan itu.

   "Boleh temenan kan?" tanya Rezvan.

   "Boleh."

   "Em, kalau teman hidup boleh nggak?" Ayis hanya diam dan menatap Rezvan datar. Tak ada angin tak ada hujan kata-kata itu meluncur begitu saja dari mulut Rezvan.

   "Gini-gini, gue boleh jujur nggak? " ucap Rezvan. Dan Ayis masih tetap diam. Ia masih tak mau menanggapi cowok di depannya itu, yang tiba-tiba berbicara tak jelas.

   "Ok, jujur ya, gue suka sama lo, gue sayang sama lo, dan... Lo mau nggak jadi pacar gue?" ungkap Rezvan begitu saja, padahal sebelumnya mereka belum pernah  dekat.

   "Apaan sih lo! " bentak Ayis dan pergi meninggalkan Rezvan. Rezvan mengikuti Ayis dan menahan pergelangan tangan Ayis.

   "Eh! Tunggu!" ucap Rezvan.  Ayis membalikkan badan.

   "Lepas nggak? " ketus Ayis.

   "Gue nggak akan lepasin lo sebelum lo jawab pertanyaan gue tadi"

   "Oke, gue jawab, gue nggak akan mau jadi pacar lo, gue nggak akan pernah dan nggak akan mau punya perasaan suka ataupun sayang ke elo. Sekarang lepasin tangan gue!" jawab Ayis sambil mengibaskan tangannya kasar untuk bebas dari tangan Rezvan lalu melenggang pergi.

   "Dan gue akan berusaha untuk dapetin lo!" teriak Rezvan pada Ayis yang sudah cukup jauh hingga Ayis menghentikan langkahnya. Ia sadar dan akhirnya ia masuk mobil dan pulang.

-Flashback off-

   Suara pintu terbuka dan memperlihatkan sosok pemuda yang lebih tua dari Ayis. Ayis tetap bergeming di tempatnya dan tidak menghiraukan sosok yang masuk ke kamarnya, hingga seseorang itu berada di samping Ayis.

   "Eh Dek, lo belom tidur?" tanya pria itu yang ternyata Acha, Kakak Ayis.

   "Belum Bang." jawab Ayis.

   "Udah malem nih, tidur gih."

   "Ngapain sih abang kesini?!" ketus Ayis.

   "Emang nggak boleh?" tanya Acha dan Ayis hanya diam menatap jalanan.

   "Lo mikir apa sih?" sewot Acha yang merasa diabaikan adeknya. Ayis tetap diam.

   "Dek lo punya telinga nggak sih? Bisa denger? Gue ngajak lo ngomong dari tadi dan lo hanya diem."

   "Udah lah bang Ayis capek, Ayis mau tidur." jawab Ayis lalu berjalan ke tempat tidurnya.

   "Serah lo deh." ucap Acha dan melenggang pergi begitu saja.

Sederet LangkahkuTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang