15

19 2 0
                                    

   Suara benda kecil berbentuk bulat berdering membangunkan pemilik kamar. Ia segera mematikan benda itu. Kepalanya terasa pening tapi ia tidak menghiraukan hal itu karena ia terlalu senang mengingat orang yang disayangnya setelah ini akan menjemputnya dan berangkat ke Sekolah bersama. Ia menyibakkan selimutnya dan beranjak dari kasur kesayangannya untuk mandi. Pagi ini Ayis akan berangkat bersama Rezvan sesuai dengan janji kemarin, Rezvan akan menjemputnya pagi-pagi karena Ayis takut terlambat. Dan disinilah Ayis sekarang, didepan cermin. Ia sedang mengeringkan rambutnya yang basah karena selesai mandi. Kepalanya terasa semakin pusing. Suara klakson mobil dari luar terdengar. Rezvan sudah datang. Dan hal itu membuat Ayis lupa akan rasa pusing itu. Ia keluar kamar dan menuju ruang makan. Disana ada Pak Rio, Bu Lia dan Bang Acha yang sedang sarapan. Bu Lia melihat anaknya yang tampak tergesa-gesa.

   "Ayis sarapan dulu." perintah Bu Lia pada anaknya.

   "Nggak usah Ma, Ayis udah dijemput." jawab Ayis menolak titah Bu Lia untuk sarapan terlebih dahulu.

   "Memang kamu punya sopir baru ya selain Acha?" canda Pak Rio. Ayis tertawa mendengar lelucon Ayahnya. Beda dengan Acha yang terlihat tidak terima karena Ayahnya sudah meledeknya sebagai sopir adeknya. Memang selama ini Ayis sering diantar Acha. Hampir kemanapun Ayis akan pergi, ia selalu diantar Abangnya. Sebenarnya Ayis bisa pergi sendiri. Tapi Acha sangat menyayanginya, hingga Acha khawatir jika Ayis harus pergi sendiri.

   "Apaan sih pa,orang ganteng kayak gini dibilang sopir." ucap Acha yang tidak terima dan penyakit PD-nya mulai kambuh lagi. Bukannya menjawab, Pak Rio justru tertawa terbahak-bahak mendengar protes dari putranya.

   "Yaudah Pa, Ma, Bang Acha, Ayis berangkat dulu." pamit Ayis lada mereka semua dan berjalan meninggalkan ruang makan. Bu Lia tampak khawatir dengan keadaan Ayis. Pagi ini Ayis terlihat sangat pucat, tapi Bu Lia tak sempat menanyakan kabar Ayis karena putrinya itu sudah pergi. Ayis melangkahkan kakinya menuju gerbang yang ada di depan rumahnya. Dilihatnya Rezvan yang tengah tersenyum ke arahnya. Ayis berjalan ke tempat dimana Rezvan berdiri.

   "Udah nunggu lama ya?" tanya Ayis pada Rezvan yang khawatir jika cowok itu sudah menunggunya terlalu lama. Pasalnya, kemarin ia minta jemput pagi-pagi. Mana ada orang yang minta dijemput pagi-pagi tapi malah molor. Kan malu.

   "Nggak kok. Baru aja nyampe, yuk berangkat." ujar Rezvan lalu membukakan pintu untuk Ayis. Lantas gadis itu masuk kedalam mobil Rezvan.

   "Thanks." ucap Ayis pada Rezvan yang mengangguk dan tersenyum menjawab ucapan Ayis. Lalu cowok itu berjalan menuju pintu sebelah kanan dan masuk kedalamnya. Cowok itu duduk di belakang kemudi. Tapi ia tak segera menyalakan mesin dan menjalankan mobilnya. Ia melihat wajah gadis yang ada disampingnya itu. Gadis itu terlihat pucat. Rezvan mulai khawatir jika Ayis sakit dan masih memaksakan diri untuk berangkat ke sekolah. Ayis menoleh ke arah Rezvan karena mesin mobilnya belum juga dinyalakan, padahal mereka sudah masuk cukup lama di dalam mobil. Perlahan Rezvan menyentuh dahi Ayis kemudian turun ke pipinya. Panas.

   "Kamu sakit?" tanya Rezvan yang khawatir dengan kondisi Ayis saat ini. Gadis itu menjauhkan wajahnya dari tangan Rezvan.

   "Nggak kok. Aku baik-baik aja." ucap Ayis berbohong padahal kepalanya terasa pusing.

   "Beneran nggak papa?" tanya Rezvan sekali lagi. Ia terlihat ragu dengan jawaban yang Ayis berikan. Mereka masih menatap satu sama lain. Di sisi lain Ayis mencoba menutupi rasa sakitnya dengan senyum yang ia perlihatkan. Ia berharap dengan seperti ini Rezvan akan percaya jika ia baik-baik saja.

   "Iya, nggak usah khawatir, kita berangkat yuk." ajak Ayis dengan nada ceria yang ia buat-buat. Awalnya Rezvan masih terlihat ragu. Tapi genggaman tangan Ayis membuatnya yakin bahwa Ayis baik-baik saja. Rezvan tersenyum dan membalas genggaman tangan Ayis dengan tangan sebelahnya dan mengelusnya penuh kehangatan.

   "Kalo sakit, bilang yah." ucap Rezvan dengan intonasi yang lembut. Ayis mengangguk membalas perkataan Rezvan. Rezvan melepaskan genggamannya dan Ayis merasa kehilangan rasa hangat yang diberikan Rezvan lewat genggaman tangannya.

   "Yaudah, kita berangkat sekarang." ucap Rezvan lalu menyalakan mesin mobilnya dan menjalankannya menuju sekolah.

Sederet LangkahkuTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang